Artikel ini akan membahas adab-adab dalam memberi nasehat. Setidaknya ada 13 adab yang akan dibahas satu per satu. Apa saja kah adab-adab tersebut? Baca artikel berikut ini selengkapnya!
Nasehat adalah tanda perhatian kepada ukhuwah Islamiyah. Tidak sempurna keimanan seorang muslim sampai ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri, juga tidak rela jika terjadi sesuatu pada saudaranya sebagaimana ia tidak rela jika hal itu terjadi pada dirinya. Inilah yang menjadi dorongan untuk saling nasehat-menasehati.
Imam al-Bukhari dan Muslim telah meriwayatkan dari Jarir bin Abdillah –radhiyallahu ‘anhu- berkata:
بَايَعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى إِقَامِ الصَّلَاةِ ، وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ ، وَالنُّصْحِ لِكُلِّ مُسْلِمٍ
“Saya telah membaiat Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- untuk mendirikan shalat, membayar zakat dan menasehati kepada setiap muslim”.
Imam Muslim meriwayatkan dari Tamim al-Dari –radhiyallahu ‘anhu- bahwa Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
الدِّينُ النَّصِيحَةُ ، قُلْنَا لِمَنْ ؟ ، قال : لِلَّهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُولِهِ وَلِأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ وَعَامَّتِهِمْ
“Agama adalah nasehat”, kami berkata: “Bagi siapa ?”, beliau menjawab: “Bagi Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya, dan untuk para pemimpin umat Islam dan kalangan umum dari mereka”.
Dalam memberi nasehat selayaknya memenuhi adab-adabnya, diantaranya adalah sebagai berikut:
Didorong Oleh Rasa Cinta Kebaikan
Adab pertama adalah dalam memberi nasehat itu didorong oleh rasa cinta kebaikan untuk saudara muslim lainnya, dan benci keburukan yang akan menimpanya, Ibnu Rajab –rahimahullah- berkata:
“Adapun nasehat bagi umat Islam hendaknya mencintai mereka sebagaimana mencintai dirinya sendiri dan membenci apa yang terjadi pada mereka sebagaimana dia membenci jika hal itu terjadi pada diri mereka sendiri.“
Menasehati dengan Penuh Keikhlasan
Adab memberi nasehat selanjutnya adalah menasehati dengan penuh keikhlasan yang hanya mengharap ridha Allah, tidak dalam rangka ingin menampakkan ketinggian dan kemuliaan di hadapan saudaranya.
Hendaknya Nasehat Tersebut Bebas dari Kecurangan dan Pengkhianatan
Adab selanjutnya adalah hendaknya nasehat tersebut tidak mengandung kecurangan dan pengkhianatan. Syeikh Ibnu Baz –rahimahullah– berkata:
“Nasehat itu adalah keikhlasan pada sesuatu dan tidak mengandung kecurangan dan pengkhianatan di dalamnya. Seorang muslim itu karena besarnya kedekatan dan kecintaannya kepada saudaranya, maka ia menasehati dan mengarahkannya kepada sesuatu yang bermanfaat baginya dan apa yang menurutnya tulus, tidak ada noda dan tidak ada kecurangan.”
Nasehat tidak Mengandung Celaan dan Menjelekkan
Adab selanjutnya adalah nasehat terbebas dari celaan dan menjelek-jelekkan. Al-Hafiz Ibnu Rajab –rahimahullah- mempunyai artikel khusus yang berjudul: Al-Farqu baina al-Nasihah wa al-Ta’yiir (Perbedaan antara nasehat dan celaan).
Nasehat Disampaikan dengan Semangat Berukhuwah dan Cinta
Adab selanjutnya adalah menyampaikan nasehat dengan semangat berukhuwah dan cinta, tidak dengan kekerasan.
Allah – Ta’ala- telah berfirman:
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ (سورة النحل: 125)
Artinya
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik”. (QS. An Nahl: 125)
Nasehat Disampaikan Dengan Dasar Ilmu, Penjelasan, dan Argumen yang Bisa Diterima.
Adab dalam memberi nasehat selanjutnya adalah menyampaikannya dengan dasar ilmu, penjelasan dan argumen yang bisa diterima. Al-Sa’di –rahimahullah- berkata:
“Termasuk bentuk dari hikmah itu adalah berdakwah dengan didasari oleh ilmu, bukan dengan ketidaktahuan. Memulai dengan yang lebih penting, dan dengan yang terdekat dengan pemahaman, dengan sesuatu yang tingkat penerimaan masyarakat lebih maksimal, dengan lemah lembut, dikaitkan dengan hikmah, jika tidak maka akan berubah dari ajakan ke mau’izhah hasanah (penyampaian yang baik) yang berarti perintah dan larangan yang diiringi dengan berita gembira dan peringatan.
Jika objek dakwah mengira bahwa apa yang ada padanya adalah sebuah kebenaran atau mengajak kepada kebatilan, maka perlu diajak diskusi dengan cara yang lebih baik. Inilah cara yang lebih bisa diterima secara akal dan syari’at. Termasuk di dalamnya adalah membantahnya dengan dalil-dalil yang ia yakini, yang demikian itu lebih dekat untuk menghasilkan apa yang dituju.
Diskusi tersebut tidak boleh memicu permusuhan atau saling mencela yang justru akan menjauhi tujuan dakwah, dan tidak mengandung manfaat, yang menjadi tujuan adalah memberikan petunjuk kepada manusia untuk berada di jalan yang benar, bukan untuk merasa menang atau tujuan lainnya”. (Tafsir Al-Sa’di: 452)
Nasehat Dilakukan dengan Sembunyi-Sembunyi
Adab selanjutnya yaitu nasehat tidak disampaikan secara terang-terangan di hadapan banyak orang, kecuali jika ada kemaslahatan yang dominan.
Ibnu Rajab –rahimahullah- berkata:
“Dahulu generasi salaf jika mereka ingin menasehati seseorang, mereka menyampaikannya dengan sembunyi-sembunyi, sampai-sampai sebagian mereka berkata: “Barangsiapa yang menasehati saudaranya antara dia dan saudaranya saja maka itulah nasehat, dan Barangsiapa yang menasehatinya di hadapan halayak, maka ia telah menjatuhkannya”.
Al Fudhail berkata:
“Seorang mukmin itu menutupi dan menasehati, sementara orang yang jahat adalah mencederai dan menghina.”
Ibnu Hazm –rahimahullah- berkata:
“Jika anda ingin menasehati, maka nasehatilah dengan sembunyi-sembunyi, tidak dengan terang-terangan, dengan bahasa kiasan tidak dengan bahasa lugas, kecuali jika yang dinasehati tidak memahami bahasa kiasan maka diperlukan bahasa yang lugas dan jelas. Namun jika anda kasar, maka anda seorang yang zalim, bukan sebagai pemberi nasehat.”
Jika misalnya nasehat dengan terang-terangan akan menyebabkan kemaslahatan yang dominan, maka si pemberi nasehat tidak masalah melakukannya dengan terang-terangan, seperti membantah kesalahannya dalam masalah-masalah keyakinan di hadapan banyak orang, agar mereka tidak tertipu dengan ucapannya dan mereka mengikuti kesalahannya.
Contoh ada seseorang yang mengingkari orang yang menyatakan bahwa riba adalah mubah, atau orang yang menyebarkan bid’ah dan kejahatan di tengah-tengah masyarakat, dalam kondisi seperti ini disyari’atkan untuk menasehatinya dengan terang-terangan bahkan bisa jadi wajib dilakukan dengan terang-terangan; karena faktor maslahat yang dominan dan mencegah kerusakan yang meluas”.
Ibnu Rajab –rahimahullah- berkata:
“Jika yang menjadi tujuannya adalah hanya untuk menyampaikan kebenaran dan agar orang lain tidak tertipu dengan ungkapan sang penulis yang tidak benar, maka tidak diragukan lagi bahwa ia akan mendapatkan pahala dari tujuannya tersebut. Perbuatannya ini dengan niat tersebut masuk dalam kategori nasehat untuk Allah, para Rasul-Nya, para pemimpin Islam dan masyarakat umum.”
Pemberi Nasehat Hendaknya Memilih Ungkapan yang Paling Baik
Adab selanjutnya yaitu mengungkapkan nasehat dengan cara yang terbaik dan berlaku lembut kepada yang diberikan nasehat dengan ucapan yang sopan juga.
Pemberi Nasehat Hendaknya Bersabar
Adab selanjutnya adalah hendaknya pemberi nasehat bersabar dengan gangguan yang terkadang ia terima disebabkan oleh nasehat yang diberikannya.
Mampu Menyembunyikan Rahasia, Menutupi Aib Seorang Muslim
Mampu menyembunyikan rahasia dan menutupi aib seorang muslim adalah salah satu adab pemberi nasehat. Ia tidak menyerang harga dirinya. Pemberi nasehat itu bersikap sebagai teman, penyayang, cinta kebaikan, suka menutupi aib saudaranya.
Hendaknya Berusaha Memikirkan Dampak dan Tidak Tergesa-gesa Sebelum Memberi Nasehat
Adab selanjutnya adalah berusaha memikirkan dampak dan tidak tergesa-gesa sebelum ia memberikan nasehat. Ia tidak mensikapinya dengan prasangka terlebih dahulu, sehingga tidak menuduh saudaranya dengan sesuatu yang tidak ada padanya.
Hendaknya Memilih Waktu yang Pas untuk Menasehatinya
Dalam memberikan nasehat, hendaknya memilih waktu yang pas. Ibnu Mas’ud –radhiyallahu ‘anhu– berkata:
“Sungguh hati ini mempunyai syahwat dan penerimaan, hati juga mempunyai jeda waktu dan penolakan, ambillah hati itu pada saat penerimaan dan syahwatnya, dan tinggalkanlah pada saat berada pada jeda waktu dan penolakannya”. (HR. Ibnu Mubarak dalam kitab Al-Zuhud)
Pemberi Nasehat Harus Mengamalkan Apa yang Ia Sampaikan kepada Masyarakat
Adab yang terakhir adalah pemberi nasehat harus mengamalkan apa yang ia sampaikan dan meninggalkan apa yang ia melarang masyarakat melakukannya, Allah –Ta’ala- berfirman mencela Bani Israil karena bertentangan antara ucapan dan tindakan mereka:
أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنسَوْنَ أَنفُسَكُمْ وَأَنتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ أَفَلاَ تَعْقِلُونَ (سورة البقرة: 44)
Artinya:
“Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab (Taurat)? Maka tidakkah kamu berpikir?”. (QS. Al-Baqarah: 44).
Wallahu A’lam.[]