Ilustrasi kemakruhan dalam shalat

Apa saja yang makruh dalam shalat?. Hal-hal yang hukumnya makruh dalam shalat, antara lain:

Menyilangkan Jari-Jemari Tangan dalam Shalat

Hal yang hukumnya makruh yang pertama dalam shalat adalah menyilangkan jari-jemari tangan dalam shalat karena itu dilarang dalam hadis Nabi ﷺ.

Menoleh Tanpa Ada Suatu Keperluan

Hal yang makruh dilakukan dalam shalat selanjutnya adalah menoleh tanpa ada suatu keperluan karena ini dapat mengurangi kekhusyu’an. 

Al-Bukhari meriwayatkan bahwa Aisyah radhiyallahu ‘anha bertanya kepada Rasulullah ﷺ tentang menoleh dalam salat, beliau menjawab, “la merupakan perampasan yang dilakukan oleh setan terhadap salat seorang hamba.”

Al-Tirmizi meriwayatkan hadis Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu dari Rasulullah ﷺ, beliau berkata, “Waspadalah! jangan menoleh dalam salat, karena akan merusak salat.”

Menurut jumhur ulama, kemakruhan menoleh tersebut jika tidak sampai membelakangi kiblat dengan seluruh dada atau lehernya. Jika hal itu terjadi, maka salatnya batal. Alasan kemakruhan menoleh dalam salat karena dapat mengurangi kekhusyu’an atau berpaling dari kiblat dengan sebagian badannya.

Menengadah ke Atas dan Memandang Sesuatu yang Dapat Membuyarkan Konsentrasi

Mengarahkan pandangan ke atas mengakibatkan terganggunya penglihatan. Muslim meriwayatkan sebuah hadis, “Sungguh hendaklah kaum yang mengarahkan pandangan ke atas dalam salat menghentikan perbuatannya, atau penglihatan mereka tidak akan dikembalikan.” 

Al-Bukhari meriwayatkan hadis, “Hendaklah mereka menghentikan perbuatan terebut atau penglihatan mereka akan terganggu.” Memandang sesuatu yang bisa menyibukkan merupakan pengalihan dari salat dan kekhusyu’an.

Memegang Rambut, Pakaian, atau Sejenisnya dan Menempelkan Tangan ke Mulut tanpa Ada Keperluan

Hal ini berdasarkan hadis riwayat al-Bukhari dan Muslim, “Aku diperintahkan untuk bersujud dengan tujuh anggota, tidak boleh memegang pakaian tidak pula rambut.” Hadis ini merupakan perintah agar tidak memegang pakaian dan rambut saat bersujud. Artinya, larangan tersebut berlaku ketika sujud. 

Apabila tindakan itu dilakukan karena ada keperluan, seperti menutup mulut dengan baju saat menguap, hal itu diperbolehkan, bahkan dianjurkan. Rasulullah ﷺ bersabda, “Apabila seorang dari kalian menguap padahal dia sedang salat, maka tahanlah semampunya. Sebab ketika kalian menguap, setan menertawakannya,” (HR. Muslim). Cara menahannya yaitu dengan mengingat bahwa para nabi tidak pernah menguap. Dalam al-Majmu’, al-Nawawi menjelaskan bahwa menguap bebas tanpa menahannya juga dimakruhkan di luar salat.

Selain itu juga dimakruhkan meniup, karena mengindikasikan ketidakseriusan dalam salat, dan menyapu sesuatu di lantai dan sebagainya saat bersujud. Abu Dawud meriwayatkan hadis dengan sanad yang memenuhi standar persyaratan al-Bukhari dan Muslim, “Jangan menyapu kerikil ketika kamu salat. Jika terpaksa, lakukanlah satu kali untuk meratakan kerikil.” Perbuatan ini juga tidak mencerminkan sikap khusyu’ dan rendah hati. Demikian pula dimakruhkan menguraikan rambut di bawah ‘imamah, atau menggeraikan lengan baju ketika salat.

Membersihkan Debu dari Kening dan Menguap

Hal makruh selanjutnya adalah membersihkan debu dari kening dan menguap. Akan tetapi, bila dia tidak tahan lagi untuk menguap, tutuplah mulutnya dengan tangan.

Berdiri di Atas Satu Kaki, Memajukan, dan Mempertemukan dengan Kaki Satunya

Hal tersebut makruh di lakukan dalam shalat karena itu menyulitkan diri yang dapat membuyarkan kekhusyu’an, kecuali ada uzur seperti sakit kaki, maka hal itu tidak dimakruhkan.

Menundukkan Kepala Terlalu Rendah dari Punggung ketika Ruku’

Hal ini dimakruhkan karena berlawanan dengan sunah Nabi ﷺ. Posisi kepala beliau ﷺ ketika ruku’ tidak terlalu menunduk dan tidak terlalu menengadah.

Selain itu, dimakruhkan berkacak pinggang ketika salat kecuali dalam kondisi darurat atau ada keperluan, sebagaimana disebutkan dalam hadis riwayat al-Bukhari dan Muslim. Dalam riwayat Ibnu Hibban disebutkan, “Berkacak pinggang dalam salat adalah istirahatnya ahli neraka.”  Penduduk neraka itu Yahudi dan Nasrani. Al-Bukhari meriwayatkan hadis dari Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwa berkacak pinggang merupakan kebiasaan orang Yahudi saat sembahyang. Ia perbuatan orang-orang kafir. Demikianlah alasan pelarangan berkacak pinggang.

Mengambil posisi istirahat, merenggangkan jemari, dan menyilangkan jemari ketika salat hukumnya makruh, karena hal itu menandakan tidak serius. Juga dimakruhkan mengusap muka dari debu atau sejenisnya, baik saat salat maupun setelah salat.

Meludah di Masjid atau di Tempat Lain ke Arah Depan atau Arah Kanan

Sebaiknya meludah di saat salat atau di luar salat ke arah kiri, pada pakaian, atau di bawah telapak kaki kirinya. Sebab secara mutlak dilarang meludah ke arah kanan dan ke depan. Ketika di luar salat dan tidak di masjid meludahlah ke arah kiri, jika itu memungkinkan, bila tidak, meludahlah ke bawah telapak kaki kiri.

Haram meludah di masjid jika mengenai bagian masjid, berdasarkan hadis sahih yang menyebutkan bahwa perbuatan itu tidak benar. Sebagai tebusan pelakunya harus mengubur ludah tersebut. Artinya, meludah di masjid dapat mencederai kehormatan masjid.

Dalil kemakruhan meludah ketika salat yaitu hadis riwayat al- Bukhari dan Muslim, “Jika seorang dari kalian sedang salat, sebenarnya dia sedang bermunajat kepada Rabbnya, maka janganlah meludah ke depan atau ke kanannya.” Al-Bukhari menambahkan, “Karena di arah kanannya ada malaikat. Akan tetapi meludahlah ke arah kiri atau ke bawah telapak kakinya.”

Melaksanakan Shalat sambil Menahan Buang Air, atau Buang Angin, atau Menahan Keinginan untuk Makan atau Minum

Hal makruh selanjutnya adalah melaksanakan shalat sambil menahan buang air, atau buang angin, atau menahan keinginan untuk makan atau minum jika waktu shalat masih panjang, meskipun tertinggal shalat jamaah

Karenanya, dianjurkan untuk memenuhi semua hajat itu jika waktu salat masih panjang, dan mencari sesuatu yang mengobati rasa lapar dan hausnya sesuai kebutuhan. Rasulullah saw bersabda, “Tidak ada salat (yang sempurna) di hadapan makanan atau salat sambil menahan buang air besar dan kencing,” (HR. Muslim). Dalam hal ini, minuman sama seperti makanan. 

Hukum melaksanakan salat ketika ingin makan di saat bahan makanan tidak ada-jika diharapkan datangnya makanan dalam waktu dekat sama seperti salat saat makanan tersedia. Demikian halnya salat di depan makanan, karena menyebabkan keinginan untuk makan.

Melaksanakan Shalat di Pasar, Kamar Mandi, Jalan, Tempat Pemotongan Hewan dan Tempat Peribadahan Non Muslim

Dimakruhkan melaksanakan shalat di pasar, tempat terbuka (lapangan) yang berada di luar masjid, kamar mandi, jalan, tempat pemotongan hewan, gereja, kuil, dan juga seluruh tempat peribadahan non muslim, di penangkaran unta meskipun suci, kuburan suci yang belum dibongkar dan di atap Ka’bah.

Ada banyak hadis sahih yang menjelaskan larangan di atas. Salah satunya hadis sahih riwayat Ibnu Hibban, “Seluruh bagian bumi adalah tempat bersujud, selain kuburan dan tempat buang air.” Karena ia tempat setan yang akan mengganggu kekhusyu’an dengan sangat kuat. Selain itu juga terdapat larangan salat di tengah jalan.

Rasulullah ﷺ bersabda, “Salatlah kalian di kandang kambing (al-marabidh), jangan salat di tempat menderum unta (al-a’than) karena itu terbuat dari setan.”  Di tempat itu banyak godaan setan yang menggangu kekhusyu’an. Kita tidak dimakruhkan salat di kandang kambing. Kandang unta (a’than) di sini mencakup tempat bernaungnya, tempat menambatnya, dan sebagainya. Kadang Sapi hukumnya sama seperti kandang unta. Namun tidak sah salat di tempat hewan ternak secara mutlak yang terkena najis tanpa ada penghalang. Jika menggunakan penghalang seperti sajadah, hukumnya sah tapi makruh.

Al-Tirmizi meriwayatkan bahwa Rasulullah ﷺ melarang salat di tujuh tempat, yaitu: tempat kotoran binatang, tempat pemotongan hewan, kuburan, jalanan, tempat buang air, kandang unta, dan di atap Baitullah. Alasannya, tempat-tempat itu kotor dan bagian bawahnya ternajisi oleh kotoran, nanah, dan sebagainya. Sedangkan kemakruhan salat di atap Baitullah karena dapat merusak kehormatan Baitullah.

Tidak sah salat di kuburan yang tanahnya sudah dibongkar jika tidak menggunakan penghalang, dan makruh bila ada penghalang.

Tidak Membaca Surah pada Dua Rakaat Pertama

Hal ini makruh karena para ulama berbeda pendapat mengenai kewajibannya, dan membaca surah pada dua rakaat terakhir (rakaat ketiga dan keempat). Ibnu Hajar berpendapat, pendapat ini lemah. Pendapat yang mu’tamad menyebutkan membaca surah pada dua rakaat terakhir tidak khilaful aula (menyalahi keutamaan), bahkan tidak menyalahi sunah. Hanya saja membaca surah pada dua rakaat terakhir bukan sunah. Ibnu Hajar membedakan antara amalan yang bukan sunah dan amalan yang menyalahi sunah, bid’ah munkarah.

Lain halnya dengan makmum masbuq yang tertinggal dua rakaat, dia membaca surah setelah al-Fatihah pada rakaat ketiga dan keempat imam, karena rakaat tersebut terhitung rakaat pertama dan kedua baginya. Jika tidak memungkinkan membaca surah pada rakaat pertama dan kedua maka bacalah pada dua rakaat terakhir agar salat tidak kosong dari bacaan al- Qur’an. Jika hanya tertinggal satu rakaat, hendaklah dia membaca surah pada rakaat kedua dan ketiga.

Dimakruhkan Shalat dengan Posisi Bersandar pada Sesuatu yang Bila Sandaran itu Tidak ada Maka Dia akan Jatuh 

Kasus ini misalnya ketika hendak berdiri dari posisi duduk. Apabila bersandar ketika duduk, hingga kedua telapak kakinya terangkat, maka salatnya batal.

Duduk Istirahat Terlalu Lama yang Melebihi Kadar Minimal Lamanya Duduk di Antara Dua Sujud

Dimakruhkan memperlama tasyahud awal dan doa tasyahud, karena semestinya tasyahud awal dilakukan secara ringan. Tidak berdoa dalam tasyahud akhir juga termasuk kemakruhan salat, karena ulama berbeda pendapat mengenai kewajiban doa di posisi duduk tasyahud akhir.

Bersamaan dengan Gerakan atau Bacaan Imam 

Hukumnya makruh karena ulama berbeda pendapat tentang keabsahan salatnya dan sudah semestinya makmum mengikuti gerakan imam.

Mengeraskan Suara dalam Shalat Sirriyah, Begitu Juga Sebaliknya 

Makmum dimakruhkan mengeraskan suara di belakang imam, karena menyalahi sunah Nabi. Bahkan haram hukumnya mengeraskan suara ketika salat atau di luar salat, jika mengganggu orang lain, baik orang yang sedang salat, tidur, atau orang yang membaca al-Quran.

Memakai Baju Bergambar atau Sesuatu yang Dapat Membuyarkan Kekhusyu’an Shalat, seperti Baju Bertulisan

Diceritakan bahwa Rasulullah ﷺ salat mengenakan baju bermotif, begitu selesai salat beliau berkata, “Baju ini menggangguku.”

Laki-laki dimakruhkan salat mengenakan cadar, dan perempuan dimakruhkan salat memakai tutup muka, karena yang pertama memang dilarang, sedangkan kasus kedua diqiyaskan pada yang pertama.

Dimakruhkan salat dalam keadaan sangat mengantuk, karena dalam kondisi seperti itu dia tidak akan khusyu’. Dia lebih baik tidur dulu asalkan waktu salat masih panjang dan yakin bangun serta bisa mengerjakan salat dengan sempurna. Namun jika waktu salat yang tersisa sudah sempit, maka haram tidur sebelum salat.