Ilustrasi dajjal-dajjal kecil

Taat Pribadi, nama ini menjadi topik hangat yang diperbincangkan banyak orang belakangan ini. ‘Kemampuannya’ yang katanya mampu menggandakan uang menjadi pembicaraan khalayak. Apalagi muncul orang-orang yang membenarkannya dan menganggap bahwa kemampuan itu merupakan “karamah” dari seorang wali Allah.

“Karamah Wali Allah”, kalimat ini menjadi alasan bagi para pengikutnya. Akhirnya, mereka sangat mudah menyerahkan harta-harta mereka padanya, dengan harapan bahwa harta itu akan kembali berkali-kali lipat jumlahnya.

Hakikatnya kasus ini merupakan contoh munculnya dajjal-dajjal kecil pendusta yang telah dikabarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam akan kemunculannya, dimana beliau bersabda:

لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يُبْعَثَ دَجَّالُونَ كَذَّابُونَ قَرِيبٌ مِنْ ثَلاَثِينَ كُلُّهُمْ يَزْعُمُ أَنَّهُ رَسُولُ اللَّهِ

“Kiamat tidak akan terjadi hingga para dajjal pendusta muncul, jumlah mereka hampir mendekati 30 dan semuanya mengaku sebagai Rasul Allah.” (HR. Bukhari)

Oleh karena itu, Iblis dan bala tentaranya menggunakan pakaian-pakaian Islami untuk menipu manusia agar menjadi pengikut mereka, salah satunya dengan munculnya para pendusta yang mengaku sebagai wali Allah yang memiliki karamah. 

Imam Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan bahwa 30 orang yang disebutkan dalam hadits ini semuanya mengaku sebagai Nabi, sedangkan dajjal-dajjal lain yang jumlahnya lebih dari itu tidak mengaku sebagai Nabi melainkan hanya sebagai pendusta yang mengajak pada kesesatan. (Fathul Bari: 13/87).

Wali Allah atau Wali Setan?

Dengan penampilan layaknya seorang yang saleh, para wali setan kerap kali menipu masyarakat. Dajjal-dajjal kecil itu sangat memahami bahwa melalui penampilan seperti itulah mereka dapat mengelabui manusia. Dangkalnya pemahaman masyarakat terhadap akidah yang benar juga semakin memudahkan mereka disesatkan. Tanpa sadar mereka jatuh dalam kesyirikan yang menyebabkan mereka keluar dari Islam tanpa mereka ketahui.

Mengenai Wali Allah, Allah Azza wa Jalla telah menjelaskan dalam ayat-Nya perihal mereka, dimana Allah Azza wa Jalla berfirman:

أَلا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ (٦٢) الَّذِينَ آمَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ (٦٣)

“Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa.” (QS. Yunus: 62-63)

Imam Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, “Allah Azza wa Jalla menjelaskan bahwa wali-wali-Nya adalah orang-orang yang beriman dan bertakwa, sebagaimana yang Allah jelaskan, maka setiap orang yang beriman dan bertakwa maka dia adalah wali Allah.” (Tafsir Ibnu Katsir: 2/382)

Imam asy-Syaukani rahimahullah berkata, “Mereka adalah orang-orang beriman yang ikhlas, mereka mendekatkan diri mereka kepada Allah dengan ketaatannya dan menjauhkan diri dari kemaksiatan kepada-Nya, sebagaimana yang Allah jelaskan dalam ayat-Nya.” (Fathul Qadir: 632)

Maka dari itu, orang-orang yang tidak menghiasi dirinya dengan sifat takwa dan keimanan, maka mereka bukanlah wali Allah melainkan seorang wali setan.

Imam al-Qadhi Ibnu Abi al-Izz rahimahullah berkata, “Siapa saja yang tidak membenarkan perkara yang dibawa oleh Nabi, tidak taat pada perintahnya baik perkara yang batin maupun zhahir, maka dia bukanlah seorang mukmin, lebih-lebih lagi dianggap sebagai wali Allah. Walaupun engkau melihatnya dapat terbang di udara, berjalan di atas air, dapat menghilang, dapat mengeluarkan emas dari kantongnya, atau dapat melakukan sesuatu diluar kemampuan manusia pada umumnya. Sesungguhnya tidaklah seseorang meninggalkan sesuatu yang diperintahkannya dan justru melakukan apa yang dilarang olehnya melainkan dia adalah diantara pengikut setan.” (Syarah Aqidah Thahawiyah: 2/772)

Syaikh Muhammad Ibnu Shalih al-Utaimin rahimahullah berkata, “Tidak semua orang yang mengaku sebagai seorang wali maka serta merta ia dianggap sebagai seorang wali Allah. Sebab jika hal itu menjadi ukurannya maka semua orang akan mengaku sebagai wali, Yang menjadi ukuran dalam hal ini adalah amalannya. Jika amalannya dibangun atas keimanan dan ketakwaan maka dia adalah seorang wali. Jika tidak, maka dia bukan seorang wali Allah. Dan pengakuan diri sebagai seorang wali Allah merupakan bentuk penyucian diri sendiri yang menafikan sifat takwa, karena Allah azza wajalla berfirman, “Janganlah engkau menganggap suci dirimu sendiri.” (Syarh Ushul as-Sunnah: 103)

Apa Itu Karamah?

Karamah sifatnya hampir serupa dengan mu’jizat, para ulama menyebutkan bahwa karamah adalah untuk orang yang shalih sedangkan mu’jizat untuk seorang Nabi.

Syaikh Abdurrahman Ibn Hasan Alu Syaikh rahimahullah berkata, “Karamah adalah sesuatu yang datang dari Allah, dengannya Allah memulikan para wali-Nya. Tidak ada unsur kesengajaan dari mereka saat proses terjadinya serta tidak untuk menantang orang lain, tidak ada kemampuan pada mereka untuk melakukannya dan juga tidak memiliki ilmu akan pengamalannya.” (Fathul Majid: 145)

Jadi karamah adalah sesuatu yang terjadi begitu saja. Ini bukanlah ilmu khusus yang berkaitan dengan keghaiban sebab yang mengetahui perkara ghaib hanyalah Allah azza wajalla. Allah berfirman:

Katakanlah (wahai Muhammad) aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku seorang malaikat. Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku” (QS. Al-An’am: 50)

Sehingga jika ada orang yang mengaku memiliki ilmu mampu melakukan sesuatu di luar kemampuan manusia pada umumnya seperti menggandakan uang dan sebagainya, maka dia telah kafir, sebab itu hanyalah sifat Sang Pencipta dan pengakunya mengingkari ayat tersebut. 

Wallahu a’lam.

Oleh: Ustadz Abu Ukasyah Wahyu al-Munawy