Artikel ini membahas Q&A terkait hukum shalat tanpa sutrah atau pembatas saat shalat. Adapun pertanyaannya adalah sebagai berikut!
Pertanyaan:
Assalamualaikum, Saya ingin bertanya perihal shalat. Apakah hukum shalat tanpa sutrah? Misalnya shalat dengan status masbuk pada shaf kedua tanpa ada sutrah di depannya. Apakah kita harus melangkah ke shaf pertama jika imam sudah salam? Bagaimana statusnya dengan shalat sendiri dengan posisi yang sama? Mohon penjelasannya berhubung massih ragu menentukan sikap.
Jawaban:
Waalaikum salam warahmatullah wabarakatuh,
1. Sutrah adalah pembatas yang digunakan oleh orang yang shalat sendirian atau pada saat menjadi imam agar tidak ada yang melewati di depannya ketika dia sementara shalat. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
لا تُصَلِّ إلَّا إِلى سُتْرَةٍ، وَلا تَدَعْ أَحَداً يَمُرُّ بَيْنَ يَدَيْكَ
“Jangan kamu shalat kecuali menghadap sutrah dan jangan kamu biarkan seseorang lewat di depanmu…” (HR. Muslim dari Ibnu Umar radhiyallahu anhuma)
Dalam hadits yang lain beliau bersabda:
إذَا صَلّى أَحَدُكُمْ فَلْيُصَلِّ إِلى سُتْرَةٍ، وَلْيَدْنُ مِنْهَا، وَلَا يَدَعْ أَحَداً يَمُرُّ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا
“Jika seorang diantara kalian shalat maka hendaknya dia shalat menghadap sutrah dan mendekat ke sutrah tersebut serta jangan dia membiarkan seseorang melewati antara dia dengan sutrahnya…” (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah dari Abu Said Al Khudri radhiyallahu anhu)
Para ulama bersepakat tentang disyariatkannya penggunaan sutrah untuk shalat namun mereka berbeda pendapat apakah wajib atau sunnah.
Mayoritas ulama fikih mengatakan sunnah dan sebagian ulama menganggapnya sebagai suatu kewajiban sebagaimana yang difahami dari penjelasan Ibnu Hazm, Syaukani dan Albani rahimahumullahu jamian.
Karena itu berkaitan dengan pertanyaan pertama apa hukum shalat tanpa sutrah maka jawabannya shalatnya sah namun dikatakan minimal dia telah menyelisihi yang afdhal
2. Berkaitan dengan masbuq yang mau menyempurnakan shalatnya namun tidak ada sutrah di depannya apakah boleh dia melangkah untuk mendapatkan sutrah?. Hal ini juga diikhtilafkan oleh para ulama kita. Mayoritas ulama memandang tidak perlu dan ada juga sebagian ulama yang membolehkan dengan syarat tidak terlalu banyak gerakan yang dilakukan untuk mendapatkan sutrah tersebut.
Imam Malik mengatakan, “Tidak mengapa bagi masbuq yang menyempurnakan shalatnya setelah imam salam untuk mendekat ke tiang-tiang masjid yang ada di depannya atau kanan dan kirinya atau mundur ke belakang sedikit untuk menghadap sutrah kalau jarak dekatnya namun jika dia tidak mendapati sutrah yang dekat maka cukup dia tetap shalat di tempatnya” (Al Jami’ Li Masaail Al Mudawwanah 2/698)
Syaikh Ibnu Baz rahimahullah pernah ditanya, “Aku melihat sebagian pemuda kalau imam telah selesai salam dan dia masih mau menyempurnakan shalatnya beberapa rakaat maka dia melangkah beberapa langkah ke depan agar dia mampu mencegah orang-orang yang mau lewat di depan orang-orang yang masih shalat, apakah perbuatannya ini benar dan apakah langkah-langkahnya itu tidak membatalkan shalatnya?”.
Maka beliau rahimahullah menjawab, “Hal itu tidak mengapa insya Allah, langkah-langkah yang tidak banyak pada saat shalat demi mencegah orang-orang lewat tidak mengapa insya Allah jika masih ada sisa shalat yang akan diselesaikannya. Namun demikian jika dia tetap di tempat shalatnya yang semula maka alhamdulillah itu yang lebih utama”
lihat https://www.binbaz.org.sa/noor/5557
Syaikh Utsaimin rahimahullah juga pernah ditanya, “Kadang makmum ketinggalan satu atau dua rakaat lalu ketika imam salam maka makmum tersebut mendapati sutrah cukup jauh sekitar dua atau tiga langkah, apakah boleh baginya melangkah ke depan untuk mendapatkan sutrah tersebut?”.
Beliau menjawab, “Yang nampak bagi saya dari perbuatan para sahabat radhiyallahu anhum bahwa masbuq tidak (disyariatkan) membuat sutrah dan dia menyempurnakan shalatnya tanpa sutrah” (Liqo al Bab al Maftuh 30/232)
3. Adapun bagi yang shalat sendiri maka sebelum shalat hendaknya mendekat ke tembok atau dinding atau sesuatu yang tinggi dan menjadikannya sebagai sutrah, berdasarkan hadits-hadits yang telah disebutkan sebelumnya dan juga praktek yang dicontohkan oleh para sahabat.
Anas bin Malik radhiyallahu anhu menceritakan, “Aku telah melihat para sahabat nabi shallallahu alaihi wasallam bersegera ke tiang-tiang masjid untuk melaksanakan shalat sunnah sebelum Maghrib” (HR. Bukhari).
Nafi’ mengatakan bahwa Ibnu Umar radhiyallahu anhuma selalu shalat menghadap sutrah dan jika beliau tidak mendapat lagi tiang-tiang masjid yang kosong maka beliau berkata ke Nafi’ palingkan tubuhmu untuk aku jadikan punggungmu sebagai sutrah” (Riwayat Abdurrazzaq dan Ibnu Abi Syaibah).
Dalam Mushannaf Ibn Abi Syaibah juga disebutkan bahwa Salamah bin Akwa’ radhiyallahu anhu jika sementara berada di gurun lalu beliau ingin shalat maka beliau menegakkan beberapa batu untuk beliau jadikan sutrah dan shalat menghadapnya.
Wallohul Muwaffiq
Demikianlah artikel tentang hukum shalat tanpa sutrah ini. Anda juga dapat membaca konsultasi syariah lainnya.
Dijawab oleh Dr. Ustadz Muhammad Yusran Anshar, Lc., MA. (Ketua Dewan Syariah Wahdah Islamiyah)