BANGKITKAN KEARIFAN LOKAL, MARI SEJAHTERAKAN PARA DHUAFA PENENUN KAIN SUTRA
Wanita tangguh ini bernama Indo Ajeng, warga Kecamatan Sabbangparu, Desa Benteng Lompo yang berprofesi sebagai buruh upahan tukang tenun kain sutra.
Menengok tiang rumahnya, tampak sudah tampak lapuk akibat sering terkena banjir setiap tahun. Beberapa bagian dinding rumahnya juga sudah mulai bolong.
Kolong rumah panggungnya itu dimanfaatkan sebagai tempat untuk menyimpan alat tenunnya (tenun bola-bola).
Meski pun penghasilan dari menenun kain sutra ini pas-pasan, ia tetap melanjutkan pekerjaannya tersebut.
Harga Kain Sutra yang ditenun diupah senilai 7 ribu rupiah saja. Sepengakuan dari Indo Ajeng dan beberapa penduduk sekitar, untuk seharinya kain tenun yang dihasilkan paling banyak hanya 2 meter saja. Ini berarti dalam seharinya maksimal Indo Ajeng hanya mampu mendapat upah paling banyak 14 ribu rupiah.
Profesi sebagai buruh upahan, tukang tenun Kain Sutra menjadi semakin kurang diminati karena hasil yang didapatkan jauh dari kata cukup.
Indo Ajeng mengaku tak memiliki pilihan selain tetap melanjutkan pekerjaannya kerena tidak memiliki modal untuk membeli benang sendiri atau untuk membuka usaha sendiri.[]