Ilustrasi terapi keikhlasan

Satu hal yang sangat mudah diucapkan tetapi sulit diimplementasikan dalam hidup adalah ikhlas. Ikhlas bukan merupakan pekerjaan fisik dan bisa dilihat serta dinilai oleh orang lain secara langsung. Keikhlasan hati seseorang hanya dapat diketahui sepenuhnya oleh diri pribadi dan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Yusuf bin Husain Ar Razi berkata, ”Sesuatu yang paling sulit di dunia adalah ikhlas. Aku sudah bersungguh-sungguh untuk menghilangkan riya’ dari hatiku, seolah-olah timbul riya dengan warna lain.”

Banyak definisi ikhlas yang diungkapkan oleh ulama. Dari semua pendapat dapat disimpulkan bahwa Ikhlas adalah satu kondisi hati yang telah mencapai satu titik dimana dalam hati tersebut sudah tidak ada lagi pengharapan selain kepada mengharap ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dimana ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala merupakan satu pengharapan yang tertinggi dalam hidup seorang muslim.

Di dalam al-Quran, Allah memuji orang-orang yang ikhlas. Mereka tidak menghendaki dari amalnya tersebut, kecuali wajah Allah dan keridhaan-Nya. Tidak terpengaruh dengan apa-apa yang berada dibalik keridhaan dan pujian manusia. Mereka adalah orang-orang yang berbuat kebajikan, menolong orang lain dan memberi makan karena mengharap wajah Allah. Mereka tidak mengharapkan balasan dan ucapan terima kasih dari seorang pun. 

“Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya karena mencari keridhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka hujan gerimis (pun memadai). Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu perbuat.” (QS. Al-Baqarah: 265)

Obsesi Akhirat

Keikhlasan hanya bisa lahir dari hati yang selalu khusyu’ dan menjadikan akhirat sebagai obsesi hidupnya. Segala kesenangan hawa nafsu serta ketamakan terhadap dunia dan segala perhiasannya harus dipupus untuk bisa memudahkan meraih makna keikhlasan. 

Banyak orang yang telah bersusah payah, mengorbankan banyak hal baik materi, tenaga maupun pikiran untuk beramal, menyangka telah melakukannya dengan keikhlasan karena Allah Subhanahu wa Ta’ala. Padahal sesungguhnya ia telah tertipu. Adapun orang-orang yang lalai dari keikhlasan, kelak pada hari kiamat, mereka akan mendapati kebaikan-kebaikan mereka telah berubah menjadi keburukan. Merekalah yang dimaksudkan oleh firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وَبَدَا لَهُم مِّنَ اللهِ مَالَمْ يَكُونُوا يَحْتَسِبُونَ وَبَدَا لَهُمْ سَيِّئَاتُ مَاكَسَبُوا وَحَاقَ بِهِم مَّاكَانُوا بِهِ يَسْتَهْزِءُونَ

“Dan (pada hari kiamat) jelaslah bagi mereka dari Allah apa-apa yang belum pernah mereka perkirakan. Dan jelaslah bagi mereka keburukan dari apa-apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Az-Zumar: 47-48)

قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِاْلأَخْسَرِينَ أَعْمَالاً الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيَهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا

“Katakanlah, “Maukah kalian kami kabari tentang orang yang paling merugi amalan mereka? Yaitu orang-orang yang telah sia-sia usaha mereka di dunia, sedangkan mereka menyangka telah mengerjakannya dengan sebaik-baiknya” (QS. Al-Kahfi: 103).

Melatih Keikhlasan

Keikhlasan kadang butuh latihan. Kita bisa melatihnya dengan sebuah amalan. Misalnya dengan sedekah. Iya melatih keikhlasan dengan sedekah. Sedekah mengajarkan kita untuk bisa ikhlas melepaskan sesuatu yang dimiliki. Mulailah bersedekah dengan sesuatu yang nilainya kecil, rasa ikhlas pun hadir walaupun dengan kapasitas yang kecil pula.

Makin besar nilai sedekah yang kita berikan, makin besar pula tantangan untuk ikhlas itu datang. Tidak perlu langsung bersedekah dengan nilai yang besar. Namun lakukan dengan cara berulang-ulang dan konsisten. Maka yang awalnya ikhlas itu terasa berat, karena sudah terbiasa, maka ikhlas bukanlah sesuatu yang sulit lagi. 

Itu adalah teori praktis, namun ada hal paling perlu untuk kita ketahui untuk melatih keikhlasan, diantaranya:

Pertama:  Hendaklah tiap amalan yang dilakukan semata-mata mengharap ridha Allah. Hilangkanlah perasaan bahwa kita telah ikhlas melaksanakan suatu amalan karena hal ini dapat menjatuhkan kadar keikhlasan kita dihadapan Allah Subhanallah wa Ta’ala.

Kedua: Setiap aktivitas harus sesuai dengan tuntunan syariat. Hal ini merupakan rel dalam beramal atau beribadah. Sejauh apapun kereta kita bergerak, kita tidak akan pernah sampai ke tujuan kita.

Ketiga: Senantiasa bermuhasabah (mengevaluasi diri). Apakah amalan-amalan yang dilakukan semata-mata hanya mengharapkan ridha-Nya atau masih menempel kepentingan-kepentingan lain yang menodai keikhlasan kita. 

Keempat: Senantiasa waspada terhadap tipu daya setan yang senantiasa menjuruskan kita kepada sifat riya. Kita harus menyadari bahwa setiap ikhtihar yang kita lakukan dalam menggapai keikhlasan, setan tidak akan tinggal diam. Perbaharui niat dalam segala hal semata-mata untuk meraih ridha-Nya. Mohonlah perlindungan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala agar dijauhkan dari godaan setan.

Kelima: Bertemanlah dengan orang-orang yang ikhlas dan mengikuti cara hidup mereka serta giat menuntut ilmu Islam.

Keenam: Perbanyaklah berdoa kepada Allah agar kita termasuk dalam golongan orang-orang yang ikhlas.

Mari senantiasa mentarbiyah diri kita untuk menggapai darajat mukhlis.[*]