Kenangan di Wahdah Islamiyah
Oleh Ustadz Harman Tajang, lc., M.H.I.

LAZISWahdah.com – “Seorang mukmin adalah cerminan bagi saudaranya yang lain”, begitulah perkataan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, banyak orang disekeliling kita, saudara dan teman-teman kita, ada yang berprilaku mulia yang patut untuk dicontoh, adapula sebaliknya yang patut untuk dihindari agar tidak berprilaku buruk sepertinya, adapun tokoh kita kali ini bagi saya pribadi adalah contoh mulia yang banyak hal saya iri padanya (inilah yang disebut Ghibthah/iri yang terpuji), walau tentu kesempurnaan hanyalah milik Allah… Dengarkan kisahnya…!

Jika melihat sepintas beliau mirip tokoh legendaris dan fenomenal ‘Sayyid Qutbh -rahimahullah-, yaah… Itu kesan pertama yang terlintas dibenak saya sejak pertama kali melihatnya, mungkin antum tanya dari sisi mana kemiripannya? Jawabannya dari banyak sisi ; keteduhan pandangan, kearifan, semangat dan kezuhudannya, dan sebenarnya yang paling mirip adalah… Teng…teng, kepala plontos beliau, sangat mirip Sang Sayyid, seperti kepala para guru besar bergelar ‘Prof’, karenanya diantara panggilan kesayangan saya pada beliau adalah ‘Prof’… Walau sedikit pun beliau gak pernah dapat tunjangan ‘guru besar’ dari pemerintah namun, saya berani ‘bertaruh’ (jangan salah faham yah..) bahwa keilmuannya mirip-mirip bahkan melebihi guru besar dan juga beliau sangat setia dengan NKRI dan senantiasa ikut berperan serta untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial,.. (Kok nyasar yah)..

Sebenarnya, pandangan pertama, saya sih gak terlalu terkesan, apalagi jatuh cinta (sebagaimana kata orang : “pandangan pertama begitu menggoda, selanjutnya terserah anda…”) karena sebagaimana yang pernah saya paparkan saya termasuk anti jenggot dan celana cingkrang, dan beliau sudah begitu modelnya waktu sama-sama ikut tes masuk Stiba di Wihdah, konon beliau sudah aktif ‘ngaji’ di Jawa (saya juga belum terlalu faham makna ngaji waktu itu, panggilan ‘akhi’, ‘antum’, ‘ikhwah’ saja masih asing bagi saya, kalo nyapa orang apalagi junior biasanya saya pake kata ‘you’, saya adopsi dari salah seorang trainer yang saya kagumi dulu di ‘IRM’, dan kesannya ‘keren’)..

Ana liat beliau pertama kali pada saat pengumuman kelulusan mahasiswa stiba, nggak tanggung-tanggung namanya bertengger diurutan pertama, maklum, materi tesnya sudah beliau kuasai, sebelum ditanya pun sudah bisa ngejawab, ditambah penampilannya yang meyakinkan, beda dengan saya. Waktu tes lisan (yang nguji saya ust. Ilham yang masih kuliah di Medinah dan lagi berlibur, ana gak nyangka dan baru tahu dikemudian hari, ternyata beliau seorang yang ilmunya sangat luas, jangan salahkan saya kalo berprasangka demikian kawan, sekarang saja beliau kandidat doktor namun, kalo dilihat ‘face’nya masih seperti alumni SMA yang baru lulus, mungkin itu efek senyum yang selalu menghias bibir beliau jadi jadinya awet, menurut penelitian; senyum bisa menghasilkan ‘endorfin’ yang mendorong munculnya rasa senang dan mengurangi stres, sehingga dapat mengurangi kerutan-kerutan yang muncul di wajah, dan akhirnya akan terlihat lebih muda, penguji kedua bernama ust. Hamdan -hafidzahullah-, sorotan mata Elang beliau namun berbalut kelembutan, itulah ciri khasnya, yang dikemudian hari beliau menjadi kepala asrama dan saya akhirnya akrab karena ‘ada misi terselubung’ yang biarlah saya sendiri dan beliau yang tahu, yang jelasnya dengan kedekatan saya dengan beliau minimal bisa aman sedikit ‘melanggar’ jika terlambat pulang dari kampung pada saat libur, apalagi jika ada oleh-oleh ‘jagung marning’ khas Bulukumba).

Waktu tes,.. Diantara interviuw ujian lisan ; “siapa ulama atau ust yang kamu kagumi”?, kalo Tokoh kita sang peringkat pertama ini jawabannya mantap, sesuai harapan bahkan penguji mungkin sudah menganggap lulus sebelum diumumkan, ujian hanya seremoni dan formalitas aja dan menjaga psikologi peserta lain, termasuk saya, dengan mantap beliau jawab : “Ulama yang saya kagumi Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah, Ibnul Qayyim, Imam Syafi’i dll”, penguji nanya lagi : “itu ulama dulu, kalo ulama sekarang siapa?”, beliau Jawab : “Syeikh Bin Baz, Syeikh Al-Utsaimin, Syeikh Al-Albany”. Itulah jawaban beliau… Mantap, top marketop, Masya Allah!

Adapun saya, ketika ditanya; “siapa ulama idola antum?”, ana jawab : “Zainuddin, MZ dan Rhoma Irama”. Penguji senyum mesem-mesem, penuh tanda tanya bagi saya waktu itu, apa yang salah? (jawaban saya jujur, kegiatan rutin di rumah kami sekeluarga di Bulukumba dulu adalah tongkrongin radio transistor bapak -rahimahullah- yang antenanya disambung kabel ke atap seng untuk dapat signal ‘RCA’ (Radio Cempaka Asri) yang tiap hari rutin putar ceramah Zainuddin MZ -rahimahullah- antara Maghrib dan Isya dan sandiwara ‘Putri Cadar Biru’ jelang Ashar yang gara-garanya terkadang bapak berang karena telat ke Mesjid, adapun Rhoma Irama memang idola saya, itu dulu, apalagi ada sedikit kesamaan getaran suara dengan Bang Haji, dakwah berbalut Nada, pernah ada orkes di kampung, seperti biasa para biduanitanya pakaian setengah telanjang, ghirah agama saya tergugah, gak terima mereka ber-jingkrat2 setengah telanjang seperti itu, saya langsung naik panggung ambil mic, saya masih kelas 2 SMA, sudah sering isi khutbah dan ceramah, semua penonton kaget, para pemain orkes diam, saya dengan berani dan lantang berkata : “Assalamu alaikum, kita ini adalah berada di desa muslim, jangan sampai kita terperangkap dengan tipu daya syaitan, segala yang kita lakukan akan dipertanggung jawabkan di hari kiamat.. Bla..bla”…

Setelah ceramah langsung masuk intro dan saya lanjutkan dengan : “Dulu aku suka padamu dulu aku memang suka.. Yayayaya, seebelum aku tahu kau dapat merusakkan diiriku…”, Lagu Mirasantika gubahan Bang Haji, alhamdulillah atas hidayah sunnah).

Singkat cerita, kami dipertemukan di kampus Stiba, bahkan saya tinggal sekamar dengan beliau, banyak kelebihannya, multi talenta masya Allah, suara adzannya mirip Ali Mullah, muadzin masjidil haram (kalo gak percaya, silahkan dengar kaset rukyah edisi jadul yang pertama, oh iya, kaset rukyah yang sempat booming itu juga ada kisahnya, nanti yah…), kalo beliau jadi Imam yang memang sering didaulat jadi Imam mirip Syekh Al-Mathrud, paling cepat hadir di kelas, juga paling cepat ke Mesjid (karena memang beliau yang pegang kuncinya), bhs. Arabnya sudah lumayan (saya pertama belajar nahwu kitab Al-Ajrumiyah dari beliau, walau cuma muqaddimahnya saja.. Heheheh), dan puncak karir beliau ketika diangkat menjadi ketua senat.., saya dibidang pengabdian masyarakat.

Tiga tahun kurang lebih kami bersama di Stiba, sekelas, seperjuangan, beliau selalu berada pada peringkat 1 (Mumtaz awwal), sulit kami lengserkan posisinya, paling banter nyundul aja tapi gak sampe membuat beliau terjungkal, kami berempat (saya, Akrama, Qaimuddin, Beliau) bersaing di kelas, ada lagi kelebihan beliau yang lain, sering ‘tidur’ atau ‘ngantuk’ di kelas, hampir seluruh Matkul, namun jika didadak pertanyaan oleh dosen, beliau langsung menjawab dengan tepat, matanya tertidur tapi hatinya terjaga (hahahah, walli kapang), pernah dosen kami tegur beliau di kelas : “hati2 akhi, nanti antum jatuh”, karena kebetulan beliau duduk dipinggir dekat jendela di lantai dua dan kepalanya udah condong ke jendela itu.

Dalam pertemanan terkadang ada kekeruhan, namun jika jujur dalam bersahabat maka, kesalahfahaman ibaratnya garam dalam sayur, semakin menambah kelezatan dan gurihnya, asal jangan berlebih, Pernah kami bersitegang, waktu ada acara kemah santri se-Kota Makassar, beliau sebagai ketua senat memberi saya amanah sebagai penanggung jawab acara, namun bertepatan ada tabligh akbar di Masjid ‘Nipa-Nipa’ dekat kampus oleh ust. Kholid Basalamah (oh ya, beliau dosen tafsir dan sirah kami dulu di Stiba), ana ikut hadir karena hampir semua mahasiswa kesana, santri terlantar, agenda berantakan, begitu pulang saya disidang ketua senat, muka beliau memerah, kentara jelas karena orangnya berkulit putih (saya juga dulu tapi berubah agak hitam karena cuaca panas di Sudan, heheh, tapi bener lo, anak-anak di Sudan aja kalo ana lewat mereka teriakin ‘shini….shini…shini….’, artinya ‘Cina lewat, cina lewat, cina lewat’, dan sesungguhnya persaksian anak sebelum usia baligh akurat karena masih diatas fitrah dan belum terkontaminasi dengan banyak noda dosa), namun, itu gak berlarut, prinsip beliau; kesalahan harus dipertanggung jawabkan dan dievaluasi tapi kedepan harus lebih diperbaiki dan ukhuwah diatas segalanya.

Melihat beliau selalu mengingatkan kami dengan para salaf walau belum pernah jumpa mereka, emosi beliau stabil, tegas tapi bijak dalam mengambil keputusan, ulet dan tekun dalam bekerja, ikhlas dalam berkhidmah (kami menilai dari yang dzahir walau bathinnya kembali pada Allah, wa laa nuzakky ‘alallahi Ahada), bayangkan kawan, semalaman pernah beliau gak tidur memikirkan visi misi dakwah (termasuk mungkin memikirkan calon pendamping yang akan bersama mencetak penerus dakwah beliau).

Tibalah waktunya kami berpisah, beliau sebenarnya sangat bercita-cita ke Medinah melanjutkan pendidikan namun, Allah berkehendak dan memiliki rencana lain buat beliau, sampai sekarang saya yang belajar diluar, begitu pula kolega akrab saya (Akrama) tidak pernah merasa melampaui beliau, dalam segala hal, mungkin ibarat Umar radhiallahu ‘anhu yang gak pernah mampu melampaui Abu Bakr As-Shiddiq radhiallahu ‘anhu walau telah berusaha sekuat tenaga, sampai sering saya dengar Ust. Zaitun bilang bahwa beliau anugerah terbesar buat lembaga perjuangan kita. Perpisahan itu sungguh mengharukan, tepatnya di Tahun 2004, masih teringat beliau , Akrama, Busman, Ust. Yani melepas saya di bandara untuk melanjutkan petualangan mencari jati diri di negeri 2 Nil, selama di Sudan saya dengar kiprah dakwahnya semakin cemerlang dan yang paling membahagiakan saya, sebuah berita gembira bahwa beliau telah menikah (betul kan kawan, beliau selalu menang satu langkah).

Sekarang beliau memegang amanah yang sangat strategis, ketua Departemen Dakwah DPP Wahdah Islamiyah, kalo dulu kami dalam satu ruang kelas, sekarang kami satu ruang dalam rapat pekanan (yang gak berubah kebiasan ngantuk beliau), beliau juga punya klinik yang berjudul ‘Qolbun Salim’, ini sisi lain keahlian beliau ; terapis, herbalis, psikologis, akupunturis, dan Ustadz. Klinik beliau di jalan Adhiaksa baru, penyakit-penyakit kronis Alhamdulillah banyak beliau tangani sembuh, ada juga terapi lintah, dikenyangkan dengan darah pasien kemudian lintahnya mati kekenyangan (gak tau siapa yang sadis), dokter-dokter ahli banyak konsul ke beliau… Jika ada pemirsa yang mau konsul dan berhubungan dengan beliau, bisa lewat kami (hehehe, jangan lupa royaltiNya tad ya).

Ini sekilas tentang beliau, sahabatku, guruku, partnerku, beliau bernama : Ust. SYAIBANI MUJIONO Hafidzahullah.

Semoga Allah senantiasa menjaga antum dan keluarga ust..

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *