Apakah kita harus mencari jejak pertama pada kegiatan daya khayal dalam masa anak anak? Maka temukanlah dalam pekerjaan yang paling disukai anak-anak dan paling digeluti anak-anak. Bermain!!! Karena setiap anak yang bermain berlaku seperti pengarang yang kreatif dan bahwa dia menciptakan dunia tersendiri, atau lebih tepat dia mengatur kembali hal dalam dirinya secara baru dan sesukanya. Dan pada proses inilah anda akan menemukan jejak pertama pada daya khayal mereka. (freud dalam Creative day dreaming)
Salah kalau kita mengira bahwa setiap saat anak- anak bermain, mereka tidak serius menghadapi dunianya. Sebaliknya, Mereka sangat serius dalam permainannya dan mereka mencurahkan banyak emosi di dalamnya. Tetapi meskipun tumpahan emosi mereka salurkan dalam dunia permainannya, anak-anak itu tetap dapat menghubungkan hal dan keadaan ciptaannya kepada apa yang jelas terlihat dan tersentuh di dunia nyata. Maka, permainan anak-anak ditentukan oleh keinginannya atau oleh satu keinginan yaitu keinginan untuk menjadi cepat besar dan dewasa. Dalam permainannnya dia meniru apa yang dia tahu tentang dunia orang dewasa. Demikian seperti yang diungkapkan oleh Sigmund Freud – Psikoanalisis dalam Creative day dreaming)
Maka, ketika media tradisional anak-anak tengah terancam yang kita khawatirkan bukan hanya termodifikasinya ruang publik demi keuntungan komersial semata tetapi juga pada dampak psikologisnya dan karena itu semua yang akan terancam adalah dunia imajinasi anak-anak itu sendiri. Sebuah ruang kehidupaan alami yang bisa menjadi tempat suburnya berbagai macam kreatifitas anak justu tengah tergerus teknologi.
Tapi anehnya seringkali justru atas nama kemajuan kita rela mengganti media tradisional anak-anak dengan kemajuan. Kita rela mengganti media tradisional anak-anak dengan media permainan dan dunia animasi yang gemerlap, aneka teknologi yang menyediakan games dan gadget seru pun menjadi konsumsi primer bagi mereka. Kita singkirkan dunia anak-anak yang alami dan kita ganti semua itu dengan dunia simbol sehingga anak-anak hidup dalam “pulau fantasi” yang semu hasil konstruksi teknologi digital. Parahnya lagi kita menyediakan semua itu agar anak bisa tenang/diam dan kitapun bisa tetap sibuk dengan urusan kita.
Apakah sebagai orang tua kita telah memberikan waktu bermain yang benar kepada anak kita? Yuk…kita periksa sama-sama..” Apakah anak kita saat bermain dengan gadget di waktu bermainnya, membuat ia…
Menjadi lebih kuat dan sehat?
Seorang dokter mata di Jakarta Eye Centre menyatakan bahwa belakangan ini banyak anak-anak yang menderita “lazy eyes” (kemampuan mata berfungsi dibawah 100%), hal ini disebabkan karena tidak terlatihnya mata untuk melihat dalam berbagai fokus yang berbeda-beda. Anak yang terbiasa bermain permainan konvensional dan outdoor, matanya akan terlatih akan berfungsi optimal dalam berbagai fokus baik jauh maupun dekat. Sedangkan anak yang terbiasa bermain di depan gadget (mis: i-pad, BB) atau menonton TV maka matanya tidak akan terlatih secara optimal karena mata lebih banyak digunakan untuk fokus tertentu saja. Belum lagi, kesukaan lain bagi anak yang senang bermain dengan gadget adalah berbagai ‘cemilan’ yang biasanya mengandung lemak jenuh, gula atau garam yang tinggi yang akan berujung dengan obesitas dan beragam penyakit.’
Semakin mampu berkomunikasi dengan lebih baik?
Anak yang terbiasa bermain dengan gadget bukannya semakin meningkat kemampuan berkomunikasi dengan orang lain, malah justru akan semakin memburuk dan cenderung anti sosial. Akhirnya mereka lebih mahir berkomunikasi dengan menggunakan gadget (sms, chatting, fb atau twitter) daripada berkomunikasi tatap muka dengan lawan bicaranya. Ini adalah bencana bagi masa depannya.
Dapat belajar menjadi ‘orang dewasa’?
Ya,… mereka akan banyak belajar menjadi ‘orang dewasa’, tapi sayangnya bukannya belajar untuk menghadapi masalah dan memecahkannya, bagaimana bersikap jujur dan tidak berbuat curang, mengikuti aturan. Melainkan belajar membenci, bagaimana melampiaskan nafsu, mengalahkan musuh, mempermalukan orang lain, mementingkan diri sendiri dan free-sex (semua nilai yang menurut ukuran dunia wajar diketahui dan dimiliki oleh orang yang sudah dewasa).
Maka untuk memiliki anak kreatif, orangtua juga harus kreatif. Orangtua harus paham, bahwa anak juga punya cara dalam melihat sesuatu termasuk saat menyelesaikan masalah yang dihadapinya, “Berawal dari imajinasi dalam sebuah permainan, si kecil melatih dirinya menjadi pribadi yang kreatif. Ketika anak kreatif, mudah saja baginya dalam memunculkan ide-ide segar. Kalau kebiasaan seperti ini terlatih sejak kecil, saat dewasa nanti anak Anda tumbuh menjadi pribadi kreatif yang lebih berani dan siap menjawab berbagai tantangan. ( ZA )
Sumber: Majalah SEDEKAH PLUS edisi 3 Tahun I 1435 H