Musibah merupakan sunnatullah dalam kehidupan. Ia merupakan bagian dari kehidupan manusia di dunia. Karena itu, tidak ada manusia yang dapat lepas darinya.
Musibah yang menimpa manusia tidak lepas dari dua sebab, bisa terjadi karena cinta Allah dan bisa juga terjadi karena murkaNya.
Musibah yang terjadi karena cinta-Nya terjadi pada para Nabi, hamba-hamba-Nya yang beriman, atau orang-orang yang ingin ditunjukkan padanya hidayah. Sedangkan musibah yang terjadi karena murkaNya, terjadi pada kaum durhaka yang telah melampaui batas, yang Allah ingin segerakan hukumannya.
Musibah yang datang kepada para Nabi, orang-orang beriman atau orang-orang yang hendak ditunjukkan padanya hidayah, merupakan cobaan yang maksudnya untuk menguji mereka, sehingga Allah bisa meninggikan derajat, memberikan pahala, menghapuskan dosa-dosa dan membedakan antara orang-orang yang bersabar dengan orang-orang kufur terhadap nikmatNya.
Sebab, walaupun Allah Azza wajalla merupakan Rabb yang Maha Mengetahui segalanya, tapi Dia tidak akan memberi ganjaran pahala atau hukuman terhadap perbuatan yang dilakukan hambaNya, kecuali hamba itu telah melakukan amalannya.
Olehnya Allah Azza wajalla berfirman:
وَلَنَبۡلُوَنَّكُم بِشَيۡءٖ مِّنَ ٱلۡخَوۡفِ وَٱلۡجُوعِ وَنَقۡصٖ مِّنَ ٱلۡأَمۡوَٰلِ وَٱلۡأَنفُسِ وَٱلثَّمَرَٰتِۗ وَبَشِّرِ ٱلصَّٰبِرِينَ
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar”. (QS. Al-Baqarah: 155)
Allah Azza wajalla juga berfiman:
وَلِيُمَحِّصَ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَيَمۡحَقَ ٱلۡكَٰفِرِينَ ١٤١ أَمۡ حَسِبۡتُمۡ أَن تَدۡخُلُواْ ٱلۡجَنَّةَ وَلَمَّا يَعۡلَمِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ جَٰهَدُواْ مِنكُمۡ وَيَعۡلَمَ ٱلصَّٰبِرِينَ ١٤٢
“Dan agar Allah membersihkan orang-orang yang beriman (dari dosa mereka) dan membinasakan orang-orang yang kafir. Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad diantaramu dan belum nyata orang-orang yang sabar”. (QS. Ali Imran: 141-142)
Musibah yang menimpa orang-orang yang hendak ditunjukkan padanya hidayah merupakan azab dari Allah. Hanya saja, itu merupakan azab kecil yang Allah maksudkan agar hamba-hambaNya segera kembali pada jalan yang benar dan bertobat padaNya. Hal ini berdasarkan firmanNya:
وَلَنُذِيقَنَّهُم مِّنَ ٱلۡعَذَابِ ٱلۡأَدۡنَىٰ دُونَ ٱلۡعَذَابِ ٱلۡأَكۡبَرِ لَعَلَّهُمۡ يَرۡجِعُونَ
“Dan Sesungguhnya Kami merasakan kepada mereka sebahagian azab yang dekat (di dunia) sebelum azab yang lebih besar (di akhirat), mudah-mudahan mereka kembali (ke jalan yang benar)”. (QS. Sajadah: 21)
Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata: “Allah Azza wajalla menimpakan azab yang kecil di dunia, baik berupa penyakit atau apa saja yang dengannya Dia menguji hamba-hambaNya, semata-mata agar mereka bertobat dan kembali kepadaNya”. (Tafsir Ibnu Katsir: 3/413)
Akan tetapi, jika dengan adanya azab kecil itu tidak membuat sang hamba kembali padaNya, maka ia membuka pintu yang akan mendatangkan azab yang lebih besar dari azab kecil itu.
Oleh karena itu, seorang hamba tidak boleh berburuk sangka pada musibah yang menimpanya, yang dapat membuatnya semakin ingkar padaNya. Sebab musibah itu hakikatnya merupakan wujud penegakkan hujjah keadilan Allah terhadap hamba-hambaNya.
Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah rahimahullah berkata: “Keadilan Allah dalam ujianNya terhadap hambaNya di antara tujuannya adalah sebagai wujud penegakkan hujjah kepada hambaNya agar ia mengetahui bahwa Allah memiliki hujjah yang nyata.
Olehnya, jika ia tertimpa oleh satu musibah yang ia benci, maka janganlah ia berkata, ‘Mengapa ini terjadi, dari mana musibah ini datang, dan atas dosa apa aku menanggungnya?’. Sebab, tidaklah suatu musibah menimpa seorang hamba, kecuali karena ulahnya sendiri, namun ampunan Allah terhadapnya jauh lebih besar.
Tidaklah Allah menurunkan musibah kecuali karena dosa dan tidaklah Allah menghilangkan musibah itu, melainkan karena tobat. Oleh karena itu, Allah menjadikan musibah dan ujian ini sebagai bentuk kasih sayang terhadap hamba-hambaNya. Dengannya Allah menghapuskan dosa-dosa mereka, dan itu merupakan nikmat yang sangat besar untuk mereka, walau jiwa mereka membencinya”. (Miftah Daar as-Sa’adah: 394)
Adapun musibah yang menimpa orang-orang durhaka yang melampaui batas, maka hal itu adalah azab Allah yang disegerakan kepada mereka sebelum menerima azab yang lebih besar. Banyak umat terdahulu yang telah merasakannya. Allah menyebutkannya di dalam al-Qur’an sebagai pelajaran untuk manusia.
Allah Azza wajalla berfirman:
أَلَمۡ يَرَوۡاْ كَمۡ أَهۡلَكۡنَا مِن قَبۡلِهِم مِّن قَرۡنٖ مَّكَّنَّٰهُمۡ فِي ٱلۡأَرۡضِ مَا لَمۡ نُمَكِّن لَّكُمۡ وَأَرۡسَلۡنَا ٱلسَّمَآءَ عَلَيۡهِم مِّدۡرَارٗا وَجَعَلۡنَا ٱلۡأَنۡهَٰرَ تَجۡرِي مِن تَحۡتِهِمۡ فَأَهۡلَكۡنَٰهُم بِذُنُوبِهِمۡ وَأَنشَأۡنَا مِنۢ بَعۡدِهِمۡ قَرۡنًا ءَاخَرِينَ
“Apakah mereka tidak memperhatikan berapa banyak generasi yang telah Kami binasakan sebelum mereka, padahal (generasi itu) telah Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, yaitu keteguhan yang belum pernah Kami berikan kepadamu, dan Kami curahkan hujan yang lebat atas mereka dan Kami jadikan sungai-sungai mengalir di bawah mereka, kemudian Kami binasakan mereka karena dosa mereka sendiri, dan Kami ciptakan sesudah mereka generasi yang lain”. (QS. Al-An’am: 6)
Para peneliti abad ini telah banyak menemukan berbagai kota yang tenggelam di dasar laut, di padang pasir dan di bawah tanah. Semua ini menjadi bukti kebenaran firman Allah, dan harusnya menjadi pelajaran bagi orang-orang beriman yang semakin menguatkan keimanan mereka.
Jika diperhatikan bentuk ayat di atas, dapat disimpulkan bahwa azab yang besar itu terjadi setelah Allah menganugerahkan berbagai banyak kenikmatan kepada mereka, namun Allah membinasakan mereka disebabkan dosa-dosa yang mereka lakukan. Tentu semua itu terjadi setelah datangnya peringatan kepada mereka, sebab Allah tidak pernah menzalimi hambaNya.
Oleh: Muhammad Ode Wahyu, SH.