Artikel ini akan menjelaskan hukum pernikahan saat hamil di luar nikah. Sahkah?.
Dalam agama Islam, pernikahan adalah salah satu institusi yang sangat dihormati dan dianggap suci. Ia menjadi wadah untuk menyatukan cinta, kasih sayang, dan kebersamaan antara seorang pria dan seorang wanita dalam ikatan yang sah di hadapan Allah.
Meskipun demikian, dalam kehidupan nyata, seringkali terjadi situasi yang kompleks yang berkaitan dengan pernikahan, salah satunya terkait dengan wanita yang pernah melakukan perzinahan.
Dalam sebuah fatwa yang dikeluarkan oleh Syaikh Sulaiman Ar Ruhaili, seorang ulama terkemuka, dijelaskan tentang status pernikahan wanita yang pernah berzina dan telah bertaubat.
Isi fatwa tersebut adalah sebagai berikut:
“Andai si wanita pezina tersebut sudah bertaubat, jika ia tidak hamil dari perzinahan yang dilakukan, lalu mereka menikah, ini tidak mengapa. Akadnya sah. Namun jika mereka menikah sedangkan si wanita tersebut sedang hamil dari hasil perzinahan, maka yang shahih dari pendapat ulama, akadnya tidak sah.” (Fatawa Syaikh Sulaiman Ar Ruhaili hafizahullah)
Dalam fatwa tersebut, diungkapkan bahwa jika seorang wanita yang pernah berzina sudah bertaubat dan tidak hamil akibat perzinahan tersebut, maka pernikahannya dengan seorang pria yang sah dan bertaqwa adalah sah menurut syariat Islam. Artinya, wanita tersebut berhak menikah dan dapat mengikat akad nikah dengan calon suaminya dengan sah dan diakui oleh agama.
Namun, fatwa tersebut juga menjelaskan situasi yang berbeda ketika seorang wanita yang pernah berzina itu sedang hamil akibat perzinahan. Dalam kondisi ini, mayoritas ulama berpendapat bahwa akad nikah yang dilakukan di saat wanita tersebut sedang hamil akibat perzinahan tidak sah dalam pandangan syariat Islam. Hal ini karena adanya kehamilan yang menjadi bukti fisik atas perzinahan yang terjadi, yang menimbulkan keraguan dan kompleksitas dalam penetapan status anak yang akan dilahirkan.

Fatwa ini didasarkan pada prinsip keabsahan pernikahan dalam Islam, yang harus didasarkan pada kejelasan status dan keterbukaan atas kondisi kedua belah pihak. Seorang suami berhak mengetahui dengan pasti bahwa anak yang dilahirkan dari pernikahannya adalah darah dagingnya sendiri. Oleh karena itu, dalam situasi yang kompleks ini, kehamilan sebagai akibat dari perzinahan yang belum dapat dihapuskan akan menimbulkan keraguan mengenai status anak yang akan lahir nanti.
Dalam Islam, taubat adalah pintu maaf dan rahmat Allah bagi hamba-Nya yang bertaubat dengan tulus dan ikhlas. Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang, dan bertaubat dari dosa-dosa besar seperti zina adalah salah satu bentuk ketaqwaan kepada-Nya. Namun, tetaplah diingat bahwa taubat tidak menghapuskan konsekuensi dari perbuatan yang telah dilakukan. Oleh karena itu, memahami hukum dan syarat pernikahan dalam kondisi tertentu sangatlah penting untuk menjaga keabsahan dan keberkahan pernikahan dalam Islam.
Dalam menghadapi situasi seperti ini, penting bagi kita sebagai umat Muslim untuk selalu menghindari perbuatan tercela seperti zina dan berusaha untuk selalu berpegang teguh pada ajaran agama. Jika ada kesalahan yang pernah terjadi, taubat dan istighfar adalah kunci untuk mendapatkan ampunan Allah SWT. Semoga Allah senantiasa memudahkan segala urusan kita dan menjauhkan kita dari segala bentuk kejahatan dan dosa. Aamiin.
Yuk gabung di grup WhatsApp Sahabat Inspirasi