Hidup seperti perputaran roda. Kadang kita di atas, kadang berada di bawah. Kadang kita sedih, kadang kita bahagia. Kadang sehat dan kadang juga tertimpa sakit. Kita hidup dan suatu saat akan mati. Semua itu adalah ujian dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman;
الَّذِى خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَوٰةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا ۚ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ
“Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (QS. al-Mulk: 2)
Begitupun dengan kesempitan atau kelapangan yang sedang kita alami juga adalah ujian dari Allah. Dengannya Allah menguji keimanan kita. Sejauh mana hal tersebut mempengaruhi keimanan dan amal ibadah kita.
Dalam kenyataannya ada orang yang lulus ujian saat diberi kekayaan dari Allah namun tidak di saat Allah mengujinya dengan kesempitan harta. Begitupun sebaliknya.
Sedekah saat lapang dan sempit.
Suatu waktu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kedatangan tamu dari jauh, sementara di rumah beliau tidak ada makanan. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian menawarkan kepada para sahabat beliau siapa yang mau menjamu tamu tersebut. Abu Thalhah kemudian menyanggupi padahal ia hanya memiliki 1 porsi makanan untuk anaknya. Karena tak ingin melewatkan kesempatan beramal shaleh, setelah membujuk dan menidurkan anaknya, makanan tersebut diberikan kepada tamunya. Mereka lalu mempersilahkan tamunya tadi makan sementara lampu di dekat meja makan dimatikan agar tidak terlihat bahwa Abu Thalhah dan istrinya ternyata hanya berpura-pura makan dengan piring yang tak berisi makanan apapun. Masya Allah!!!
Sedekah di saat kita diberi kelapangan oleh Allah adalah hal biasa. Sudah seharusnya kita dengan mudah untuk mengeluarkannya meski banyak juga yang masih berat untuk melakukannya. Sedekah di saat sempit adalah hal yang luar biasa. Apakah kita termasuk orang yang diberi keteguhan iman untuk tetap melakukannya?
Orang yang istimewa di hadapan Allah adalah orang yang ketika lapang dan banyak harta rajin bersedekah dan ketika sedang miskin dan sempit hartanya tak lantas menghentikan sedekahnya. Banyak orang yang diuji dengan kemiskinan dan kesempitan harta, berhenti bersedekah bahkan malah berharap belas kasihan orang lain.
Pernahkah kita mengalami pada suatu saat dimintai sumbangan untuk keperluan umat, dan pada saat itu kita hanya memberikan uang ala kadarnya, yang penting sudah nyumbang. Padahal uang yang dikeluarkan untuk sedekah itu tidak seberapa jumlahnya dibandingkan uang yang kita keluarkan untuk hura-hura, kumpul dengan teman makan di restoran, beli baju mewah di mall ekslusif, beli sepatu bermerk dari luar negeri, beli parfum dengan harga ratusan ribu rupiah.
Pernahkan kita merenungkan hal ini? Betapa beratnya kita mengeluarkan uang banyak untuk bersedekah dan betapa ringannya kita menghambur-hamburkan uang hanya untuk hal-hal yang sifatnya komsumtif dan duniawi semata.
وَسَارِعُوٓا۟ إِلَىٰ مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمٰوٰتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ
الَّذِينَ يُنفِقُونَ فِى السَّرَّآءِ وَالضَّرَّآءِ وَالْكٰظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ ۗ وَاللّٰـهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,. (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. ” (QS Ali-Imran: 133-134).
Anjuran mulia dari Allah Subhanahu wa Ta’ala ini bermakna, bahwa dalam kondisi sesulit apapun, manusia masih bisa memberikan sesuatu di jalan Allah. Meski cuma sedikit, yang terpenting adalah pemberian itu diberikan dengan keikhlasan dan hanya mengharap ridha Allah semata. Namun terkadang, kita sangat sulit memberikan sedikit apa yang kita punya dalam kondisi lapang, apalagi dalam kondisi sempit dengan berbagai pertimbangan.
Padahal anjuran dan perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala berinfaq pada waktu lapang tujuannya untuk menghilangkan perasaan sombong, serakah dan cinta yang berlebihan terhadap harta. Sedangkan bersedekah di waktu sulit dianjurkan agar sifat manusia yang lebih suka diberi dari pada memberi bisa berubah menjadi suka memberi daripada diberi. Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah.
لِيُنفِقْ ذُو سَعَةٍ مِّن سَعَتِهِ ۖ وَمَن قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُۥ فَلْيُنفِقْ مِمَّآ ءَاتَٮٰهُ اللّٰـهُ ۚ لَا يُكَلِّفُ اللّٰـهُ نَفْسًا إِلَّا مَآ ءَاتَٮٰهَا ۚ سَيَجْعَلُ اللّٰـهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْرًا
“Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.” (QS. at-Thalak: 7)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mengingatkan kita untuk jangan segan bersedekah, meski hanya dengan sebutir kurma.
“Jauhkanlah dirimu dari api neraka walaupun dengan (bersedekah) sebutir kurma.” (HR. Muttafaq ‘alaih).
Semoga kita senantiasa diberi taufik untuk selalu ingat bersedekah baik dalam kondisi lapang maupun sulit. Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala senantiasa memberi kemudahan bagi kita untuk beramal shalih dengan keikhlasan dan hanya berharap ridha darinya.[*]