Gambar Sunnah Hai'at

Sunnah hai’at adalah hal-hal yang disunnahkan di dalam shalat dan apabila ditinggalkan maka tidak perlu diganti dengan sujud sahwi. Hal ini berbeda dengan sunnah ab’ad yang apabila ditinggalkan harus diganti dengan sujud sahwi.

Sunnah shalat atau hai’at shalat ada lima belas. Sebagian sunnah ini telah disebutkan pada pembahasan rukun shalat. Di bawah ini akan disebutkan sunnah-sunnah shalat yang ditetapkan pada beberapa rukun shalat yang telah disebutkan.

Mengangkat Kedua Tangan Ketika Takbiratul Ihram, Hendak Ruku’, dan Bangun dari Ruku’

Hal tersebut termasuk sunah Rasulullah -shallallahu’alaihi wasallam-. Hadis tentang mengangkat kedua tangan diriwayatkan lebih dari tujuh puluh sahabat, salah satunya hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar bahwa Nabi -shallallahu’alaihi wasallam- memulai salat dengan mengangkat kedua tangan sejajar dengan kedua pundaknya kemudian bertakbir. Ketika beliau hendak ruku’ dan bangun dari ruku’ juga melakukan hal yang sama, sambil membaca; “sami’allâhu liman hamidah, rabbâna walakalhamdu” 

Kesunahan mengangkat kedua tangan berlaku pada salat dalam posisi berdiri, duduk, atau berbaring, baik salat fardhu maupun salat sunah, laki-laki maupun perempuan, dan imam maupun makmum.

Caranya yaitu angkat kedua tangan hingga ujung jari-jemari sejajar dengan bagian atas kedua telinga, ibu jari lurus dengan kedua cuping telinga, dan dua telapak tangan lurus dengan kedua pundak. Dianjurkan untuk menghadapkan telapak tangan ke kiblat, membuka serta merenggangkan jari-jemari tangan.

Bersedekap Meletakkan Tangan Kanan di Atas Tangan Kiri

Sunah meletakkan telapak tangan kanan di atas tangan kiri sambil menggenggam pergelangan tangan kiri (sendi yang memisahkan telapak tangan dari lengan) lalu diletakkan di bawah dada. Begitulah tata cara yang diajarkan Nabi Muhammad -shallallahu’alaihi wasallam-. Jika dia meluruskan kedua tangannya ke samping, tidak menggenggam, maka hukumnya makruh.

Membaca Doa Tawajjuh (Doa iftitah) Setelah Takbiratul Ihram

Doa iftitah tersebut sebagai berikut:

وجَّهْتُ وجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَواتِ والأرْضَ حَنِيفًا مُسْلِمًا وما أنا من المُشْرِكِينَ، إنّ صَلاتِي ونُسُكِي ومَحْيايَ ومَماتِي لِلَّهِ رَبّ العالَمِينَ لا شَرِيكَ لَهُ وبِذَلِكَ أُمِرْتُ، وأنا مِنَ المُسْلِمينَ

“Aku hadapkan diriku kepada Dzat yang telah menciptakan langit dan bumi dengan meluruskan ketaatan kepada-Nya dan berserah diri, dan aku bukan termasuk orang-orang yang musyrik Sesungguhnya salatku, ibadahku, serta hidup dan matiku hanya bagi Allah, Rabb alam semesta, tiada sekutu bagi-Nya. Demikianlah aku diperintahkan, dan aku termasuk orang-orang yang muslim.”

Seandainya seseorang tidak membaca doa iftitah dan terlanjur membaca ta’awwudz (akan membaca al-Fatihah), baik disengaja maupun lupa, maka dia tidak boleh berbalik membaca iftitah, sebab tempatnya telah lewat.

Apabila makmum masbuq menemukan imam pada tasyahud akhir dan mengucapkan salam begitu dia selesai takbiratul ihram, maka jika belum sempat duduk, día sunah membaca iftitah; namun jika telah duduk lalu imam mengucapkan salam, dia tidak sunah membaca iftitah karena tempatnya telah lewat.

Bila setelah takbiratul ihram imam sudah membaca surah al-Fatihah dan makmum mengucapkan amin, maka dia sunah membaca doa iftitah karena bacaan amin itu singkat, tidak bisa menggantikan posisinya. Doa iftitah tidak dibaca dengan suara keras.

Membaca Ta’awwudz

Yaitu membaca, a’udzubillah minasy syaithänir rajim (saya berlindung dari godaan setan yang terkutuk).

Allah berfirman, “Maka apabila engkau (Muhammad) hendak membaca al-Qur’an, mohonlah perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk,” (QS. an-Nahl [16]: 98).

Jabir bin Muth’im meriwayatkan bahwa Rasulullah memulai salatnya dengan membaca, 

الله أكبر كبيرا والحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا وسُبْحانَ اللَّهِ بَكْرَةً وأصِيلًا 3x

أعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطانِ الرَّجِيمِ: مِن نَفْخِهِ وهَمْزِهِ ونَفْثِهِ

“Allah sungguh Mahabesar, segala puji bagi Allah sebanyak- banyaknya, dan Mahasuci Allah di pagi dan petang hari (tiga kali). Aku memohon perlindungan kepada-Mu dari setan yang terkutuk, yaitu dari kegilaan, kesombongan, dan godaannya.”

Disunahkan membaca ta’awwudz pada setiap rakaat, sebagai pemisah dua bacaan (al-Fatihah dan surah lainnya) dengan ruku dan rukun lainnya. Ta’awwudz dibaca dengan suara lirih.

Mengeraskan dan Melirihkan Suara Bacaan pada Tempatnya Masing-Masing

Berdasarkan ijma’ ulama, sunah mengeraskan bacaan dalam salat yang dikerjakan pada malam hari seperti Subuh, dua rakaat pertama Maghrib serta Isya. Ini berlaku baik untuk imam maupun makmum. Tidak terkecuali bacaan basmalah pada tempat yang diperintahkan mengeraskan suara. 

Ali bin Abu Thalib, Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Abu Hurairah, dan Aisyah meriwayatkan bahwa Rasulullah menyaringkan bacaan basmalah ketika melakukan salat di rumah (tempat tinggal beliau).

Sementara salat yang dikerjakan pada siang hari, sunah memelankan suara bacaan. Hal ini merupakan amaliah para ulama salaf pada masa Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi wasallam-. Salat qadha yang dikerjakan pada malam hari juga sunah dilakukan dengan mengeraskan bacaan, demikian sebaliknya: salat qadha pada siang hari dengan suara lirih.

Membaca Amin

Disunahkan membaca amin (kabulkanlah permohonan kami) setelah selesai membaca surah al-Fâtihah. Sunah bagi imam atau makmum mengeraskan bacaan amin dalam salat Jahriyah, dan membaca lirih pada salat sirriyah.

Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi wasallam- bersabda, “Apabila imam berkata, ‘ghairil maghdhübl ‘alaihim waladhdhâllin’, berkatalah, ‘âmin’. Barang siapa aminnya bersamaan dengan amin malaikat maka seluruh dosanya diampuni.” 

Diceritakan bahwa bila Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi wasallam- selesai membaca al-Fatihah beliau mengeraskan bacaan amin. Menurut pendapat yang rajih dalam mazhab, makmum mengeraskan bacaan amin.

Membaca Surah Setelah Membaca Al-Fatihah

Sunah bagi imam dan orang yang salat sendirian membaca surah al-Qur an setelah membaca al-Fâtihah dalam salat Subuh, dan dua rakaat pertama seluruh salat fardhu. Abu Qatadah menceritakan bahwa Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi wasallam- pada dua rakaat pertama salat Zhuhur membaca surah al- Fâtihah dan bacaan surah lainnya, sedangkan pada dua rakaat yang terakhir hanya membaca al-Fatihah. Sering kali beliau membaca ayat dengan suara keras dan membaca surah yang panjang pada rakaat pertama, yang tidak dilakukan pada rakaat kedua. Demikian halnya pada salat Asar.

Membaca surah secara sempurna meskipun pendek lebih utama daripada membaca sebagian surah walaupun panjang. Menurut pendapat rajih dalam mazhab, tidak disunahkan membaca surah pada rakaat ketiga dan keempat kecuali bagi makmum masbuq.

Sunah bagi makmum bukan masbuq (muwafiq) untuk diam pada salat jahriyah, jika dia mendengar bacaan imam. Allah ta’ala berfirman, “Dan apabila dibacakan al-Qur’an, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat,” (QS al-A råf [7]: 204).

Apabila makmum melaksanakan salat sirriyah, atau tidak mendengar bacaan imam karena tuli atau karena jarak yang jauh, atau imam memelankan bacaan pada salat jahriyah, maka dia boleh membaca surah, karena ketiadaan pesan tersebut.

Bertakbir Ketika Hendak Turun Sujud atau Bangkit dari Sujud

Kesunahan ini berdasarkan Hadis riwayat Abu Hurairah bahwa jika Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi wasallam- mendirikan salat, beliau bertakbir saat memulai salat, bertakbir saat ruku’, kemudian membaca “samiallahu liman hamidah” saat mengangkat lambung dari ruku’ (i’tidal), berkata “rabbanâ lakalhamdu” dalam posisi berdiri tegak. Selanjutnya bertakbir ketika hendak sujud, lalu bertakbir saat mengangkat kepala (bangun dari sujud). Beliau melakukan semua ini dalam setiap salatnya. Dan beliau membaca takbir saat bangkit dari rakaat kedua.

Membaca Tasbih dalam Ruku’ dan Sujud

Sunah membaca tasbih dalam ruku’, yaitu “subhâna rabbiyal azhim wa bihamdihi”. Mengenai penambahan kata “wa bihamdihi” menurut al-Nawawi, kebanyakan ulama menganjurkannya, mengacu pada firman Allah ta’ala, “Bertasbihlah dengan memuji Rabbmu,” (QS. Thâhá [20]: 130).

Dalil kesunahan membaca tasbih yaitu Hadis riwayat Abu Dawud bahwa setelah turun ayat, “Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama Rabbmu Yang Maha Besar,” (QS. al-Waqi’ah [56]: 74) Rasulullah berkata, “Jadikanlah ia (bacaan tasbih) bacaan dalam ruku’ kalian”. Ketika turun ayat, “Sucikanlah nama Rabbmu Yang Maha Tinggi”, (QS.al-A lá [87]: 1) Rasulullah pun berkata, “Jadikanlah ia sebagai bacaan dalam sujud kalian,”

Menurut al-Mawardi, dianjurkan membaca tasbih tiga kali, sesuai Hadis Hudzaifah. Ini bacaan yang kesempurnaannya terendah. Bacaan yang paling sempurna yaitu sembilan sampai sebelas kali tasbih.

Meletakkan Kedua Tangan di Atas Kedua Paha ketika Duduk Tasyahud Awal dan Tasyahud Akhir

Yaitu dengan membeberkan tangan kiri dan mengepalkan tangan kanan kecuali jari telunjuk, sebagai isyarat sedang bertasyahud. Demikian menurut riwayat Ibnu Umar dari Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi wasallam-. Kemudian mengacungkan jari telunjuk ketika mengucapkan “illallah”, isyarat terhadap keesaan Allah ta’ala. Pada saat itulah, perkataan dan perbuatan menyatu.

Menurut pendapat lain, sunah sedikit mencondongkan jari telunjuk ketika diangkat dan tidak menggerak-gerakannya karena tidak ada penjelasan tentang itu. Akan tetapi menurut sebagian pendapat, sunah menggerakan jari telunjuk. Hadis yang menjelaskan kedua cara ini sahih, sebagaimana dikemukakan oleh al-Baihaqi.

Duduk Iftirasy pada Seluruh Posisi Duduk Selain Duduk pada Rakaat Terakhir dan Duduk Tawarruk pada Duduk Rakaat Terakhir

Penjelasan mengenai cara duduk iftirasy dan duduk tawarruk telah disinggung sebelumnya. Alasan pembedaan dua jenis duduk ini, karena duduk tasyahud awal bersifat ringan dan setelahnya ada gerakan yang lain, sebab itu cocok jika duduknya seperti posisi orang yang bergegas. Berbeda dengan duduk tasyahud akhir yang setelahnya tidak ada gerakan lain, maka cocok bila duduknya seperti orang yang menetap. Karena itu, makmum masbuq dan orang yang lupa, hendaknya melakukan duduk iftirasy karena masih diikuti gerakan lainnya.

Mengucapkan Salam yang Kedua

Sunah mengucapkan salam yang kedua karena Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi wasallam- mengucapkan salam ke kanan dan ke kiri.

Perbedaan Perempuan dan Laki-laki dalam Sunah Hai’at Shalat

Perbedaan perempuan dan laki-laki terdapat di empat tempat, yaitu: 

1-2) Sujud dan ruku.

Laki-laki merenggangkan kedua siku dari kedua lambungnya, serta merenggangkan kedua paha dari perutnya. Aisyah -radhiyallahu’anha- meriwayatkan bahwa jika Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi wasallam- salat, beliau merenggangkan kedua siku dari lambungnya. Beliau meluruskan leher dan punggungnya, hingga seandainya dituangkan air di atasnya, ia tidak akan mengalir.

Dalam al-Shahihain dijelaskan bahwa Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi wasallam- merenggangkan kedua tangan sehingga terlihat putih kedua ketiaknya. Muslim meriwayatkan, “Apabila sujud, beliau merenggangkannya.” Abu Dawud menceritakan, “Apabila beliau bersujud, seandainya buhaimah melompat pasti ia bisa melewati beliau.” Sementara perempuan merapatkan sebagian anggota pada anggota yang lain karena hal itu lebih tertutup.

3) Bacaan dalam salat jahriyah.

Laki-laki membaca al-Fâtihah dan surah lain dengan suara keras dalam salat jahriyah, sementara perempuan tidak. Namun, bila seorang perempuan salat sendirian, dia dianjurkan mengeraskan bacaan asalkan tidak ada lelaki lain (yang bukan mahramnya).

4) Mengingatkan imam dalam salat.

Bagi laki-laki disunahkan bertasbih ketika mengingatkan imam dalam salat. Sementara bagi perempuan cukup dengan menepuk tangan untuk memberi peringatan. Nabi -shallallaahu ‘alaihi wasallam- bersabda, “Barang siapa mengalami sesuatu dalam salat maka bertasbihlah. Karena jika dia bertasbih berarti telah mengingatkannya. Sementara menepuk tangan diperuntukkan bagi perempuan,” (HR. al-Bukhari dan Muslim).

Dalam riwayat al-Bukhari disebutkan, “Barang siapa mengalami sesuatu dalam salat, hendaklah mengucapkan, ‘subhanallah’.” Sebaiknya ketika membaca tasbih dimaksudkan untuk dzikir dan mengingatkan. Menurut pendapat yang shahih dalam mazhab, cara mengingatkan untuk perempuan yaitu dengan menepukkan telapak tangan kanan ke punggung tangan kiri.