Ilustrasi syarat sah shalat

Mazhab Syafii menjabarkan sejumlah syarat sah shalat yang disyariatkan. Seperti disebutkan dalam kitab Fikih Manhaji, Musthafa Dib al-Bugha dan selainnya menjabarkan empat syarat sahnya shalat. Berikut urutannya:

1. Suci

Suci sebagai syarat sah shalat maksudnya adalah suci fisik dari hadas, suci badan dari najis, suci pakaian dari najis, dan suci tempat dari najis. 

Orang yang berhadas tidak sah shalatnya, baik berhadas kecil maupun berhadas besar. Hal ini didasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “Tidak ada shalat yang bisa diterima tanpa bersuci.” 

Sedangkan suci badan dari najis dalilnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkenaan dengan dua orang yang diazab dalam kubur, “Adapun salah seorang dari mereka tidak bersuci usai buang air kecil.” (Al-hadits)

Adapun suci pakaian dari najis diperlukan sebab tidak cukup hanya suci fisik saja dari najis. Tapi pakaian yang dikenakan juga harus suci dari semua najis. Dalilnya adalah firman Allah Azza Wa Jalla dalam Alquran Surat Al Mudatsir ayat 4: 

‎وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ 

“Dan bersihkanlah pakaianmu.” 

Sedangkan suci tempat dari najis adalah tempat yang dipakai untuk shalat harus terbebas dari najis. Dalilnya adalah perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam sebuah hadits yang memerintahkan sahabat untuk menyiram tempat yang dikencingi oleh orang Arab Badui di masjid.

Ilustrasi Syarat Sah Shalat. Sumber Istock
Ilustrasi Syarat Sah Shalat. Sumber Istock

2. Mengetahui Masuknya Waktu Shalat

Untuk mengetahui salah satu syarat sah shalat ini, dapat dilihat dengan salah satu dari ketiga cara berikut, yakni ilmu yang meyakinkan, ijtihad, dan taklid.

Orang yang belum dapat memastikan masuknya waktu salat tidak boleh shalat, walaupun jika diteruskan akan diketahui bahwa shalat itu dilakukan pada waktunya.

Baca juga: Sunah-Sunah Ab’ad dalam Ibadah Salat

3. Menutup Aurat

Menurut syariat, aurat adalah segala sesuatu yang harus ditutup dan tidak boleh ditampakkan atau dilihat. Batasan aurat sebagai salah satu syarat sah shalat bagi laki-laki adalah anggota badan antara pusar dan lutut sehingga tidak boleh ada bagian itu yang terlihat. 

Adapun batasan aurat di luar shalat bagi laki-laki auratnya tetap antara pusar dan lutut di mana pun mereka berada selama masih di lingkungan wanita yang menjadi mahramnya.

Sedangkan bagi perempuan, batasan aurat adalah seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan sehingga semua itu tidak boleh terlihat ketika shalat . Dalilnya adalah firman Allah Azza wa jalla dalam Alquran surat Al A’raf ayat 31:  

‎يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ

Yang artinya, “Pakailah pakaianmu yang bagus pada setiap (memasuki) masjid.” 

Dalam hadits, Sayyidah Aisyah meriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: 

‎لا يَقْبَل الله صلاة حَائض إلا بِخِمَار 

“Shalat wanita yang sudah baligh hanya diterima bila memakai penutup kepala.” (HR Al-Tirmidzi).

Imam Syafii menjelaskan, penutup kepala atau khimar wajib dipakai saat wanita mendirikan shalat. Jika penutup kepala wajib hukumnya, maka sudah tentu menutup seluruh anggota badan lebih diwajibkan lagi.

Berbeda ketika dia berada di lingkungan wanita yang bukan mahramnya. Maka auratnya adalah seluruh badan selain wajah dan kedua telapak tangan menurut pendapat yang bisa dipegang. Dalilnya adalah hadis riwayat Ummu Salamah radhiyallahu’anha, dia bercerita: 

‎كنْتُ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ ‏‏صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ‏وَمَيْمُونَةُ ‏‏فَأَقْبَلَ ‏ابْنُ أُمِّ مَكْتُومٍ ‏حَتَّى دَخَلَ عَلَيْهِ ، وَذَلِكَ بَعْدَ أَنْ أَمَرَنَا بِالْحِجَابِ ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ ‏‏صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ‏: ‏احْتَجِبَا مِنْهُ . فَقُلْنَا : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، أَلَيْسَ أَعْمَى لَا يُبْصِرُنَا وَلَا يَعْرِفُنَا ؟ قَالَ : أَفَعَمْيَاوَانِ أَنْتُمَا ، ألَسْتُمَا تُبْصِرَانِهِ ؟!

 “Aku sedang bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam yang waktu itu juga bersama Maimunah. Waktu itu datanglah Ibnu Ummu Maktum. Peristiwa ini terjadi setelah kami diperintahkan untuk berhijab. Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam langsung berkata kepada kami, ‘Berhijablah karena keberadaannya’. Kami berkata, ‘Rasulullah, bukankah dia buta, tidak dapat melihat dan mengenal kami?’ Nabi bersabda, ‘Apakah kalian berdua juga buta? Bukankah kalian berdua dapat melihatnya?”.

4. Menghadap ke Kiblat

Dalil syarat sah shalat ini jelas, firman Allah Azza wa jalla dalam Alquran surat Al Baqarah ayat 150: 

‎وَمِنْ حَيْثُ خَرَجْتَ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۚ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ 

Yang artinya, “Maka hadapkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, maka hadapkanlah wajahmu ke arah itu.”

Yang menjadi patokan dalam menghadap kiblat adalah dada, sehingga berpalingnya dada 90 derajat dari arah kiblat, maka dianggap salatnya tidak sah. Wallahu a’lam

Demikianlah artikel tentang syarat sah shalat yang disyariatkan. Anda juga dapat membaca artikel-artikel lainnya tentang fiqh untuk mengetahui hukum yang disyariatkan dalam kehidupan sehari-hari.