Ilustrasi Tayammum

Artikel ini akan membahas tata cara tayammum dan hukumnya dan sebab-sebab tayammum.

Sebelum itu, akan dijelaskan pengertian tayammum itu sendiri. Berikut ini penjelasan Syekh Nawawi al-Bantani seorang ulama Syafi’iyah asal Nusantara dalam kitabnya Maraqi al-Ubudiyah tentang masalah tayamum.

Tayamum adalah rukhshah (keringanan karena suatu sebab) yang diberikan secara mutlak. Tayamum dapat dilakukan baik karena ketiadaan air secara konkret ataupun karena ada udzur syara’.

Ada juga yang mengatakan, tayamum itu ‘Azimah (ketentuan umum), sebab rukhshah (ketentuan khusus karena ada sebab) itu sendiri hanya untuk menggugurkan qadha’ (mengerjakan ibadah di luar waktu).

Ada juga yang mengatakan, jika ketiadaan air itu bersifat konkret (rill dan nyata) maka tayamum adalah ‘azimah, tetapi jika tayamum itu karena sebab lain maka ia adalah rukhshah. Alasannya, seorang pelaku maksiat diperbolehkan melakukan tayamum dalam perjalanan sebelum ia bertaubat jika benar-benar tidak ada air, tetapi jika karena udzur syara’, misalnya sakit, maka tayamumnya tidak sah sebelum ia bertaubat.

Baca juga: 12 Syarat Sah Wudhu

Sebab-sebab Tayammum

Apabila kamu tidak dapat menggunakan air untuk bersuci, karena satu sebab dari enam sebab berikut ini, kamu boleh tayamum. Enam sebab itu sebagai berikut:

Pertama, karena ketiadaan air sesudah kamu berupaya mencari air itu saat menjelang waktu shalat.

Kedua, ada udzur, misalnya sakit atau hal lain menyebabkan kamu tidak bisa menggunakan air. Bisa jadi karena ada binatang buas atau kamu ditahan tanpa alasan yang benar. Kondisi seperti ini masuk dalam kategori ketiadaan air secara konkret (faqd hissi), demikian seperti yang dinyatakan oleh Athiyyah.

Ketiga, air yang ada hanya cukup diminum. Khusus untuk ini disyaratkan yang minum bukanlah orang murtad, bukan orang yang suka meninggalkan shalat, dan bukan orang kafir yang harus diperangi (kafir harbi), dan bukan pula untuk diminum babi. Jika memang air itu digunakan untuk suatu keperluan (darurat) maka kamu wajib menyimpannya. Dengan kata lain, air itu haram dipakai berwudhu demi menjaga kelangsungan hidup.

Keempat, air tersebut milik orang lain, dan untuk memilikinya harus dengan harga yang paling tinggi. Dengan kata lain, harga air itu tidak sewajarnya di daerah dan pada waktu itu. Bahkan, kamu pun boleh tayamum meski harganya dinaikkan melebihi batas wajar.

Kelima, adanya luka atau cedera, sementara kamu khawatir menggunakan air yang justru mengakibatkan penderitaan. Al-Hakim mengisahkan, pada zaman Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- ada seorang lelaki yang menderita penyakit. Kemudian lelaki itu mimpi basah maka orang-orang pun menyuruhnya untuk mandi. Lelaki itu pun mandi hingga akhirnya ia meninggal dunia. Berita kematiannya sampai kepada Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam-, lalu beliau bersabda:

قتلوه ألم يكن شفاء العي السؤال

“Mereka telah membunuhnya. Bukankah kesembuhan dari al-‘iy (ketidaktahuan) adalah bertanya?”

Kata “‘iy” berarti bodoh alias tidak tahu

Keenam, penyakit yang membuat jiwa kamu terancam jika menggunakan air atau semakin memperparah penyakit kamu sampai-sampai kamu tak kuat menanggungnya. Bahkan, jika menggunakan air justru akan mengakibatkan kesembuhanya menjadi tertunda, lama temponya diperkirakan sama dengan waktu Maghrib.

Oleh sebab itu, apabila kamu ingin bertayamum maka bersabarlah hingga waktu shalat fardu masuk. Sebab, tayamum adalah cara bersuci yang sifatnya darurat, dan tidak ada darurat sebelum tiba waktu shalat.

Tata Cara Tayammum

Tata cara tayammum akan diuraikan dalam beberapa langkah berikut:

#1 Carilah tanah di atas permukaan yang suci dan halal, dan yang di atasnya terdapat debu, apa pun bentuknya.

Gambar tanah di atas permukaan yang suci dan halal
Gambar tanah di atas permukaan yang suci dan halal. Sumber istockphoto.com

Disyaratkan pula debu itu tidak tercampuri oleh pasir dan kerikil-kerikil lembut yang menempel pada anggota badan yang suci. Artinya, debu itu tidak najis, tidak musta’mal (bekas pakai) dan lembut sehingga debu itu dapat terbang saat ditepukkan.

#2 Lalu, tepukkan kedua tangan kamu di atas debu dengan merapatkan jari-jarimu, sebab tepukan pertama ini hanya untuk mengusap wajah dan tidak boleh dipakai untuk mengusap kedua tangan, demikian sebagaimana yang disebutkan dalam Ihya’.

Pendapat tersebut berseberangan dengan pendapat al-Nawawi, al-Mahalli, dan Syaikh al-Islâm Zakariya al-Anshari, mereka menyatakan, seseorang disunahkan untuk merenggangkan jari-jarinya saat menepukkan kedua tangannya, karena hal itu lebih optimal untuk mengumpulkan debu sehingga seorang tidak perlu menepukkan kedua tangannya sampai 2 kali.

#3 Berniatlah untuk mendapatkan kehalalan melakukan shalat, bukan untuk menghilangkan hadas, karena tayamum tidak bisa menghilangkan hadas. Niat ini wajib saat pertama kali memindahkan debu untuk mengusap muka.

#4 Usapkan kedua telapak tangan ke wajah sekali saja. Ingat, mengusap setiap anggota tubuh lebih dari satu kali hukumnya makruh.

Jangan kamu membebani diri, maka kamu tidak perlu memaksakan agar debu di tangan kamu tadi sampai ke tempat tumbuhnya rambut, baik yang tipis maupun yang lebat. Sebab, itu bukanlah kesunahan, mengingat hal yang semacam itu sulit dikerjakan, kecuali rambut tipis yang tumbuh di dagu wanita. Adapun mengusap kuku hukumnya wajib seperti dalam wudu, sebab kuku termasuk hal yang harus dipotong.

#5 Lepaskanlah cincin jika kamu memakainya, karena melepas cincin untuk usapan kedua (mengusap tangan) hukumnya wajib. Tujuan melepaskan cincin ini supaya debu dapat menempel di telapak tangan secara rata, dan itu tidak dicapai hanya dengan menggerak-gerakkan cincin, karena debu tidak akan masuk secara merata di sela-sela jari lantaran cincin itu.

Berbeda dengan air, karena kewajiban untuk melepaskan cincin adalah ketika membasuh, demikian seperti yang disebutkan oleh Ahmad al-Mahalli. Melepas cincin pada tepukan pertama sebelum mengusap muka hukumnya sunnah. Hal itu bertujuan supaya seluruh wajah dapat terusap merata oleh kedua telapak tangan, demikianlah seperti yang disebutkan oleh al-Mahalli.

#6 Tepukkanlah kedua tangan untuk yang kedua kali dengan merenggangkan jari-jari. Dalam tepukan kedua ini, merenggang-kan jari-jari wajib kamu lakukan supaya debu lebih menempel secara merata di telapak tangan dan jari-jari.

#7 Usapkanlah debu yang menempel pada telapak tangan pada kedua tanganmu sampai siku.

#8 Lanjutkan dengan menepuk sekali lagi sebagai tepukan yang ketiga hingga merata, lalu usapkanlah salah satu telapak tanganmu kepada yang satunya, dan usapkanlah di sela-sela jarimu dengan cara menyelakannya.

Menurut yang disunnahkan, mengusap kedua tangan adalah dengan tata-cara yang sudah masyhur berikut ini:

Pertama, letakkan jari-jari tangan kiri bagian dalam selain ibu jari di bawah ujung jari-jari tangan kanan bagian luar.

Kedua, upayakan ujung jari-jari tangan kanan tidak melebihi jari telunjuk tangan kiri, dan ujung jari telunjuk tangan kanan tidak melebihi ujung jari-jari tangan kiri.

Ketiga, tangan kiri (telapak tangan dan jari-jarinya) mulai mengusap telapak tangan kanan bagian atas, dan merapatkan ujung jari-jari sampai ke siku lalu memiringkannya.

Keempat, putarlah telapak tangan kiri bagian dalam ke arah siku bagian dalam dengan terus mengusap sedangkan ibu jari tangan kiri diangkat untuk diusapkan di atas ibu jari tangan kanan bagian atas.

Kelima, usaplah tangan kiri seperti tata-cara mengusap tangan.

Keenam, usaplah telapak tangan bagian dalam secara bergantian.

Namun, mengusap kedua telapak tangan bagian dalam ini tidak wajib. Di samping itu, diperbolehkan untuk mengusap kedua lengan dengan debu yang dipergunakan untuk mengusap kedua tangan karena lengan masih termasuk dalam kategori tangan, juga karena tidak memungkinkan untuk mengusap lengan dengan debu yang menempel di telapak tangannya.

Hal ini seperti memindahkan air wudu dari sebagian anggota badan untuk membasuh sebagian anggota badan lainnya karena kedua tangan seperti satu kesatuan. Demikianlah seperti yang dipaparkan oleh al-Bujairami.

Lakukanlah shalat setelah melakukan tayamum itu. Memang tayamum itu digunakan untuk mendapatkan kehalalan melakukan shalat fardhu sekali saja. Adapun untuk shalat sunnah, maka lakukanlah sesuka kamu, bahkan kamu juga boleh shalat jenazah berulang-ulang dengan sekali tayamum.

Jika kamu ingin mengerjakan shalat fardhu lainnya, baik yang sudah menjadi ketetapan maupun yang dinadzarkan, maka ulangilah tayamum meskipun kamu tidak berhadas.

Jadi, setiap shalat fardu dikerjakan dengan satu kali tayamum. Akan tetapi, jika shalat yang kedua hanyalah pengulangan dari salat fardu maka kamu cukup hanya tayamum sekali, karena shalat tersebut dianggap shalat sunnah meskipun ketika mengerjakannya dengan niat salat fardu. Kamu juga boleh menggabungkan antara shalat Zhuhur dengan shalat Jumat dengan satu kali tayamum.

Demikianlah artikel tentang tata cara tayammum ini. Anda juga dapat membaca artikel tentang fiqh lainnya.