Dalam sejarah tidak sedikit ulama ditangkap, dianiaya dan dipenjara, bahkan dibunuh oleh rezim yang berkuasa. Ada yang ditangkap karena mempertahankan pendapatnya yang tidak sejalan dengan pemerintah. Ada pula yang ditangkap karena dianggap pemikirannya bisa mengguncang kursi kekuasaan dan berbagai sebab lainnya. Berikut beberapa ulama yang pernah merasakan hidup di balik jeruji besi.
Ahmad bin Hanbal (164-241 H). Ia adalah imam dan ulama besar dalam sejarah Islam. Kisahnya yang paling terkenal dengan penguasa adalah ketika berhadapan dengan tiga khalifah dari Dinasti Abbasiyah, yakni Al-Ma’mun, Al-Mu’tashim, dan Al-Watsiq. Al-Ma’mun terpengaruh oleh pemikiran Mu’tazilah yang menganggap bahwa Al-Quran adalah makhluk. Ia memaksakan pendapat tersebut kepada seluruh umat Islam, tak terkecuali para ulama. Mereka yang menolak pendapat tersebut harus dijatuhi hukuman yang berat. Imam Ahmad termasuk yang menentang pendapat khalifah. Ia berpendapat bahwa Al-Quran adalah Kalamullah, bukan makhluk.
Imam Ahmad dijebloskan ke dalam penjara pada masa akhir masa kekuasaan Al-Ma’mun. Namun ia belum sempat disidang di hadapan khalifah sebab Al-Ma’mun lebih dulu meninggal. Imam Ahmad mulai mendapatkan ujian sesungguhnya pada masa pemerintahan Khalifah Al-Mu’tashim. Al-Mu’tashim benar-benar mengujinya. Ia menghadirkan menteri-menterinya dan para ulama dari kalangan Mu’tazilah untuk mendebat Imam Ahmad dalam permasalahan Al-Quran adalah makhluk. Perdebatan sengit terjadi selama tiga hari dan tidak satupun yang dapat mengalahkan argumentasi dari Imam Ahmad.
Meski Imam Ahmad berhasil mempertahankan pendapatnya, Al-Mu’tashim tidak juga melepaskannya. Sebaliknya, ia menjatuhkan hukuman cambuk kepada Imam Ahmad. Para algojo mendera sang Imam dengan puluhan kali cambukan hingga ia tidak sadarkan diri. Kemudian dijebloskan ke dalam jeruji besi. Imam Ahmad mendekam di dalam penjara selama 24 bulan.
Penerus Al-Mu’tashim, yakni Al-Watsiq, melepaskan Imam Ahmad dari penjara. Namun, ia memerintahkan agar sang imam tidak tinggal di negeri yang sama dengannya dan tidak diperkenankan keluar dari rumahnya. Dengan begitu Imam Ahmad berdiam diri dalam rumah, tidak pula dapat ke masjid atau membuka majelis ilmu di rumahnya sebab ada aparat yang akan menindaknya. Meskipun demikian, ada saja penuntut ilmu yang datang sembunyi-sembunyi ke rumah Imam Ahmad untuk mengambil ilmu darinya. Kisah masyhur adalah kisah Baqi bin Makhlad yang berpura-pura jadi pengemis agar bisa bertemu Imam Ahmad dan berguru kepadanya. Baqi bin Makhlad berasal dari Andalusia berjalan menuju Baghdad hanya ingin berguru dari Imam Ahmad.
Masa berganti, pemimpinpun berganti. Al-Watsiq digantikan saudaranya Al-Mutawakkil. Al-Mutawakkil adalah seorang ahlussunnah yang menentang pemikiran Mu’tazilah. Ia membebaskan Imam Ahmad bin Hanbal, memuliakannya. Para pembenci sang imam dari kalangan Mu’tazilah tercatat mati mengenaskan. Para khalifah yang menghukumnya juga telah meninggal dunia. Sementara Imam Ahmad tetap dipuja sebagai imam besar ahlussunnah wal jamaah. Namanya tetap harum, disebut-sebut sepanjang masa. Sementara itu kita tidak kenal dengan ulama-ulama Mu’tazilah yang membencinya. Para khalifah yang menghukumnya juga asing bagi kita kecuali di kalangan sebagian mahasiswa sejarah Islam.
Taqiyuddin Ahmad bin Abdul Halim bin Taimiyah (661-728 H), lebih dikenal dengan sebutan Ibnu Taimiyah. Ulama besar, guru dari para ulama besar, dan syaikhul Islam. Imam Ibnu Taimiyah sangat akrab dengan jeruji besi yang disediakan oleh rezim pada masa itu. Ia berpindah dari penjara satu ke penjara lainnya. Namun itu tidak meredupkan semangatnya untuk tetap belajar dan mengajarkan ilmu, menulis, berfatwa, memberantas kemungkaran, dan berjihad menghadapi pasukan Tatar.

Imam Ibnu Taimiyah tutup usia di dalam penjara. Para tahanan tak kuasa menahan air mata mendengar kematiannya karena banyaknya kebaikan serta ilmu yang ia berikan kepada mereka. Kemudian orang-orang dari berbagai kalangan, tua dan muda, lelaki dan perempuan, datang berkumpul di sekitar penjara menanti jenazahnya. Para ulama seperti Al-Hafizh Al-Mizzi ikut memandikan jenazahnya dan menshalatinya. Ibnu Katsir menceritakan kondisi orang-orang yang datang melayat dan menshalati sang imam. Mereka menangis, mendoakan, dan memberikan sanjungan kepada sang Imam. Saking banyaknya, Ibnu Katsir menulis bahwa tidak ada yang bisa menghitung jumlah mereka kecuali Allah Ta’ala.
Abdul Malik Karim Amrullah (1908-1981 M). Ia adalah putra dari ulama besar Maninjau. Salah satu tokoh dan ulama Tanah Air yang melahirkan ratusan karya. Ia lebih akrab disapa Buya Hamka. Hamka salah satu ulama yang pernah mendekam dalam jeruji besi pada masa pemerintahan Presiden Soekarno. Sekitar 28 bulan ia ditahan, dari tahun 1964 sampai 1966. Pemerintah menuduhnya melanggar Undang-undang Anti Subversif Pempres No.11 yaitu merencanakan pembunuhan Presiden Soekarno. Selain itu, buku-buku karangannya juga dilarang beredar. Padahal dari buku-buku itulah Buya Hamka menghidupi keluarganya. Namun, sebagaimana para ulama sebelumnya, penjara menjadi tempatnya berkhalwat dengan Allah serta berkarya. Ia mengkhatamkan menulis buku dalam bidang tafsir, Tafsir Al-Azhar di dalam penjara.
Setelah keluar dari penjara pada masa pemerintahan Soeharto, pada tanggal 16 Juni 1970, seseorang yang ditemani oleh Pak Soeryo -ajudan Presiden Soeharto-, datang membawa pesan dari mantan Presiden Soekarno. Pesan dari Soekarno adalah: “Bila aku mati kelak, minta kesediaan Hamka untuk menjadi imam shalat jenazahku.”
Meski pernah dipenjarakan oleh Soekarno, Hamka tidak menyimpan rasa dendam. Setelah mendengar kabar wafatnya Presiden pertama RI itu, Hamka bergegas ke Wisma Yaso tempat jenazah Soekarno dibawa. Ia menunaikan amanah yang diberikan Soekarno yaitu mengimami jenazahnya.
Sebagian orang mengkritik tindakan Buya Hamka sebab sebelumnya sang mantan presiden telah memfitnahnya dan mendekamnya dalam jeruji besi selama 2 tahun 4 bulan. Tapi Hamka menjawab bahwa sampai ajalnya Soekarno tetap seorang muslim yang wajib diselenggarakan jenazahnya dengan baik. Katanya lagi, jika bukan karena di penjara ia mungkin tidak bisa mengkhatamkan menulis Kitab Tafsir Al-Quran 30 Juz. Hamka malah memuji jasa Soekarno yang telah membangun dua masjid; Masjid Baitul Rahim di Istana Negara dan masjid terbesar di Asia Tenggara, Masjid Istiqlal.
Demikianlah beberapa sosok ulama yang pernah dijebloskan dalam penjara oleh rezim. Namanya senantiasa ditulis dengan tinta emas. Dipuja oleh umat dan tetap harum sepanjang zaman. Allah bahkan memuji mereka dalam Al-Quran, “Sesungguhnya Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama.” (Qs. Fathir: 28).
Bacaan:
Syaikh Ahmad Farid, Min A’lam As-Salaf (terj)Irfan Hamka, Ayah