Ilustrasi Adab Buang Air

Adab buang air baik buang air besar ataupun buang air kecil sangat penting untuk diketahui karena meskipun banyak yang menganggap sepele, ternyata mayoritas siksa kubur akibat tidak membersihkan air seni. Artikel ini akan membahas adab-adab buang air secara lengkap dan detail. Baca artikel berikut selengkapnya!

Di antara keagungan syariat Islam yang penuh berkah ini adalah tidak tersisa satu kebaikan pun, besar maupun kecil, kecuali telah diperintahkan dan dianjurkan oleh syariat. Dan tidak ada satupun keburukan, yang besar maupun kecil, kecuali dilarang olehnya. 

Sungguh sebuah syariat yang maha komplit dan indah dari segala segi. Hal itu membuat takjub orang-orang non muslim terhadap Dien ini. Hingga salah seorang kaum musyrikin berkata kepada Salman Al-Farisi radhiyallahu ‘anhu:

“Nabi kalian telah mengajarkan segala sesuatunya hingga masalah khira’ah (adab buang hajat).” Salman pun berkata: “Benar katamu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang kami menghadap kiblat ketika buang air besar atau kecil.” (HR At-Tirmidzi, dengan sanad Shahih)

Adapun 13 adab buang air yang mesti diperhatikan, sebagai berikut:

Tidak Menghadap Langsung ke Kiblat

Adab buang air pertama adalah tidak menghadap langsung ke kiblat tanpa dinding penghalang saat buang air besar atau kecil (kiblat kaum muslimin adalah Ka’bah yang dibangun oleh Nabi Ibrahim ‘alaihis salam di Makkah atas perintah Allah). Ini merupakan bentuk penghormatan terhadap kiblat dan bentuk pengagungan terhadap syiar-syiar Allah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‎إِذَا جَلَسَ أَحَدُكُمْ عَلَى حَاجَتِهِ فَلا يَسْتَقْبِلْ الْقِبْلَةَ وَلا يَسْتَدْبِرْهَا

“Jika salah seorang dari kamu duduk untuk membuang hajatnya, janganlah ia menghadap atau membelakangi kiblat.”
(HR. Muslim)

Tidak Menyentuh Kemaluan dengan Tangan Kanan

Tidak menyentuh kemaluan dengan tangan kanan saat buang air kecil. Dalilnya sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

‎إِذَا بَالَ أَحَدُكُمْ فَلا يَأْخُذَنَّ ذَكَرَهُ بِيَمِينِهِ وَلا يَسْتَنْجِي بِيَمِينِهِ وَلا يَتَنَفَّسْ فِي الإِنَاءِ

“Jika salah seorang dari kamu buang air kecil, janganlah ia menyentuh kemaluannya dan beristinja’ dengan tangan kanan. Dan jangan pula ia bernafas dalam gelas (saat minum).” (HR. Al-Bukhari)

Jangan Menghilangkan Najis dengan Tangan Kanan

Janganlah ia menghilangkan najis dengan tangan kanan, namun gunakanlah tangan kiri, berdasarkan hadits di atas dan sabda nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:

‎إِذَا تَمَسَّحَ أَحَدُكُمْ فَلا يَتَمَسَّحْ بِيَمِينِهِ

“Jika salah seorang kamu membersihkan kotoran janganlah ia gunakan tangan kanannya.” (HR. Al-Bukhari)

Dan juga berdasarkan riwayat Hafshah Radhiyallahu ‘Anha -salah seorang istri beliau- bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menggunakan tangan kanannya untuk makan, minum, berwudhu’, memakai pakaian, memberi dan menerima. Dan menggunakan tangan kirinya untuk selain itu.”
(HR. Ahmad, dengan sanad Shahih)

Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anha bahwa Rasulullah bersabda:

‎إِذَا اسْتَطَابَ أَحَدُكُمْ فَلا يَسْتَطِبْ بِيَمِينِهِ ، لِيَسْتَنْجِ بِشِمَالِهِ

“Jika salah seorang dari kamu beristinja’ maka janganlah ia gunakan tangan kanan, hendaklah ia gunakan tangan kirinya.” (HR. Ibnu Majah, dengan sanad Shahih)

Aman dari Percikan Air Seni

Menurut Sunnah Nabi, hendaklah berusaha duduk serendah mungkin saat membuang hajat. Cara seperti itulah yang lebih menutupi aurat dan lebih aman dari percikan air seni yang dapat mengotori badan dan pakaiannya. Dan boleh membuang air kecil sambil berdiri jika aman dari percikan air seni.

Menutup Diri dari Pandangan Orang Saat Buang Hajat

Penghalang yang paling sering digunakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika buang hajat adalah dinding atau pagar kebun kurma (yakni dibalik tanah tinggi atau dinding kebun kurma). (HR. Muslim)

Jika seorang muslim berada di tanah lapang lalu terdesak buang hajat sementara ia tidak menemukan sesuatu sebagai penghalang, hendaklah ia menjauh dari orang lain. Dalilnya adalah riwayat Mughirah bin Syu’bah radhiyallahu ‘anhu ia berkata:

‎كُنْتُ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي سَفَرٍ فَأَتَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَاجَتَهُ فَأَبْعَدَ فِي الْمَذْهَبِ

“Ketika saya menyertai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sebuah lawatan, beliau terdesak buang hajat. Beliaupun menjauh dari tepi jalan.” (HR. At-Tirmidzi, dengan sanad Hasan)

Abdurrahman bin Abi Quraad meriwayatkan:

‎خَرَجْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى الْخَلاءِ وَكَانَ إِذَا أَرَادَ الْحَاجَةَ أَبْعَدَ

“Saya pernah menyertai Rasulullah ke sebuah padang luas. Jika beliau hendak buang hajat maka beliau akan pergi menjauh.” (HR. An-Nasa’i, dengan sanad Shahih)

Tidak Membuka Auratnya Kecuali Setelah Tiba di Tempat Buang Air

Tidak membuka auratnya kecuali setelah tiba di tempat buang air. Sebab tempat buang air tentunya lebih tertutup. Berdasarkan riwayat Anas radhiyallahu ‘anhu ia berkata:

‎كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَرَادَ الْحَاجَةَ لَمْ يَرْفَعْ ثَوْبَهُ حَتَّى يَدْنُوَ مِنْ الأَرْضِ

“Apabila Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam hendak buang hajat, beliau tidak akan menyingkap pakaiannya hingga tiba di tempat buang air.” (HR. At-Tirmidzi, dengan sanad Shahih)

Membaca Doa Ketika Memasuki dan Keluar WC

Gambar WC
Gambar WC (Sumber iStock)

Di antara adab-adab yang dituntunkan oleh Syariat Islam kepada kaum muslimin adalah membaca zikir-zikir tertentu ketika memasuki WC dan keluar darinya. Adab ini sangat sesuai dengan kondisi dan tempat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengajarkan kepada kita doa ketika masuk ke dalam WC:

‎بسم الله ، اللهم إني أعوذ بك من الخبث والخبائث

Artinya: Dengan menyebut nama Allah, Yaa Allah sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari segala gangguan setan laki-laki maupun perempuan.

Kita juga diajarkan agar berlindung kepada Allah dari setiap perkara yang buruk dan dari gangguan setan laki-laki maupun perempuan.
Ketika keluar dari WC kita dianjurkan meminta ampun kepada Allah dengan mengucapkan:

‎غفرانك

Artinya: “Aku meminta ampun kepada-Mu!”

Menghilangkan Najis Setelah Selesai Buang Hajat

Bersungguh-sungguh menghilangkan najis setelah selesai buang hajat, berdasarkan sabda Rasulullah yang memberi peringatan keras terhadap orang-orang yang menganggap remeh perkara bersuci ini. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‎أَكْثَرُ عَذَابِ الْقَبْرِ مِنْ الْبَوْلِ

“Mayoritas siksa kubur itu akibat tidak membersihkan air seni”
(HR. Ibnu Majah, dengan sanad Shahih)

Diriwayatkan dari Abdullah bin Abbas Radhiyallahu ‘Anhu bahwa ia bercerita: “Suatu kali Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melewati dua kuburan lalu berkata:

‎إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ أَمَّا هَذَا فَكَانَ لا يَسْتَتِرُ مِنْ بَوْلِهِ وَأَمَّا هَذَا فَكَانَ يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ

“Sesungguhnya kedua penghuni kubur ini sedang disiksa, bukanlah karena kesalahan yang besar. Salah seorang dari keduanya karena tidak beristinja’ setelah buang air, dan satunya lagi berjalan ke sana kemari menyebar namimah (mengadu domba).” (HR. Al-Bukhari)

Mencuci Kemaluan atau Dubur Sekurang-Kurangnya Tiga Kali

Adab buang air selanjutnya adalah hendaklah mencuci kemaluan atau dubur sekurang-kurangnya tiga kali atau ganjil sampai bersih sesuai dengan kebutuhan. Dalilnya adalah riwayat ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha ia menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membersihkan kemaluannya sebanyak tiga kali. Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu berkata:

‎فَعَلْنَاهُ فَوَجَدْنَاهُ دَوَاءً وَطُهُورًا

“Kamipun melakukan petunjuk beliau dan kami dapati hal itu sebagai obat dan kesucian.”
(HR. Ibnu Majah, dengan sanad Shahih)

Dan juga berdasarkan hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‎إِذَا اسْتَجْمَرَ أَحَدُكُمْ فَلْيَسْتَجْمِرْ وِتْرًا

“Jika salah seorang dari kamu beristijmar maka lakukanlah sebanyak tiga kali.” (HR. Ahmad, dengan sanad Hasan)

Tidak Bersuci dengan Kotoran Hewan yang Mengering

Tidak beristijmar (bersuci dengan cara mengusap) dengan menggunakan tulang dan rauts (kotoran hewan yang telah mengering). Akan tetapi gunakanlah saputangan, batu dan sejenisnya.

Dalilnya adalah riwayat Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu bahwa ia pernah membawakan tempat air Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk wudhu’ dan buang hajat beliau. Ketika Abu Hurairah mengikuti Rasul dengan membawa tempat air itu, Rasulullah berkata: “Siapakah ini?”
“Saya, Abu Hurairah!” jawabnya.
Rasulullah berkata:

‎ابْغِنِي أَحْجَارًا أَسْتَنْفِضْ بِهَا وَلا تَأْتِنِي بِعَظْمٍ وَلا بِرَوْثَةٍ فَأَتَيْتُهُ بِأَحْجَارٍ أَحْمِلُهَا فِي طَرَفِ ثَوْبِي حَتَّى وَضَعْتُهَا إِلَى جَنْبِهِ ثُمَّ انْصَرَفْتُ حَتَّى إِذَا فَرَغَ مَشَيْتُ فَقُلْتُ مَا بَالُ الْعَظْمِ وَالرَّوْثَةِ قَالَ هُمَا مِنْ طَعَامِ الْجِنِّ

“Bawakanlah untukku beberapa buah batu untuk beristijmar, namun jangan bawa tulang dan kotoran hewan.”

Akupun membawa beberapa buah batu yang letakkan di kantung bajuku kemudian kuletakkan di sisi beliau lalu aku berpaling. Setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam selesai buang hajat aku bertanya:

“Mengapa tidak boleh menggunakan tulang dan kotoran hewan?” beliau menjawab: “Karena keduanya adalah makanan bangsa jin!” (HR. Al-Bukhari)

Tidak Buang Air pada Air yang Tergenang

Dilarang buang air pada air yang tergenang (tidak mengalir). Dalilnya hadits Jabir Radhiyallahu ‘Anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang buang air pada air yang tergenang (tidak mengalir).” (HR. Muslim)

Hal tersebut karena perbuatan tersebut dapat mengotori air dan mengganggu orang-orang yang menggunakannya.

Tidak Buang Air di Jalan dan Tempat Orang Berteduh

Dilarang buang air di jalan dan di tempat orang-orang berteduh, sebab hal itu dapat mengganggu mereka. Dalilnya hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‎اتَّقُوا اللاعِنَيْنِ قَالُوا وَمَا اللاعِنَانِ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ الَّذِي يَتَخَلَّى فِي طَرِيقِ النَّاسِ أَوْ ظِلِّهِمْ

“Jauhilah dua perkara yang mendatangkan kutukan! Mereka bertanya: Apa itu wahai Rasulullah?”
Beliau bersabda: “Buang hajat di tengah jalan atau ditempat orang-orang berteduh.”
(HR. Abu Dawud, dengan sanad Shahih)

Tidak Mengucapkan Salam kepada Orang yang Sedang Buang Hajat dan Dilarang Menjawab Salam Sementara Berada di Tempat Buang Hajat

Sebagai bentuk pengagungan kepada Allah agar namaNya tidak disebut di tempat-tempat kotor. Diriwayatkan dari Jabir bin Abdillah Radhiyallahu ‘Anhu ia mengisahkan bahwa seorang lelaki berjalan melewati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang ketika itu tengah buang air kecil. Lelaki itu mengucapkan salam kepada beliau. Setelah selesai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadanya:

‎إِذَا رَأَيْتَنِي عَلَى مِثْلِ هَذِهِ الْحَالَةِ فَلَا تُسَلِّمْ عَلَيَّ فَإِنَّكَ إِنْ فَعَلْتَ ذَلِكَ لَمْ أَرُدَّ عَلَيْكَ

“Jika engkau melihatku dalam keadaan demikian (sedang buang hajat) janganlah ucapkan salam kepadaku, sebab aku tidak akan menjawab salammu itu.”
(HR. Ibnu Majah, dengan sanad Shahih)

Jumhur ulama berpendapat makruh berbicara di dalam WC tanpa keperluan.

Itulah beberapa adab dan aspek hukum dalam syariat Islam berkenaan dengan permasalahan yang dilakukan orang setiap hari. Syariat Islam telah mengatur dan mejelaskannya sedemikian rupa. Bagaimana pula dengan permasalahan-permasalahan yang lebih besar daripadanya!

Pernahkah Anda dapatkan agama atau syariat di dunia ini yang menetapkan aturan-aturan seperti itu? Demi Allah, hal itu cukup sebagai bukti kesempurnaan dan keindahan Dienul Islam serta wajibnya kita mengikutinya. Kita memohon kepada Allah agar memberikan taufiq bagi kita semua kepada kebaikan dan mengkaruniakan hidayah kepada kebenaran.

Demikianlah artikel tentang adab buang air ini. Anda juga dapat membaca artikel tentang adab dan akhlak lainnya di sini. Semoga bermanfaat!

Video Adab Buang Air / Buang Hajat