Akhirat Tujuan Utama

Hidup berkecukupan dan bahkan harta melimpah ruah adalah impian setiap manusia. Bahkan mungkin impian ini tidak akan pernah putus hingga ajal tiba.

Anak keturunan Adam tumbuh kembang dan ada dua hal yang turut tumbuh dan berkembang bersamaan dengan usianya: cinta terhadap harta kekayaan dan angan-angan panjang umur.” (HR. Bukhari).

Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah berkata, “Orang yang mencintai dunia (secara berlebihan) tidak akan lepas dari tiga (macam penderitaan): Kekalutan (pikiran) yang selalu menyertainya, kepayahan yang tiada henti, dan penyesalan yang tiada berakhir. Hal ini dikarenakan orang yang mencintai dunia (secara berlebihan) jika telah mendapatkan sebagian dari (harta benda) duniawi maka nafsunya (tidak pernah puas dan) terus berambisi mengejar yang lebih daripada itu, sebagaimana dalam hadits yang shahih Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seandainya seorang manusia memiliki dua lembah (yang berisi) harta (emas) maka dia pasti (berambisi) mencari lembah harta yang ketiga”.

Menjadikan akhirat sebagai tujuan utama dari kehidupan, membuat kita sadar bahwa dunia ini tidak lebih dari sebuah ladang tempat menanam benih kebaikan untuk kita petik buahnya kelak di akhirat. Kesadaran ini membimbing kita untuk mempersembahkan kehidupan kita yang terbaik untuk Allah Taala; harta dan jiwa kita sekaligus. Karena kita sesungguhnya telah melakukan transaksi jual beli dengan Allah. 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam Bersabda,

“Barangsiapa yang (menjadikan) dunia tujuan utamanya maka Allah akan mencerai-beraikan urusannya dan menjadikan kemiskinan/tidak pernah merasa cukup (selalu ada) di hadapannya, padahal dia tidak akan mendapatkan (harta benda) duniawi melebihi dari apa yang Allah tetapkan baginya. Dan barangsiapa yang (menjadikan) akhirat niat (tujuan utama)nya maka Allah akan menghimpunkan urusannya, menjadikan kekayaan/selalu merasa cukup (ada) dalam hatinya, dan (harta benda) duniawi datang kepadanya dalam keadaan rendah (tidak bernilai di hadapannya)“ (HR. Ibnu Majah, Ahmad, ad-Daarimi, Ibnu Hibban dan lain-lain. Dinyatakan shahih syaikh al-Albani).

Dalam hadits di atas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi jaminan bagi mereka yang menjadikan akhirat sebagai tujuannya, hidup dan matinya hanya untuk Allah semata disertai keikhlasan penuh kepada-Nya, maka dunia itu akan mendatanginya, Allah mudahkan berbagai urusannya dan Ia letakkan kebahagiaan dalam dirinya.

Inilah salah satu maksud firman Allah (yang artinya): “Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu..” (QS. Muhammad: 7)

 Sifat yang mulia ini dimiliki dengan sempurna oleh para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan inilah yang menjadikan mereka lebih utama dan mulia di sisi Allah Ta’ala dibandingkan generasi yang  datang setelah mereka. Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata, “Kalian lebih banyak berpuasa, (mengerjakan) shalat, dan lebih bersungguh-sungguh (dalam beribadah) dibandingkan para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tapi mereka lebih baik (lebih utama di sisi Allah Ta’ala) daripada kalian”. Ada yang bertanya: Kenapa (bisa demikian), wahai Abu Abdirrahman? Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata: “Karena mereka lebih zuhud dalam (kehidupan) dunia dan lebih cinta kepada akhirat”.

Tetap Proporsional

Dunia dan akhirat bukanlah sesuatu yang bertentangan, bahkan dunia adalah ladang untuk beramal yang hasilnya akan dituai di akhirat. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (yang artinya):

Dan carilah (kebahagiaan) negeri akhirat dengan kekayaan yang telah Allah anugerahkan kepadamu, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi.”  (QS. Al-Qashash: 77)

Ibnu Katsir menjelaskan ayat ini dengan berkata:

Mereka menganjurkan kepada Qarun agar menggunakan karunia Allah berupa harta kekayaan yang melimpah ruah dalam ketaatan kepada Allah. Hendaknya kekayaan yang ia miliki digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan segala bentuk amal kebajikan. Dengannya ia mendapatkan pahala besar baik di dunia maupun di akhirat.

Walau demikian bukan berati ia harus melalaikan kehidupan dunianya dengan tidak makan, minum, pakaian, rumah, dan istri. Yang demikian itu karena Allah memiliki hak, sebagaimana dirinya juga memiliki hak yang harus ia tunaikan. Dan istrinya pun memiliki hak yang harus ia tunaikan demikian pula tamunya juga memiliki hak yang harus ia tunaikan. Karena itu tunaikanlah masing-masing hak kepada pemiliknya.” (Tafsir Ibnu Katsir, 3:484)

Ibarat Musafir

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengibaratkan dunia ini persinggahan musafir untuk kemudian melanjutkan perjalanan. Beliau bersabda, 

 “Tidaklah keberadaanku di dunia ini bagaikan seorang (musafir) yang berkendara, kemudian singgah untuk berteduh di bawah pohon, kemudian bangkit dan meninggalkannya “(HR. at-Tirmidzi, Dinyatakan shahih syaikh al-Albani)

Begitulah seharusnya kita memandang dunia ini sebagai persinggahan sementara. Maka dunia tak melenakan kita untuk mencapai tujuan utama kita yakni surga di akhirat. Yang keindahannya tidak bisa disandingkan dengan keindahan kasat mata yang kita lihat di dunia ini. Bahkan keindahan yang tak terbayangkan. Sebuah tujuan yang lebih baik dari sekedar tempat persinggahan.

 “Dan kehidupan akhirat itu lebih baik bagimu dibandingkan kehidupan dunia”(Q.S ad-Dhuha:4)

Semoga Allah menjadikan kita sebagai ahlul jannah. Amiin.[*]

Yuk gabung di grup WhatsApp Sahabat Inspirasi

Home
Donasi
Hitung Zakat
Rekening