LAZISWahdah.com – Seorang penjual hewan kurban tercengang tak lama setelah mengantarkan kambing ke pemesannya.

Sesampainya di tempat tujuan, ia mendapati rumah seorang ibu yang memesan kambing jualannya. Rumah yang sederhana beralaskan tanah. Ukurannya kecil, dan di dalamnya tidak dijumpai perabotan mewah yang menggunakan listrik.

Mereka tinggal bertiga dengan seorang anak kecil yang tak lain adalah cucu nenek tersebut.

Seorang ibu yang dipanggil emak datang menyambut hewan yang diantarkan, “Alhamdulillah. akhirnya kesampaian juga Emak berqurban. Terima kasih ya Allah,” katanya.

“Ini uangnya Pak. Maaf ya kalau saya nawarnya terlalu murah, karena saya hanya tukang cuci di kampung sini, saya sengaja mengumpulkan uang untuk membeli kambing buat kurban atas nama Emak,” kata anak perempuannya.

“Ya Allah,” bathin sang pengantar pesanan qurban. Seorang yang miskin harta namun kekayaan imannya begitu luar biasa.

“Sudah bu, biar ongkos kendaraannya saya yang bayar”, kata penjual hewan qurban sambil cepat-cepat berpamitan.

Kisah di atas bukan penggalan sinetron yang diceritakan kembali. Jika dikumpulkan ada sederet kisah nyata yang menarik disimak. Penulis juga pernah mendapati kisah nyata yang mirip dengan sinetron tukang bubur naik haji.

Namun, yang tidak kalah menarik adalah jawaban untuk soal, hikmah apa saja yang bisa kita ambil dari kisah pengorbanan saudara kita?

Hikmah Pengorbanan

Pembaca yang budiman, tidak semua orang mampu berqurban dengan qurban terbaik mereka karena berbagai alasan dan kondisi. Namun kita dapat menyaksikan bagaimana keteguhan dan keikhlasan mampu mengalahkan kondisi dan sekian alasan untuk tidak berqurban.

Kesungguhan dan keikhlasan menjadi kata kunci yang menginspirasi dan mendorong umat Islam untuk berlomba-lomba berqurban dengan qurban terbaik.

Memang secara fithrah, manusia cenderung bersikap egois dan mementingkan diri sendiri. Kita juga melihat kepentingan orang lain melalui kepentingan diri kita.

Namun demikian, disamping itu semua, kita pada dasarnya adalah makhluk yang cenderung untuk saling bekerjasama. Teringat pada pelajaran IPS atau ilmu sosial saat duduk dibangku sekolah dulu. Kita adalah makhluk sosial, demikian petuah guru kita.

Sedikit mengevaluasi apa yang kita pahami hingga hari ini. Sebagai makhluk sosial, kita tentunya akan memilih untuk bermasyarakat dibandingkan menyendiri, dan pada gilirannya akan mendorong diri kita untuk merelakan sebagian hak kita untuk orang lain, sehingga dari kerjasama tersebut kita dapat mengambil manfaat. Muncul rasa hormat dan saling menghargai.

Oleh karena itu, beberapa macam pengorbanan dan pendahuluan kepentingan orang lain, menjadi bagian dari keharusan dalam bangunan masyarakat yang tanpa keberadaannya, masyarakat tidak akan dapat hidup dengan bahagia.

Sikap pengorbanan dan pendahuluan kepentingan orang lain dalam istilah pengajian ta’lim dan lingkar tarbiyah kemudian kita kenal dengan istilah, ITSAR!

Mensyukuri Kemerdekaan dengan Semakin Mendekatkan Diri PadaNya

Walaupun ibadah Qurban ini hanya dilakukan sekali dalam setahun, namun semangat dan kebiasaannya haruslah senantiasa dipelihara. Sikap ingin selalu dekat dengan Allah seharusnya dipelihara dengan mengerahkan seluruh potensi diri dalam menunaikan ibadah-ibadah  secara sempurna.

Ada dua ibadah agung di bulan Dzulhijjah yaitu ibadah haji dan ibadah qurban. Kedua amalan ini tentu hanya mampu dilaksanakan dengan baik oleh mereka yang memiliki kedekatan dengan Allah yang merupakan makna ketiga dari hari raya ini: “Qurban” yang berasal dari kata “qaruba – qaribun” yang berarti dekat.

Jika posisi seseorang jauh dari Allah, maka dia akan mengatakan lebih baik bersenang-senang keliling dunia dengan hartanya daripada pergi ke Mekah menjalankan ibadah haji. Namun bagi hamba Allah yang memiliki kedekatan dengan Rabbnya dia akan mengatakan “Labbaik Allahumma Labbaik,” lebih baik aku memenuhi seruanMu ya Allah.

Demikian juga dengan ibadah qurban. Seseorang yang jauh dari Allah tentu akan berat mengeluarkan hartanya untuk tujuan ini. Namun mereka yang posisinya dekat dengan Allah akan sangat mudah untuk mengorbankan segala yang dimilikinya semata-mata memenuhi perintah Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Walaupun ibadah ini hanya dilakukan sekali dalam setahun, namun semangat dan kebiasaannya haruslah senantiasa dipelihara. Sikap ingin selalu dekat dengan Allah seharusnya dipelihara dengan mengerahkan seluruh potensi diri dalam menunaikan ibadah-ibadah  secara sempurna.

Mencapai posisi dekat “al-Qurban/al-Qurbah” juga perlu latihan (baca: tarbiyah) dalam menjalankan apa saja yang diperintahkan Allah. Karena seringkali terjadi benturan antara keinginan diri (hawa nafsu) dengan kecenderungan ingin maksimal dalam ibadah.

Dibutuhkan penguatan hati dengan saling memotivasi untuk bisa mengalahkan segala keterbatasan dan kekurangan agar semangat dalam berqurban, dan berqurban dengan penuh keikhlasan. Wallahu a’lam.[]

1 Komentar pada “Belajar (Lagi) tentang Kesungguhan dan Keikhlasan”

Tinggalkan Balasan