Hikmah-hikmah dan Keutamaan Puasa Sunnah Syawal

Artikel ini akan membahas terkait hikmah-hikmah dan keutamaan puasa sunnah syawal. Selain itu, juga akan dibahas hadits terkait puasa sunnah syawal, bagaimana dan kapan puasa tersebut dilaksanakan dan bagaimana agar konsisten atau istiqomah.

وَمَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ

“Dan senantiasa hamba-Ku mendekatkan diri kepadaKu dengan amalan-amalan sunnah sehingga Aku mencintainya.” (HR. Imam Albukhari).

Di antara upaya meraih keridhaan dan kecintaan Allah Ta’ala adalah lewat pintu ibadah puasa sunnah, setelah menjalankan ibadah puasa yang wajib. Dan di antara ibadah sunnah yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam anjurkan adalah puasa enam hari di bulan Syawal.

Puasa ini mempunyai keutamaan yang sangat istimewa. Hal ini dapat dilihat dari sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam:

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ

“Barang siapa yang berpuasa Ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka dia berpuasa seperti setahun penuh.” (HR. Muslim)

Hadits tersebut menjadi dalil tentang dianjurkannya puasa enam hari di bulan Syawal dan pendapat inilah yang dipilih oleh madzhab Syafi’i dan Ahmad serta yang sependapat dengan mereka.

Puasa Syawal, Puasa Seperti Setahun Penuh

Dari Tsauban, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ صَامَ سِتَّةَ أَيَّامٍ بَعْدَ الْفِطْرِ كَانَ تَمَامَ السَّنَةِ (مَنْ جَاءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا)

“Barang siapa berpuasa enam hari setelah hari raya Idul Fitri, maka dia seperti berpuasa setahun penuh. [Barang siapa berbuat satu kebaikan, maka baginya sepuluh kebaikan semisal].” (HR. Ibnu Majah dan dishahihkan oleh ulama hadits, Syaikh Al Albani).

Dikatakan bahwa orang yang melakukan satu kebaikan akan mendapatkan sepuluh kebaikan yang semisal. Puasa ramadhan adalah selama sebulan berarti akan semisal dengan puasa 10 bulan. Puasa syawal adalah enam hari berarti akan semisal dengan 60 hari yang sama dengan 2 bulan. Oleh karena itu, seseorang yang berpuasa ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan syawal akan mendapatkan puasa seperti setahun penuh. (Lihat Syarh An Nawawi ‘ala Muslim, 8/56 dan Syarh Riyadhus Shalihin, 3/465). 

Segala puji bagi Allah yang telah memberikan nikmat ini bagi umat Islam.

Apakah Puasa Syawal Harus Berurutan dan Dilakukan di Awal bulan tersebut?

Imam Nawawi dalam Syarh Muslim, 8/56 mengatakan, “Para ulama madzhab Syafi’i mengatakan bahwa paling afdhal (utama) melakukan puasa syawal secara berturut-turut (sehari) setelah shalat ‘Idul Fithri. Namun jika tidak berurutan atau diakhirkan hingga akhir Syawal maka seseorang tetap mendapatkan keutamaan puasa syawal setelah sebelumnya melakukan puasa Ramadhan.”Oleh karena itu, boleh saja seseorang berpuasa syawal tiga hari setelah Idul Fithri misalnya, baik secara berturut-turut ataupun tidak, karena dalam hal ini ada kelonggaran. Namun, apabila seseorang berpuasa syawal hingga keluar waktu (bulan Syawal) karena bermalas-malasan maka dia tidak akan mendapatkan ganjaran puasa syawal.”

Selanjutnya, mari kita cermati Fadhilah atau keutamaan dari puasa Syawal beserta hikmah lainnya berikut ini:

Menyempurnakan Pahala Puasa Ramadhan

Puasa Syawal menyempurnakan pahala puasa Ramadhan sehingga senilai dengan puasa setahun penuh.

Puasa Syawal dan puasa Sya’ban sebagaimana salat sunah rawatib sebelum dan sesudah salat, ia menyempurnakan kekurangan dan cacat yang ada pada ibadah yang wajib. Karena ibadah-ibadah wajib akan disempurnakan dengan ibadah-ibadah sunah pada hari kiamat kelak. 

Kebanyakan orang, puasa Ramadannya mengandung kekurangan dan cacat, maka mereka membutuhkan amalan-amalan yang bisa menyempurnakannya.

Tanda Diterimanya Ibadah Puasa Ramadhan

Terbiasa melakukan kebaikan seperti tilawah Al-Qur’an dengan mengkhatamkannya, shalat lail dan puasa Sunnah selepas puasa Ramadan adalah tanda diterimanya amalan puasa Ramadan. Karena ketika Allah menerima amalan seorang hamba, Allah akan memberikan ia taufik untuk melakukan amalan shalih selanjutnya. Sebagaimana perkataan sebagian salaf:

ثواب الحسنة الحسنة بعدها

“Balasan dari kebaikan adalah (diberi taufik untuk melakukan) kebaikan selanjutnya”

Maka barangsiapa yang melakukan suatu kebaikan, lalu diikuti dengan kebaikan lainnya, ini merupakan tanda amalan kebaikannya tersebut diterima oleh Allah. Sebagaimana barangsiapa yang melakukan suatu kebaikan, namun kemudian diikuti dengan keburukan lainnya, ini merupakan tanda amalan kebaikannya tersebut tidak diterima oleh Allah.

Tanda Syukur Atas Nikmat Umur dan Kesempatan Beribadah

Orang-orang yang berpuasa Ramadan disempurnakan pahalanya dengan membayar kewajiban zakat dan di hari Idul Fitri akan diampuni dosa-dosanya, atas izin Allah. Maka hari Idul Fitri adalah hari pemberian ganjaran kebaikan. Sehingga puasa setelah hari Idul Fitri adalah bentuk syukur atas nikmat tersebut. Sedangkan tidak ada nikmat yang lebih besar selain pahala dari Allah Ta’ala dan ampunan dari Allah.

Istiqamah, Menjaga Konsistensi dalam Beribadah

Berlalunya bulan Ramadhan bukan berarti amalan kebaikan seperti tilawah dan shalat berjamaah juga ikut kita tinggalkan. Janganlah kita seperti seorang wanita yang telah bersusah payah memintal benang, helai demi helai hingga menjadi selembar pakaian dan setelah terpesona oleh keelokan sulamannya, iapun kemudian menguraikan pintalannya hingga kembali menjadi gundukan benang yang tiada arti.

وَلا تَكُونُوا كَالَّتِي نَقَضَتْ غَزْلَهَا مِنْ بَعْدِ قُوَّةٍ أَنْكَاثاً (النحل : 92)

“Dan janganlah kamu seperti seorang wanita yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali.” (Q.S. an-Nahl: 92)

Itulah perumpamaan sebagian orang yang mengisi bulan diturunkannya Alqur’an dengan ibadah, akan tetapi setelah Ramadhan berlalu, merekapun kembali melakukan perbuatan dosa dan maksiat dan meninggalkan ibadah yang pernah ia tekuni selama bulan Ramadhan.

Dan sejelek-jelek orang adalah mereka yang hanya mengenal Tuhannya ketika bulan Ramadhan, padahal Tuhan di bulan Ramadhan adalah juga Tuhan pada bulan-bulan lainnya, bahkan Tuhan untuk segala waktu dan tempat. 

Allah Yang Maha Suci dan Maha Mulia telah berfirman kepada hamba dan RasulNya Muhammad, artinya: “Beribadahlah kamu kepada Rabb-mu hingga datang kepadamu Al-Yaqin (maut)” (Terjemahan QS. Al-Hijr: 99). Wallahu A’lam.[fm]