Ilustrasi melayat kerabat non muslim

Artikel ini membahas pertanyaan terkait apakah boleh melayat kerabat non muslim. Pertanyaan ini akan dijawab oleh ustadz Rustang Arizal, Lc., MA. Adapun pertanyaan adalah sebagai berikut!

Pertanyaan:

Assalamu’alaikum warahmatullah. Saya ingin bertanya, apakah benar kita sebagai muslim, tidak boleh melayat ke kerabat non muslim, bagaimana hukumnya? Terima kasih

Arvi – Bogor

Jawaban:

Alhamdulillah washolatu wasslamu ala rasulillah waba’du :

Permasalahan ini ada beberapa rincian :

Yang pertama: apabila yang dita’ziyah adalah nashrani atas kematian keluarganya yang muslim.

Hukumnya: adalah boleh saja karena yang meninggal adalah muslim sehingga dia masuk ke dalam keumuman sabda nabi shallallahu alaihi wasallam :

“Kewajiban seorang muslim atas muslim lainnya ada 5 “. (HR.Muslim,No.2162,kitab Assalam,Hal.1034) Salah satu diantaranya yang disebutkan dalam hadits tersebut adalah: menghadiri jenazahnya.

Kedua: apabila yang dita’ziyah adalah muslim atas kematian keluarganya yang non muslim.

Maka yang ini hukumnya juga boleh berdasarkan keumuman sabda nabi shallallahu alaihi wasallam

“seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya”(HR.Bukhari,No.2442, Kitab Al Madzholim wal Ghodhob, Hal.323)

Dan diantara kewajiban seorang muslim terhadap muslim lainnya adalah meringankan bebannya ketika ia berada dalam kesusahan atau tertimpa musibah.

Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda : “

“Barang siapa yang menyelesaikan kesulitan seorang mukmin dari berbagai kesulitan-kesulitan dunia, niscaya Allah akan memudahkan kesulitan-kesulitannya di hari kiamat.”(HR.Muslim,No.2699,Kitab ad-Dzikr waddua wattaubah walistighfar, Hal.1242).

Namun dalam hal ini tidak boleh dia mendoakan keluarganya yang nashrani yang telah meninggal. Dan sebagian ulama bahkan melarang untuk mengikuti jenazahnya.

Berkata Syekh Utsaimin : “ tidak boleh seorang muslim mengikuti jenazah seorang kafir karena di dalamnya terdapat pemuliaan terhadapnya dan orang yang kafir tidak berhak mendapatkan pemulian”.(Lihat : As Syarhul Mumti’ ‘ala Zadil Mustaqni’,Cetakan : Daru Ibnul jauzi,vol.5,Hal.271).  dan Pendapat Syekh Utsaimin ini juga merupakan pendapat Ibnu Taimiyah di Dalam Kitab Majmu Fatawa (lihat : Majmu Fatawa,Cet: Mujamma’ Al Malik Fahd,vol.24,Hal.265)

Yang ketiga: apabila yang dita’ziyah adalah nashrani atas kematian keluarganya yang nashrani.

Maka persoalan ini terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama kita. dan Syekh Al Utsaimin setelah menyebutkan khilaf ulama dalam permasalahan ini berkata: “Jika di dalam ta’ziyah terdapat maslahat seperti mengharapkan keislaman keluarganya atau mencegah keburukan-keburukan dari mereka yang tidak bisa diwujudkan kecuali dengan ta’ziyah maka ta’ziyah dalam hal ini hukumnya boleh akan tetapi kalau tidak maka hukumnya menjadi haram.

Dan pendapat yang paling rajih adalah apabila dalam ta’ziyah terdapat penguatan dan pemuliaan terhadap mereka maka hukumnya haram dan bila tidak maka dilihat kepada ada atau tidaknya maslahat yang diharapkan.” (lihat: Majmu’ Fatawa warasail As Syekh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin, Cet: Darul Wathan,vol.17, Hal. 353).

Sebagian ulama yang lain membolehkan ta’ziyah selama dia bukan kafir yang memerangi islam. Berkata Imam An Nawawi : “dan dibolehkan bagi seorang muslim untuk menta’ziyah kafir dzimmi atas kematian keluarganya yang juga dzimmi”.(Lihat: Raudhotuttholibin,cet: Daru Alam Al Kutub,vol.1,Hal.664).

Dan pendapat yang terakhir ini adalah pendapat yang dipilih oleh syekh Al Albani (Lihat: Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Muyassarah,Vol.4, Hal.185) dan pendapat ini menurut kami –wallahu a’lam- pendapat yang paling kuat dengan beberapa alasan (dalil):

Pertama : Keumuman Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala yang menganjurkan untuk berbuat ihsan (baik) kepada orang kafir selama ia tidak memerangi islam.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman : “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang Berlaku adil.” (QS. Al Mumtahanah : 8). dan melayat merupakan salah satu diantara perbuatan baik.

Dan Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan berbuat ihsan (baik) kepada segala sesuatu”. (HR.Muslim,No.1955, Kitab As Shoid wadzzbaih,Hal.940-941). 

Dan di dalam riwayat lain: “kepada segala makhluk” (Lihat : Jamiul Ulum wal Hikam,vol.1,Hal.426). Ibnu Rajab ketika mengomentari Hadits ini berkata : “oleh karena itu hadits ini merupakan dalil yang mewajibkan berbuat ihsan.

Dan Allah Ta’ala juga telah memerintahkannya dalam firman-Nya : (sesungguhnya Allah memerintahkan berbuat adil dan berbuat ihsan), dan firman-Nya : dan berbuat ihsanlah sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat ihsan) (Lihat: Jamiul Ulum wal Hikam,cet: Darussalam, vol.1,Hal.427).

Berkata Syekh Abdul Karim Al Khudhoir : “Oleh karena itu Allah Jalla wa ‘A’la menakdirkannya (berbuat baik/ihsan) dan mensyariatkannya serta mewajibkannya terhadap segala sesuatu yaitu: di segala perkara; dalam hal muamalah seseorang dengan dirinya sendiri, dengan Tuhannya, dengan makhluk lain, dengan anak-anaknya, dengan istrinya, dengan kedua orangtuanya, dengan tetangganya, dengan keluarganya, dengan seluruh manusia dia harus berbuat ihsan terhadap mereka.(Lihat: Syarah Al Arbain An Nawawiyah,vol.12,Hal.5).

Kedua : perbuatan Nabi shallahu alaihi wasallam yang pernah menjenguk seorang Yahudi yang sedang sakit, sebagaimana disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik.

Seorang anak Yahudi yang senantiasa membantu Nabi shallallahu alaihi wasallam sedang sakit, maka nabi Nabi shallallahu alaihi wasallam menjenguknya dan duduk di dekat kepalanya dan berkata: “masuklah ke dalam Islam kemudian ia menatap ke bapaknya yang ada di sisinya, dan bapaknya berkata : taatilah Abul Qosim shallallahu alaihi wasallam, maka ia pun masuk islam, lalu Nabi shallallahu walihi wasallam meninggalkannya dan berkata : segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkannya dari neraka”. (HR.Bukhari,No.1356,Kitab Al Janaiz, Hal.182).

Dan hadits ini merupakan dalil yang dipakai oleh Imam Ahmad dalam salah satu diantara dua riwayat yang berbeda dari beliau, yaitu riwayat yang mengatakan bahwa boleh menta’ziyah kafir dzimmi (Lihat: Al Mughni,Cet: Dar Alam Al Kutub, vol.3,Hal.486) .

Adapun bentuk kesamaan antara menjenguk orang sakit dengan melayat (menta’ziyah) adalah keduanya merupakan bentuk penguatan (hiburan) terhadap hati keluarga yang dilanda kesedihan atas kedua musibah tersebut sehingga ketika menjenguk boleh maka melayat pun menjadi boleh dan tentunya dalam batas-batas yang dibenarkan secara syar’i dan tidak ada kemungkaran di dalamnya.

Ketiga : dengan melayatnya seorang muslim terhadap orang kafir apalagi kalau yang berduka adalah kerabat atau temannya maka diharapkan bisa menggugah hati keluarganya dengan melihat akhlak muslim tersebut sehingga tertarik untuk masuk Islam.

Jadi kesimpulannya boleh saja melayat seorang non muslim berdasarkan keterangan-keterangan yang kami sebutkan di atas.

Dan sepatutnya seorang muslim ketika melakukan hal tersebut meniatkan untuk berdakwah dan mengajak keluarga yang berduka agar memeluk agama Islam. Wallahu Ta’ala A’lam.

Demikianlah artikel terkait apakah boleh melayat kerabat non muslim. Anda juga dapat membaca artikel lainnya terkait konsultasi syariah.

Dijawab oleh ustadz Rustang Arizal, Lc., MA.