Telaga KautsarLAZISWahdah.com – Perjalanan akhirat, sejak manusia dibangkitkan hingga sebelum masuk di jannah atau di neraka adalah perjalanan yang sangat panjang dan melelahkan. Bermula dari kepanikan saat dibangkitkan, terpanggang panasnya matahari selama di makhsyar, kepenatan saat menanti keputusan, kegalauan saat menunggu catatan amal dibagikan, kegelisahan saat semua amal diperhitungkan lalu ditimbang. Begitupun saat melintas di shirath yang melintang di atas jahannam. Lantas bagaimana orang-orang beriman bisa bertahan melampaui segala rintangan?

Segala kemudahan yang didapatkan di akhirat bergantung pada usaha baiknya di dunia. Mereka mendapat kemudahan dalam setiap prosesnya, dan bahkan bisa merasakan kenikmatan saat yang lain hanya mengenyam kesengsaraan.

Indahnya Telaga Nabi
Ummat Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasalam misalnya, mereka bisa mengunjungi telaga indah yang bertabur kebaikan di dalamnya. Yakni telaga (haudh) milik Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasalam untuk dikunjungi oleh umatnya yang setia dengan sunnah-sunnahnya.

Beliau akan menanti ummatnya di telaga itu. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam bersabda,

إِنِّي فَرَطُكُمْ عَلَى الْحَوْضِ، مَنْ مَرَّ عَلَيَّ شَرِبَ وَمَنْ شَرِبَ لَمْ يَظْمَأْ أَبَدًا

“Sesungguhnya aku akan menanti kalian di haudh (telaga) itu. Barang siapa yang melewatiku, dia akan minum di telaga itu, dan barang siapa yang bisa minum darinya, niscaya dia tidak akan merasa haus selamanya.” (HR Bukhari dan Muslim)

Telaga tersebut dialiri oleh dua saluran air dari Al-Kautsar yang berada di jannah. Yakni sungai yang merupakan salah satu karunia Allah bagi Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam di jannah. Sebagaimana firman Allah,
Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak.” (QS. Al-Kautsar: 1).

Maksud dari al-kautsar adalah sungai di jannah yang diberikan oleh Allah Subhanahu wata’ala kepada Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasalam. Hal ini berdasarkan riwayat dari beberapa sahabat, seperti Ibnu Umar, Ibnu Abbas, Anas bin Malik, ‘Aisyah , serta tabi’in seperti Mujahid dan Abul ‘Aliyah rahimahumallah. Meskipun makna al-Kautsar dalam ayat ini bisa lebih luas dari itu. Pada sebuah riwayat yang dikeluarkan oleh Bukhari rahimahullah dan yang lain, dari Abu Bisyr rahimahullah, dia pernah bertanya kepada Sa’id bin Jubair rahimahullah tentang pendapat yang mengatakan bahwa al- Kautsar adalah sungai di jannah.

Beliau menjawab, sungai di jannah termasuk bagian dari kebaikan yang Allah Subhanahu wata’ala berikan kepada Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam.

Intinya, dari sungai al-Kautsar inilah air mengalir ke telaga haudh melalui dua pancuran yang terbuat dari emas dan perak. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam bersabda,

يَغُتُّ فِيهِ مِيزَابَانِ يَمُدَّانِهِ مِنَ الْجَنَّةِ أَحَدُهُمَا مِنْ ذَهَبٍ وَالْآخَرُ مِنْ وَرِق

Air mengalir dari dua pancuran yang bersumber dari sungai surga (al-Kautsar) yang mengalirinya; satu pancuran dari emas dan pancuran lainnya dari perak.” (HR. Muslim)

Sedangkan al-Kautsar adalah sungai di jannah yang Allah anugerahkan kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam, di dalamnya terdapat kenikmatan yang banyak. Dari sungai inilah mengalir airnya ke telaga (haudh). Di mana menurut pendapat yang rajih, bahwa keberadaan haudh itu berada pada saat manusia itu sangat membutuhkan kepada minuman ketika di padang mahsyar hari kiamat sebelum melintas di Shirat.

Ini sebagaimana komentar at-Thabarani dan Al-Hakim ketika mengomentari riwayat dari Abdullah bin Al Imam Ahmad dalam Ziyadaat ‘ala Al Musnad, “dari sini jelas bahwasanya telaga itu berada dan dikunjungi sebelum manusia melintasi Shirat.”

Telaga itu sangat indah, luas dan harum. Panjang dan lebarnya sejauh perjalanan selama satu bulan. Tatkala pandangan mata tertuju, maka dilihatlah pemandangan bejana-bejana yang berkilauan laksana bintang-bintang di langit, baik dari sisi cahayanya, maupun dari sisi jumlahnya. Wanginya lebih harum dari misk.

Sedangkan performanya begitu menggugah selera untuk diminum; lebih putih dari susu dan rasanya lebih manis dari madu. Maka siapapun yang minum air dari telaga itu, niscaya ia tidak akan pernah haus selamanya, meski tatkala ia berjuang melintasi shirath di atas panasnya jahannam. Di antara hikmahnya dijelaskan oleh para ulama, bahwa seseorang yang tatkala di dunia dia mereguk syariat yang dibawa oleh Nabi shallallahu alaihi wasallam, maka dia tidak akan merasakan haus lagi ketika di akhirat.

Adanya Haudh adalah Pasti
Gambaran tentang haudh ini bukan sekedar khayalan yang didramatisir atau direka-reka, bahkan apa yang hakikatnya nanti jauh lebih hebat dari apa yang kita bayangkan saat menyimak hadits dari Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam,

حَوْضِي مَسِيرَةُ شَهْرٍ مَاؤُهُ أَبْيَضُ مِنَ اللَّبَنِ، وَرِيحُهُ أَطْيَبُ مِنَ الْمِسْكِ، وَكِيزَانُهُ كَنُجُومِ السَّمَاءِ، مَنْ شَرِبَ مِنْهَا فَلَا يَظْمَأُ أَبَدًا

Telagaku (lebar dan panjangnya) sejauh perjalanan satu bulan. Airnya lebih putih daripada perak, baunya lebih harum daripada misik, dan bejana-bejananya sejumlah bintang-bintang di langit. Barang siapa yang meminumnya, niscaya dia tidak akan merasa haus selamanya.”(HR. Muslim)

Hadits-hadits shahih dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam yang mengabarkan ini banyak sekali, bahkan mencapai derajat mutawatir (diriwayatkan dari banyak jalan sehingga tidak mungkin diingkari kebenarannya). Sehingga keimanan seseorang dianggap cacat tanpa mengimani adanya haudh di akhirat. Dan bagaimana mereka akan turut mereguk lezatnya air dari telaga nabi jika mereka tidak mengimani adanya.

Ibnu Katsier rahimahullah dalam Kitabnya An-Nihayah fiil fitani wal malaahim berkata, “Kabar tentang telaga Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam – semoga Allah Memudahkan kita meminum dari telaga tersebut pada hari kiamat – disebutkan dalam hadits-hadits yang populer dan (diriwayatkan) dari banyak jalur yang kuat, meskipun ini tidak disukai oleh orang-orang ahlul bid’ah yang keras kepala menolak dan mengingkari keberadaan telaga ini…

Hal senada dikatakan oleh Imam Ibnu Abil ‘Izzi al-Hanafi dalam Syarhul ‘aqiidatith thahaawiyyah, “Hadits-hadits (shahih) yang menyebutkan (keberadaan) telaga Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam mencapai derajat mutawatir, diriwayatkan oleh lebih dari tiga puluh orang sahabat (dari Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam)…”

Di Haudh Kita Bertemu Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasalam
Kita tinggalkan mereka yang masih tidak percaya dengan kabar tentang haudh ini, mari kita lanjutkan penelusuran di telaga Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam. Bahwa tidak semua orang kelak bisa mampir di haudh ini. Dan Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam telah menunjukkan kiat-kita supaya kita bisa berjumpa dengan Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam di telaga yang indah itu dan sekaligus mereguk kesegaran airnya.

Pertama, hendaknya kita berpegang teguh kepada al-Qur’an dan as-Sunnah serta konsisten dengannya, menjauhi semua bid’ah dan dosa-dosa besar. Diriwayatkan oleh Al-Hakim di dalam kitab Al-Mustadrak dari Abi Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasalam bersabda,

“Sesungguhnya aku telah meninggalkan bagi kalian dua perkara yang mana kalian tidak akan tersesesat, yaitu kitab Allah dan sunnahku, dan dia tidak akan berpisah sehingga dia datang menuju haudh. (HR al-Hakim)

Kedua, hendaknya kita bersabar terhadap cobaan dan godaan duniawi. Jangan sampai godaan duniawi menyebaban kita menghalalkan segala cara untuk mendapatkannya. Ingatlah akan hari perjumpaan dengan Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam di haudh bersama orang-orang yang bersabar. Sebagaimana diriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasalam berkata kepada para shahabatnya dari kalangan Al-Anshor,

فَإِنَّكُمْ سَتَجِدُونَ أَثَرَةً شَدِيدَةً، فَاصْبِرُوا حَتَّى تَلْقَوُا اللهَ وَرَسُولَهُ، فَإِنِّي عَلَى الْحَوْضِ

Kalian akan mendapatkan sepeninggalku orang-orang yang lebih mementingkan dunianya, maka bersabarlah sehingga kalian menemui Allah Ta’ala dan berjumpa Rasul -Nya di Haudh”. (HR Bukhari dan Muslim)

Yang ketiga adalah dengan menjaga wudhu. Karena Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam akan mengenali umatnya dari bekas wudhunya untuk memanggil dan mempersilakan mereka untuk mengunjungi haudhnya.

Diriwayatkan oleh Muslim di dalam kitab shahihnya dari Hudzaifah Radhiyallahu anhu bahwa pada saat Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam menyebut tentang haudh, beliau bersabda, “Sungguh yang jiwaku berada di tangan -Nya, aku pasti akan menghalau sekolompok orang dari haudhku sebagaimana seorang lelaki menghalau onta yang bukan miliknya dari kolam tempat ontanya minum. Para shahabat bertanya, “Apakah engkau mengenali kami pada saat itu?” Maka beliau menjawab, “Ya, kalian akan mendatangi aku dengan penuh cahaya di kening kalian karena bekas air wudhu dan cahaya itu tidak terdapat pada orang selain dari kalian.” (HR Muslim)

Semoga Allah mempertemukan kita dengan Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam di haudhnya. Aamiin.

Sumber : Majalah Arrisalah

Tinggalkan Balasan