Artikel ini akan menceritakan kisah hidup Said bin Amir, seorang gubernur pada masa pemerintahan Amirul Mukminin Umar bin Khathab. Baca artikel berikut selengkapnya!
Pemuda tanggung, Said bin Amir adalah satu dari ribuan orang yang menyaksikan pelaksanaan hukum mati atas Khubaib bin Adi, salah seorang sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang tertangkap dengan cara yang licik oleh kaum Quraisy.
Namun siapa sangka keteguhan yang ditampakkan oleh Khubaib bin Adi membuka hatinya untuk memeluk agama Islam. Khubaib tetap tidak bergeming meski tubuhnya dicincang dan dimutilasi secara bengis oleh kafir Quraisy.
Peristiwa kematian Khubaib mengajarkan kepadanya bahwa kehidupan sejati adalah jihad di jalan akidah yang diyakininya sampai mati. Peristiwa kematian Khubaib mengajarkan kepadanya bahwa iman yang terpancang kuat bisa melahirkan dan menciptakan keajaiban-keajaiban.
Khubaib mengajarkan kepadanya perkara lainnya, yaitu seorang laki-laki yang dicintai sedemikian rupa oleh para sahabatnya adalah seorang nabi yang didukung oleh kekuatan dan pertolongan langit.
Pada saat itu Allah Ta’ala membuka dada Said bin Amir kepada Islam, maka dia berdiri di hadapan sekumpulan orang banyak, mengumumkan bahwa dirinya berlepas diri dari dosa-dosa dan kejahatan-kejahatan orang Quraisy, menanggalkan berhala-berhala dan patung-patung, serta menyatakan diri sebagai seorang muslim.
Said bin Amir al-Jumahi kemudian berhijrah ke Madinah tinggal bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ikut bersama beliau dalam perang Khaibar dan peperangan lain sesudahnya.
Manakala Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mulia dipanggil menghadap kehadiran Rabbnya, dalam keadaan ridha, Said bin Amir tetap menjadi sebilah pedang yang terhunus di tangan para khalifah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, seperti Abu Bakar dan Umar. Said bin Amir hidup sebagai contoh menawan dan mengagumkan bagi setiap mukmin yang telah membeli akhirat dengan dunia, mementingkan ridha Allah dan pahala-Nya di atas segala keinginan jiwa dan hawa nafsu.
Pada masa pemerintahan Amirul Mukminin Umar bin Khathab, Said bin Amir diangkat menjadi gubernur. Dikatakan kepadanya, “Wahai Said, saya mengamanahkan Anda sebagai gubernur di Homs.” Homs adalah sebuah kota di daerah Syam. Mendengar perkataan Umar itu, Said justru berkata, “Hai Umar, aku ingatkan dirimu akan Allah! Janganlah Anda menjerumuskan saya ke dalam fitnah!” Perkataan Said itu ternyata membuat Umar marah. “Sungguh celakalah kalian! Kalian menaruh urusan berat ini di pundakku, lalu kalian berlepas diri dariku! Demi Allah, aku tidak akan melepaskanmu!!”
Lalu Umar berkata kepada Said, “Kalau begitu Anda akan saya gaji.” Tetapi Said justru berkata, “Untuk apa gaji itu, Amirul Mukminin? Sesungguhnya pemberian dari Baitul Mal telah mencukupi kebutuhanku.” Setelah itu, Said pun segera berangkat ke Homs.
Gubernur yang Zuhud
Di Homs, Said bin Amir menjalankan tugasnya sebagai gubernur dengan penuh kesederhanaan. Dia hidup sederhana dan zuhud, meskipun memiliki kekuasaan dan kendali atas kekayaan publik. Kekayaan dan kemewahan duniawi tidak pernah membutakan dirinya.
Kisah zuhud Said bin Amir tercermin dalam berbagai tindakannya. Saat Umar bin Khattab berkunjung ke Homs, dia mendengar keluhan rakyat tentang Said bin Amir. Mereka mengatakan bahwa gubernur mereka tidak pernah keluar untuk menemui mereka, kecuali di siang hari. Said bin Amir menjelaskan bahwa dia harus membantu istrinya dengan pekerjaan rumah seperti membuat roti pada pagi hari sebelum dia bisa menemui rakyatnya.
Selain itu, rakyat juga mengeluh bahwa Said tidak menerima tamu di malam hari. Dia kembali menjelaskan bahwa malam adalah waktu yang dia peruntukkan hanya untuk ibadah kepada Allah, bukan untuk urusan dunia.
Rakyat juga mengadukan bahwa Said hanya keluar menemui mereka sekali dalam sebulan. Said menjelaskan bahwa dia tidak memiliki pembantu dan hanya memiliki satu baju, yang dicuci sekali sebulan. Dia menunggu baju itu kering sebelum keluar menemui rakyatnya.
Pengaduan terakhir dari rakyat Homs adalah bahwa Said sering pingsan sehingga tidak tahu siapa yang ada di majelisnya. Said menjelaskan bahwa dia pernah menyaksikan kematian sahabatnya, Khubaib bin ‘Adiy, dalam kondisi masih musyrik. Kejadian itu sangat mengguncangnya hingga dia jatuh pingsan.
Kisah kezuhudan Said bin Amir tidak berhenti di situ. Pada suatu kesempatan, Umar bin Khattab mengirimkan 1.000 dinar kepada Said untuk mencukupi kebutuhan pribadinya. Namun, Said memutuskan untuk membagikan uang tersebut kepada orang-orang miskin yang membutuhkannya lebih daripadanya. Istrinya setuju dengan keputusan tersebut, dan mereka memutuskan untuk “meminjamkan” uang itu kepada Allah dengan penuh keikhlasan.
Kisah Said bin Amir al-Jumahi adalah contoh nyata dari seorang pemimpin yang zuhud, tulus, dan penuh keikhlasan dalam menjalankan tugasnya sebagai gubernur. Dia tidak tergoda oleh kekayaan dan kemewahan dunia, tetapi selalu mengutamakan kepentingan rakyatnya dan akhiratnya. Kesederhanaan dan kezuhudannya membuatnya menjadi teladan bagi setiap muslim yang ingin hidup sesuai dengan nilai-nilai Islam.
Demikianlah artikel tentang Said bin Amir ini. Semoga kita bisa mengambil pelajaran dari beliau. Amiin.