Ilustrasi Tasyabbuh

Dalam ajaran islam, menyerupai orang-orang kafir (tasyabbuh) adalah perbuatan yang terlarang. Pelarangan ini sifatnya tidak mutlak dalam syariat. Artinya, ada beberapa keadaan dibolehkannya bagi seorang muslim menyerupai orang-orang kafir.

Oleh karenanya, para ulama membuat dhawabith untuk menentukan boleh tidaknya melakukan perbuatan itu. Perbuatan menyerupai orang kafir dalam agama islam disebut sebagai tasyabbuh, berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam:

“Barangsiapa berstayabbuh/menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk dalam golongan kaum tersebut”. (HR. Abu Dawud)

Tasyabbuh yang Diharamkan 

Para ulama mengatakan bahwa tasyabbuh terhadap orang-orang kafir yang diharamkan adalah tasyabbuh yang sifatnya menyerupai mereka pada perkara-perkara yang menjadi karakteristik agama mereka dan tidak ada dalam syariat agama kita.

Syaikh Abdullah bin Abdurrahman al-Bassam rahimahullah ketika menjelaskan hadits di atas, beliau berkata: “Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk dalam golongan  kaum tersebut.

Olehnya, siapa saja yang menyerupai orang-orang kafir dari kalangan orang-orang yang beriman, pada perkara-perkara yang menjadi kekhususan bagi mereka maka ia termasuk dalam kelompok mereka. Hal tersebut karena penyerupaan yang sifatnya zahir mengajaknya untuk melakukan penyerupaan pada sesuatu yang sifatnya batin, lalu ia mengenakan pakaian-pakaian mereka, tanda dan identitas mereka.

Pada perkara ini, ada beberapa perbuatan yang diperintahkan untuk menyelisihinya disebutkan secara tegas oleh al-Qur’an dan sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, dan ada pula perbuatan yang tidak memiliki nash dalam pelarangannya. Hanya saja ia dapat diketahui sebagai perbuatan tasyabbuh yang diharamkan dengan membuktikan bahwa perbuatan itu benar-benar menjadi karakteristik  agama orang-orang kafir.

Diantara perbuatan yang diperintahkan oleh Allah Azza wajalla untuk menyelisihinya di dalam al-Qur’an adalah memilih pemimpin dari kalangan non muslim. Allah Azza wajalla berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka”. (QS. Al-Maidah: 2)

Ayat ini menjelaskan pernyataan Allah kepada siapa saja yang menyerupai orang-orang kafir dalam mengambil pemimpin, yaitu dengan memilih orang kafir sebagai pemimpin, maka ia termasuk dalam kategori orang-orang kafir itu, wallahul musta’an.

Syaikh Muhammad al-Amin asy-Syinqithi rahimahullah berkata, “Pada ayat yang mulia ini disebutkan bahwa siapa yang memilih orang-orang Yahudi dan Nashrani menjadi pemimpin, maka sesungguhnya ia menjadi bagian dari mereka dengan perbuatan itu”. (Adhwaul Bayan: 1/412)

Adapun perbuatan orang-orang kafir yang diperintahkan Nabi untuk menyelisihinya adalah memotong jenggot dan membiarkan kumis.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Peliharalah jenggot kalian dan cukurlah kumis kalian, ubahlah warna uban ini dan jangan menyerupai orang-orang Yahudi dan Nashrani”. (HR. Ahmad)

Mengenai perbuatan tasyabbuh yang haram, yang tidak memiliki nash pelarangan namun dapat dibuktikan perbuatan tersebut merupakan kebiasaan beragama orang-orang kafir. Sehingga ini masuk dalam larangan menyerupai mereka misalnya, memperingati tahun baru Masehi atau hari raya orang-orang kafir lainnya.

Tidak diragukan lagi bahwa memperingati tahun baru masehi memiliki kaitan erat dengan agama Nasrani, dimana mereka menganggapnya sebagai hari raya bunda Maria. Maka mengikuti mereka memperingati pergantian malam tahun baru masehi adalah sesuatu yang terlarang.

Abdullah bin Amr bin al-Ash radhiyallahu berkata: “Barangsiapa tinggal di negri kafir lalu ikut merayakan hari Nairuz dan Mihrajan mereka (hari raya orang majusi), hingga ia mati dalam keadaan seperti itu, maka ia akan dikumpulkan bersama mereka pada hari kiamat”. (Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi)

Tasyabbuh yang Mubah (Dibolehkan)

Para ulama mengatakan bahwa tasyabbuh terhadap orang-orang kafir yang dibolehkan adalah melakukan suatu perbuatan yang secara asal bukan berasal dari orang-orang kafir, namun orang-orang kafir juga melakukannya. Perbuatan ini merupakan dalam perkara-perkara dunia yang juga tidak menyelisihi aturan-aturan syariat.

Syaikh Suhail Hasan bin Abdul Ghaffar dalam kitab As-Sunan wal Atsar Fi an-Nahyi An Tasyabbuh bil kuffar: 58-59, mengatakan tasyabbuh terhadap ahli kitab dalam masalah dunia tidak dibolehkan kecuali memenuhi syarat sebagai berikut :

  1. Perbuatan itu tidak menjadi perbuatan taklid dan syiar mereka, sehingga membedakan mereka dengan selainnya.
  2. Perbuatan itu bukanlah bagian dari syariat mereka. Hal itu dibuktikan dengan nukilan yang terpercaya, seperti dengan firman Allah, hadits atau berita yang tersebar secara mutawatir. Contohnya adalah sujud untuk melakukan penghormatan.
  3. Tidak terdapat penjelasan khusus pada syariat kita tentang perkara itu. Jika ada penjelasan khusus syariat tentangnya, maka kita mencukupkan diri penjelasan syariat itu.
  4. Perbuatan itu tidak menyebabkan penyelisihan terhadap syariat kita.
  5. Penyerupaan tidak dilakukan pada hari raya mereka
  6. Penyerupaan dilakukan hanya untuk suatu hajat yang diperlukan dan tidak lebih dari itu.

Dari penjelsan ini, diketahui bahwa mengikuti dan menyerupai cara berperang orang-orang kafir zaman dahulu adalah sesuatu yang dibolehkan. Hal tersebut sebagaimana Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam membuat parit pada peristiwa perang ahzab.

Demikian pula demonstrasi damai yang dilakukan oleh kaum muslimin untuk menuntut hak mereka. Hal ini sebagaimana yang terjadi pada demonstrasi yang dilakukan oleh para sahabat terhadap Ali demi menuntut agar pembunuh Utsman segera di hukum. Wallahu a’lam.

Oleh: Muhammad Ode Wahyu S.H