Namanya tidak terkenal sebagaimana sahabat-sahabat lainnya, namun perjuangannya memberikan semangat dan kekuatan bagi kaum muslimin lainnya. Kiprahnya dalam membela Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat dikagumi. Beliau adalah Ubaidah bin Harits bin Abdul Muthalib atau dikenal sebagai Abu Ubaidah.
Ubaidah bin Harits masih termasuk paman dari Rasululah shallallahu ‘alaihi wa sallam, saudara sepupu dari ayah beliau, Abdullah bin Abdul Muthalib. Tetapi tidak seperti kebanyakan paman-paman beliau lainnya, ia segera memenuhi seruan beliau untuk memeluk Islam.
Pahlawan Perang Badar
Perang badar terjadi pada tanggal 17 Ramadhan tahun kedua hijriyah. Pada peperangan tersebut Rasulullah membawa 313 orang tentara. Dalam peperangan itu jumlah kaum Muhajirin sebanyak 77 orang dan kaum Anshar sebanyak 236 orang. Mereka membawa beberapa ekor kuda, 60 baju perang, dan 70 ekor unta. Mereka semua berjalan beriringan. Sementara pasukan musyrik berjumlah kurang lebih 1000 pasukan. Mereka membawa 200 ekor kuda, 600 baju perang, dan 700 ekor unta.
Sebelum perang Badar mulai pecah dan dua pasukan sedang berhadapan, tampillah tiga orang pemuka kafir Quraisy menantang duel. Tiga orang itu masih bersaudara, yakni Utbah bin Rabiah, Syaibah bin Rabiah dan Walid bin Utbah. Tantangan mereka ini langsung disambut oleh tiga orang sahabat Anshar, yang dua di antaranya masih saudara kandung, Muawwidz bin Harits al Afra, Auf bin Harits al Afra dan Abdullah bin Rawahah.
Namun setelah mereka berhadapan, utbah dan dua kawannya bertanya,
“Siapa kalian ?”
Abdullah ibn Ruwahah menjawab, “kami laki-laki Anshar.”
Dengan angkuh dan nada yang sinis, Utbah dan Syaibah berkata,
“kami tak punya urusan dengan kalian.”
Lalu kafir Quraisy itu kembali menyerukan tantangan dengan lantang : “wahai Muhammad, perintahkanlah tiga orang dari kaum kami (Muhajirin) yang pantas menghadapi kami!”
Mereka merasa bahwa kaum Anshar lebih rendah derajatnya daripada kaum Quraisy.
Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepada para sahabatnya, “Bangkitlah wahai Ubaidah ibn al-Harits, Hamzah, dan Ali.”
Ketika mereka telah berhadapan, kaum Musyrik itu berkata, “Siapa kalian?”
Ubaidah menjawab, “Aku Ubaidah ibn al-Harits”
Hamzah berkata, “Aku Hamzah ibn Abdul Muthalib”
Dan Ali berkata, “Aku Ali ibn Abu Thalib”
Mereka berkata lagi, “ini baru lawan yang sebanding.”
Ubaidah al-Harits, yang usianya paling tua, berkelahi melawan Utbah ibn Rabi’ah, Hamzah melawan Syaibah ibn Rabi’ah, dan Ali melawan al-Walid ibn Utbah. Ali dapat membunuh al-Walid dengan cepat, begitu pula dengan Hamzah yang dapat segera membunuh Syaibah. Sedangkan Ubaidah dan Utbah terlihat masih berkelahi dengan sengit. Melihat anak dan saudaranya tewas di hadapannya, lalu Utbah sendiri yang maju untuk menuntut balas yang kali ini dihadapi oleh Ubaidah bin Harits. Mereka laksana dua tiang yang kokoh, saling beradu pukulan dan tampaknya kekuatan mereka seimbang. Ubaidah berhasil memukul pundak Utbah hingga patah, tetapi Utbah berhasil memotong betis kaki Ubaidah, keduanya tampak sekarat.
Melihat kejadian tersebut, Ali dan Hamzah langsung menghampiri Utbah dan mengayunkan pedangnya dan menuntaskan perlawanan Utbah. Setelah mereka membunuh Utbah ibn Rabi’ah, Kemudian keduanya mengangkat tubuh Ubaidah ibn al-Harits yang terluka parah dan menyerahkannya kepada para sahabat yang lainnya untuk dirawat.
Usai duel yang ditandai dengan terbunuhnya musuh-musuh Allah dan Rasul-Nya di tangan para pahlawan Islam, kedua pasukan beradu hingga akhirnya Allah Ta’ala memenangkan kaum muslimin.
Wafatnya Ubaidah ibn al-Harits
Melihat Ubaidah ibn al-Harits yang sedang terluka parah, lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meletakkan kepala Ubaidah ke paha beliau dan mengusap mukanya yang penuh debu. Dan saat itu pula Ubaidah teringat pada peristiwa saat orang kafir Quraisy ingin membunuh Rasulullah, bahkan mereka menawarkan seorang anak muda bernama Umarah sebagai pengganti kepada Abu Thalib. Lalu Abu Thalib menolak seraya berkata :
“Tidak mungkin aku menyerahkan Muhammad untuk kalian bunuh, sementara kalian menyerahkan Umarah untuk aku jadikan anak. Aku tidak akan pernah menyerahkan Muhammad kepada kalian. Aku akan melindunginya, walaupun aku mati terkapar di sekeliling kalian. Dan bahkan menelantarkan anak-anak dan istriku, aku akan tetap melindunginya”.
Teringat perkataan Abu Thalib tersebut, Ubaidah ibn al-Harits memandang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata :
“Wahai Rasulullah, seandainya Abu Thalib melihat keadaanku seperti ini, ia pasti akan mengetahui bahwa aku lebih berhak atas kata-kata yang diucapkannya tersebut”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun tersenyum mendengar perkataan Ubaidah ibn al-Harits tersebut. Lalu Ubaidah bertanya lagi,
“Bukankah aku sudah syahid, wahai Rasulullah ?” Tanya Ubaidah.
“Benar, dan aku akan menjadi saksi untukmu”. Jawab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
Sedikitpun beliau tidak mengeluh dengan keadaannya. Dan dalam perjalanan pulang antara 4 atau 5 hari setelah peperangan badar, Ubaidah ibn al-Harits meninggal dunia di daerah al-Shafra.
Ada riwayat yang mengatakan bahwa waktu penguburan Ubaidah ibn al-Harits, Rasulullah sendiri yang turun ke liang lahat, padahal beliau belum pernah sekalipun turun langsung ke liang lahat.
Dalam suatu riwayat, saat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama para sahabat melaksanakan perjalanan, mereka beristirahat di Nazilah, para sahabat berkata kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Sungguh kami mencium wangi misik.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda,
“Apakah kalian tidak tahu? Di sinilah kuburan Abu Muawiyah Ubaidah ibn al-Harits.”
Ubaidah ibn al-Harits berperawakan sedang dan berwajah rupawan. Ia wafat sebagai syahid dalam usia 63 tahun. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala merahmatinya.[]