adab tertawa

Adab tertawa penting untuk kita ketahui karena tertawa ternyata dapat mematikan hati. Baca selengkapnya jenis dan tingkatan tertawa dan adab tertawa pada artikel berikut!

Jenis dan Tingkatan Tertawa

Tertawa adalah salah satu perbuatan yang sering dilakukan manusia untuk menghilangkan stress dan penat setelah bekerja seharian. Selain itu juga punya banyak manfaat seperti membuat awet muda dan memperpanjang umur. Namun ternyata dalam tertawa memiliki jenis tertawa mulai dari yang baik dan yang buruk, sebagaimana berikut.

Jenis-jenis dan tingkatan-tingkatan tertawa menurut kamus bahasa Arab:

a. Tabassum (tersenyum); yaitu tingkatan dibawah tertawa dan merupakan tertawa yang paling baik.

b. Tertawa terbahak-bahak.

c. Tertawa yang apabila ditampakkan berupa dengungan.

d. Tertawa terbahak-bahak yang paling buruk.

e. Tertawa yang melengking.

f. Tertawa yang lebih dari tersenyum, sebagian orang Arab menkhususkan yang satu ini dengan tertawanya para wanita.

Oleh sebab itu sebagai muslim haruslah kita menjaga tertawa kita dan jangan terlalu berlebihan karena seperti yang disampaikan Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- bahwa tertawa yang berlebihan akan mematikan hati. Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam- pernah memberikan beberapa nasihat kepada Abu Hurairah -radhiyallahu’anhu-, di antara nasihat tersebut adalah perkataan beliau:

وَلَا تُكْثِرْ الضَّحِكَ فَإِنَّ كَثْرَةَ الضَّحِكِ تُمِيتُ الْقَلْبَ

Artinya:

“Janganlah banyak tertawa, sesungguhnya banyak tertawa akan mematikan hati.” (HR. Ahmad)

Adab Tertawa

Sehingga yang perlu kita lakukan agar terhindar dari bahaya tersebut yaitu dengan meneladani etika dan adab tertawa yang baik sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam-, diantaranya :

Tidak Terbahak-Bahak

Adab tertawa pertama adalah meneladani Nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam- dalam senyuman dan tawa beliau, yaitu tidak terbahak-bahak dan nampak gigi depannya karena hanya senyuman.

Al-Tirmizi meriwayatkan dalam Syama’il al-Muhammadiyah dari Hind bin Abi Halah -radhiyallahu’anhu-, ia berkata,

جلّ ضحكه التبسم، يفترّ عن مثل حبّ الغمام

Artinya:

“Kebanyakan tawa Nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam- hanyalah senyuman, tampak gigi putihnya.”

Aisyah -radhiyallahu’anha- juga mengabarkan sifat tawa Nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam-,

مَا رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُسْتَجْمِعًا قَطُّ ضَاحِكًا حَتَّى أَرَى مِنْهُ لَهَوَاتِهِ إِنَّمَا كَانَ يَتَبَسَّمُ

Artinya:

“Saya tidak pernah melihat Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- tertawa terbahak-bahak hingga terlihat langit-langit mulutnya, beliau hanya biasa tersenyum.” (HR. Al-Bukhari)

Tidak banyak tertawa, namun secukupnya saja

Nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam- pernah berkhotbah, 

إِنِّي أَرَى مَا لَا تَرَوْنَ وَأَسْمَعُ مَا لَا تَسْمَعُونَ أَطَّتْ السَّمَاءُ وَحُقَّ لَهَا أَنْ تَئِطَّ مَا فِيهَا مَوْضِعُ أَرْبَعِ أَصَابِعَ إِلَّا وَمَلَكٌ وَاضِعٌ جَبْهَتَهُ سَاجِدًا لِلَّهِ وَاللَّهِ لَوْ تَعْلَمُونَ مَا أَعْلَمُ لَضَحِكْتُمْ قَلِيلًا وَلَبَكَيْتُمْ كَثِيرًا

Artinya:

“Sesungguhnya aku melihat yang tidak kalian lihat, mendengar yang tidak kalian dengar, langit merintih dan layak baginya merintih, tidaklah disana ada tempat untuk empat jari melainkan ada malaikat yang meletakkan dahinya seraya bersujud kepada Allah, andai kalian mengetahui yang aku ketahui, niscaya kalian jarang tertawa dan sering menangis.” (HR. al-Tirmizi)

Dalam riwayat Muslim, dari Anas bin Malik -radhiyallahu’anhu- 

وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَوْ رَأَيْتُمْ مَا رَأَيْتُ لَضَحِكْتُمْ قَلِيلًا وَلَبَكَيْتُمْ كَثِيرًا قَالُوا وَمَا رَأَيْتَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ رَأَيْتُ الْجَنَّةَ وَالنَّارَ

Artinya:

“Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di TanganNya, kalau kalian melihat sesuatu yang aku lihat, niscaya kalian akan sedikit tertawa, dan banyak menangis.’ Mereka bertanya, ‘Apa yang kamu lihat wahai Rasulullah? ‘ Beliau menjawab, ‘Aku melihat surga dan neraka’.” 

Apatah lagi banyak tertawa bisa mematikan hati,

وَلَا تُكْثِرْ الضَّحِكَ فَإِنَّ كَثْرَةَ الضَّحِكِ تُمِيتُ الْقَلْبَ

Artinya:

“Janganlah banyak tertawa, sesungguhnya banyak tertawa akan mematikan hati.” (HR. Ahmad)

Tidak berdusta hanya untuk mengundang tawa manusia.

Adab tertawa ini berdasarkan Nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam- melarang berdusta untuk mengundang tawa, beliau bersabda,

وَيْلٌ لِلَّذِي يُحَدِّثُ فَيَكْذِبُ لِيُضْحِكَ بِهِ الْقَوْمَ وَيْلٌ لَهُ وَيْلٌ لَهُ

Artinya:

“Celakalah bagi orang yang berbicara lalu berdusta untuk membuat orang lain tertawa. Celakalah ia, celakalah ia.”

Dalam riwayat Ahmad, dari Abu Hurairah -radhiyallahu’anhu- 

إِنَّ الرَّجُلَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ يُضْحِكُ بِهَا جُلَسَاءَهُ يَهْوِي بِهَا مِنْ أَبْعَدِ مِنْ الثُّرَيَّا

Artinya:

“Seorang laki-laki mengatakan suatu kalimat yang dengannya ia ingin menjadi bahan tertawaan orang-orang disekelilingnya, maka ia akan masuk ke dalam neraka sejauh bintang-bintang di langit.”

Tidak membuat kaget untuk mengundang tawa

Abu Dawud meriwayatkan kisah dari Abdurrahman bin Abu Laila -radhiyallahu’anhu-, ia berkata, ” Para sahabat Muhammad -shallallahu ‘alaihi wasallam- menceritakan kepadaku bahwa saat mereka sedang berjalan bersama Nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam-, salah seorang dari mereka tertidur. Lalu ada sebagian sahabat mengambil dan menarik tali yang ada bersamanya hingga orang yang tertidur itu kaget. Maka Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda: 

‎لَا يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يُرَوِّعَ مُسْلِمًا

Artinya:

“Tidak halal bagi seorang muslim membuat kaget sesama saudaranya yang muslim.”

Tidak menertawakan kekurangan orang lain

Ahmad meriwayatkan kisah Abdullah bin Mas’ud -radhiyallahu’anhu-, ketika itu Nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam-  memerintahkan Ibnu Mas’ud untuk suatu urusan, maka dia naik ke pohon karena perintah tersebut. Para sahabat melihat ke arah betis Abdullah bin Mas’ud yang sedang naik pohon kemudian mereka tertawa karena betisnya yang kecil, maka Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam-  menegur mereka: 

‎مَا تَضْحَكُونَ لَرِجْلُ عَبْدِ اللَّهِ أَثْقَلُ فِي الْمِيزَانِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ أُحُدٍ

Artinya:

“Kenapa kalian tertawa terhadap kaki seorang hamba Allah yang dia lebih berat dalam timbangan pada hari kiamat daripada gunung Uhud.”

Bercanda dengan istri sampai membuatnya tertawa dibolehkan

Nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam- pernah menasehati Jabir -radhiyallahu’anhu- ketika ia ingin menikahi janda, 

‎فَهَلَّا جَارِيَةً تُلَاعِبُهَا وَتُلَاعِبُكَ وَتُضَاحِكُهَا وَتُضَاحِكُكَ

Artinya:

“Kenapa tidak dengan gadis sehingga kamu dapat bermain-main dengannya dan ia pun dapat bermain-main denganmu. Kamu dapat membuatnya tertawa dan ia pun membuatmu tertawa?.” (HR. al-Bukhari)

Tidak menertawakan perkara yang lumrah seperti buang angin.

Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- menasehati para sahabat dan melarang mereka dari tertawa ketika mendengar ada yang buang angin, sebagaimana dalam hadis Abdullah bin Zam’ah yang Muttafaq alaih,

ثُمَّ وَعَظَهُمْ فِي ضَحِكِهِمْ مِنْ الضَّرْطَةِ وَقَالَ لِمَ يَضْحَكُ أَحَدُكُمْ مِمَّا يَفْعَلُ

Artinya:

Beliau kemudian memberi nasehat kepada mereka terhadap kebiasaan tertawa lantaran kentut. Setelah itu, beliau bersabda: “Kenapa salah seorang dari kalian tertawa terhadap apa yang ia juga biasa lakukan?”

Al-Nawawi mengomentari hadis ini, “Selayaknya orang yang mendengar kentut saudaranya agar pura-pura tidak tahu dan mencari kesibukan yang lain.”

Demikianlah artikel tentang adab tertawa ini. Baca artikel tentang adab dan akhlak lainnya di sini. Semoga bermanfaat!