Hari Arafah, yang jatuh pada tanggal sembilan bulan Dzulhijjah, memiliki makna penting dalam agama Islam karena merupakan hari wukuf bagi jamaah haji di Saudi Arabia. Bagaimana dengan umat Islam di negara lain yang tidak berada di Arafah? Mari kita telaah perbedaannya dan signifikansinya dalam praktek ibadah umat Muslim di seluruh dunia.
Pertanyaan:
Ustadz, maaf ana mau bertanya, apakah penentuan hari Arafah berdasarkan pada waktu wukuf di Saudi atau penanggalan hijriyah masing-masing tempat?
Jawaban:
Bismillaah…
Bila waktu dilihatnya/penentuan hilal Dzulhijjah berbeda antara satu negeri dengan Arab Saudi, maka merupakan perkara yang diperselisihkan antara para ulama, diantara mereka ada yang menyatakan harus mengikuti waktu wukuf di Arafah yaitu waktu Arab Saudi, sedangkan ulama yang lain menyatakan tetap mengikuti penentuan hilal yang ada dinegeri tersebut tanpa mengikuti Arab Saudi. Namun yang lebih Nampak adalah tetap mengikuti penentuan hilal yang ada dinegeri anda, dengan beberapa dalil dan alasan:
[1] Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadis Muttafaq ‘alaihi bersabda sebagaimana dalam hilal Ramadhan (dan ini sama halnya dengan hilal Dzulhijjah): “Jika kalian melihatnya maka berpuasalah, dan bila melihatnya (diakhir bulan) maka berbukalah”.
Hadis ini ditujukan untuk orang-orang yang tinggal disuatu negeri tertentu yang memiliki letak geografis yang sama atau berdekatan.
[2] Karena semua orang berbeda-beda dalam penentuan hari dan waktu shalat berdasarkan perbedaan waktu terbit atau tenggelamnya matahari, dan ini sama halnya dengan penentuan bulan utamanya bulan-bulan ibadah (Ramadhan dan Dzulhijjah) yaitu berbeda antara satu negeri dengan negeri lainnya. Wallaahu a’lam.
Adapun perbedaan penentuan awal bulan dan hari Arafah juga hari Raya Ied antara pemerintah dan beberapa ormas lainnya, maka hendaknya lebih mengikuti pemerintah dengan beberapa alasan:
- Metode yang dilakukan pemerintah dalam mengetahui awal bulan yaitu rukyah adalah metode yang lebih tepat dengan dalil hadis di atas.
Juga hadis: “Janganlah kalian berpuasa sampai kalian melihat hilal dan jangan kalian berbuka (berhari raya) sampai kalian melihat (hilal)nya, maka jika tertutup atas kalian (hilal tersebut), maka ukurlah baginya.” HR. Bukhari dan Muslim.
Hadits ini tentang penentuan masuknya Ramadhan, namun juga menjadi dalil penentuan masuknya Dzulhijjah. Jadi asal hukum dalam penentuan waktu dan musim ibadah baik Ramadhan atau Dzulhijjah adalah dengan rukyah hilal, bukan dengan imkaan arrukyah atau metode hisab. Sebab itu lebih utama mengikuti pemerintah dengan dalil diatas.
- Mengikuti pemerintah merupakan bentuk ketaatan kepada mereka yang diperintahkan, dan agar tidak terjadi banyak perbedaan dan simpang siurnya penentuan Hari Raya. Juga sebagai cara untuk tidak membuka pintu lebar-lebar untuk terjadinya perbedaan pendapat dalam masalah ini.
- Ibadah hari raya, adalah ibadah jamaiyyah/kolektif, sehingga seharusnya kita mengikuti orang-orang banyak dalam masalah ini, dan keputusan pemerintah jelas diikuti oleh banyak masyarakat, Rasulullah bersabda: Puasa itu pada hari kalian semua berpuasa, berbuka pada hari kalian semua berpuasa dan dan hari ‘iedul Adhha ketika kalian semua berkurban”. HR Tirmidzi dan dishahihkan oleh Al-Albani di dalam Silsilat Al Ahadits Ash Shahihah no. 224.
- Dalam ibadah Jama’iyyah/kolektif yang memungkinkan terjadinya perbedaan ijtihad maka keputusan akhir dikembalikan kepada pemerintah atau otoritas yang ditunjuk dan disepakati oleh umat islam, selama yang mereka putuskan tidak melanggar ketentuan dan kaidah-kaidah syariat. Wallaahu a’lam.[]
✏Dijawab oleh Ustad Maulana La Eda, Lc., MA. Hafizhahullah (Anggota Dewan Syariah Wahdah Islamiyah)
Yuk gabung di grup WhatsApp Sahabat Inspirasi