Oleh: Faisal Mursila, S.Pd., M.Pd.I.
LAZISWahdah.com – Sebuah media lokal di kota X merilis berita di media daring yang cukup menarik tentang fenomena pernikahan di daerahnya. Disebutkan bahwa, jumlah pasangan menikah di Kota tersebut meningkat 5 -10 persen menjelang Ramadhan 1436 H lalu.
Tingginya animo pasangan baru untuk menikah menjelang Ramadhan, menurut media tersebut sudah menjadi fenomena tahunan karena mereka menganggapnya waktu yang baik. Selain waktu menjelang Ramadhan, grafik pernikahan juga menunjukkan peningkatan setelah Lebaran dan setelah Hari Raya Idul Adha.
“Beberapa hari ke depan, hampir semua kantor KUA di Kota ini akan menikahkan 20 pasang calon pengantin yang kami beri nasehat pernikahan hari ini,” kata Kepala kantor Kemenag Kota tersebut.
Pada hakikatnya, semua hari itu baik di sisi Allah untuk melangsungkan akad nikah. Kecuali ada beberapa keadaan saja yang memang haram melakukan pernikahan, tapi tidak terkait dengan hari tertentu. Misalnya ketika seseorang sedang berihram, baik dalam ibadah haji atau ibadah umrah. Melangsungkan akad nikah adalah salah satu yang diharamkan bagi seseorang yang sedang melakukan ihram (sedang berhaji/umroh).
Sunnah Menyegerakan Bagi Yang Memenuhi Syarat
Menyegerakan pernikahan bagi mereka yang telah memenuhi syarat-syaratnya menjadi salah satu cara paling ampuh untuk menghindari dosa besar (baca: zina) dan penyakit masyarakat berupa maraknya kemaksiatan.
Saat anak muda tersebut tidak mampu untuk menahan gejolak hawa nafsunya, melangsungkan pernikahan bahkan bisa jadi wajib hukumnya bagi dia.
Disebabkan pengaruh arus budaya asing dan perkembangan massif media yang bebas nilai. Budaya pergaulan bebas ala pacaran pun dianggap telah dianggap sebagai hal yang wajar dan biasa. Bahkan, kalau anak belum pacaran dia dianggap jadul, ketinggalan zaman. Itulah realitas yang terjadi.
Apalagi, kalau kita cermati tontonan atau sejumlah besar sinema yang ada, banyak genre percintaan yang miskin sentuhan agama. Maka sempurnalah ketika terjadi pemerataan praktek berpacaran dan perzinahan dari kota hingga pedesaan.
Apakah sebab budaya pacaran terus meningkat kasusnya dewasa ini? Khususnya di kota kita?
Meskipun telah disinggung sebelumnya namun, jawabannya bisa beragam, dan yang pertama tentu saja karena iman anak muda itu sedang lemah. Lemahnya iman karena memang kondisi seseorang itu jauh dari agama. Entah, karena dia tidak paham agama, tidak belajar agama atau sedang lesu semangat belajarnya. Banyak anak muda yang ternyata masih buta aksara Alquran dan banyak juga anak muda yang meninggalkan shalat.
Di dalam surah Maryam ayat 59, Allah Subhanahu Wa Ta’ala menggambarkan bahwa ada dua ciri generasi miskin nilai agama yang terdampak oleh budaya non Muslim, yaitu mereka meninggalkan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya. Dan gejala itu sudah ada di zaman sekarang, khususnya anak muda.
Kalau seseorang sudah meninggalkan shalat, berarti imannya sangat lemah. Dan jika hal paling susah adalah melakukan shalat, maka sebaliknya hal paling mudah baginya adalah memperturutkan hawa nafsu.
Kedua, tidak sedikit orang tua yang terlalu sibuk dengan urusan pekerjaan dan perniagaan hingga kurang memahami perkembangan anaknya, walaupun sang anak telah beranjak dewasa, meski sang anak telah menginjak usia di atas 20 tahun. Akhirnya, karena masih lemahnya basic keimanan dan tidak dikondisikan untuk bisa mengendalikan syahwat, mereka juga dilarang menikah sebelum 18-19 tahun sebagaimana undang-undang, bisa kita bayangkan kelanjutannya.
Tetapi, masalah berzina sesungguhnya bukan hanya persoalan anak muda juga. Para orang tua juga selayaknya dikondisikan. Kadang-kadang para orang tuanya enggan jika anaknya menikah muda. Dia lebih mementingkan kemapanan anaknya ketimbang anaknya berbuat dosa besar. Karena, selama ini pemahaman orang tua juga lemah dari agama, seolah dianggap zina itu bukan dosa besar. Maka, selayaknya peran orang tua sangat penting diingatkan sini, karena diantara kewajiban mereka tentunya adalah menikahkan anaknya.
Menunda Nikah Karena Belum Cukup Modal
Dalam Al Quran, Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah mengatakan: نَحْنُ نَرْزُقُهُمْ وَإِيَّاكُمْۚ (Nahnu Narzukuhum Wa Iyakum), yang artinya Kamilah yang akan memberi rezeki kepada mereka dan juga kepada kalian (QS. Al Israa [17]: 31). Dan Allah akan mencukupkan kamu kalau alasannya adalah finansial, “… Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.“ (Terjemahan QS. An-Nur [24]: 32).
Umumnya, anak muda sekarang menganggap bahwa kondisi yang disebut dengan mapan itu kalau mereka sudah bekerja dan punya penghasilan. Sementara, rata-rata yang terperangkap dalam model pergaulan negatif, pacaran atau zina itu masih kuliah, mereka akan selesai kuliah rata-rata pada usia 23-24 tahun kalau sekolahnya normal.
Padahal jika merujuk kembali ke dalam tuntunan agama Islam, hal itu sangat dimudahkan, lebih dimudahkan untuk menyelamatkan iman dan menyelamatkan nafsu. Tapi, sekarang yang menjadi tren ukuran mapan dan tidak mapannya adalah seberapa besar dia mempunyai kemampuan finansial. Di berbagai wilayah, khususnya di Sulawesi Selatan kondisi ini diperparah dengan budaya gengsi, tingginya persyaratan mahar atau dikenal dengan istilah uang panai.
Hal paling utama sesungguhnya yang mestinya dipersiapkan dalam menikah, yang jelas adalah keimanan dan mental untuk berumah tangga lebih dahulu. Barulah setelah itu segera diikuti dengan kemampuan finansial. Meski harus dipahami juga realitasnya bahwa kadang-kadang ada saja diantara mereka yang sebenarnya sudah kuat secara mental dan orang tuanya juga mampu secara harta. Tapi, mereka tidak disegerakan menyelamatkan moralnya dengan cara menikahkannya? Padahal, orang tua bisa saja memberikan modalnya untuk berdagang ataupun berbisnis. Sampai dia mapan baru lepas, begitulah selayaknya para orang tua. Bukankah para orang tua bekerja, mencari nafkah itu juga untuk anak dan istrinya?
Hal penting lainnya untuk dipahamkan kepada para anak muda dan juga orangtua adalah bahwa sunnah Rasulullah itu tidak ada yang merusak umatnya, termasuk pernikahan. Kalau seorang pemuda menikah dengan niat yang benar, dengan kekuatan dan keimanan yang tulus, insya Allah, Allah akan memudahkan. Di situ dia harus bisa memberikan sebuah solusi untuk membangun rumah tangga yang baik, sebab mustahil, akan terlahir generasi unggul yang cemerlang dari hasil perzinahan yang tidak diharapkan. Akhirnya mari kita selamatkan masyarakat kita dari penyakit masyarakat. Kepada pemuda yang sudah memenuhi syaratnya, “Jangan takut nikah akhi, lebih baik menikah daripada berzina.“[]
Artikel MAJALAH SEDEKAH PLUS
Ya Allah, jadikanlah pernikahan ini, pernikahan yang abadi dan langgeng hingga bertemu Engkau dan Engkau ridha kepada keduanya, Wahai Tuhan Semesta Alam