berbakti kepada orangtua

Berbakti kepada kedua orangtua adalah sebuah kewajiban yang sangat besar dalam Islam. Hak manusia yang paling besar terhadap diri kita ialah hak kedua orangtua. Allah menyebutkan hak tersebut berada pada tingkatan setelah hak-Nya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا ۖ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا

“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak… ” [an-Nisaa’:36].

Ketika ditanya tentang amal-amal shaleh yang paling tinggi dan mulia, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Shalat tepat pada waktunya… berbuat baik kepada kedua orangtua… jihad di jalan Allah.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Sungguh merugi jika kita mengetahui dekatnya surga dengan berbakti kepada kedua orangtua, tetapi kita malah melalaikannya.

Rasulullah shallallahu ‘alaih wa sallam bersabda,

“Orangtua adalah pintu surga yang paling tengah. Jika engkau ingin maka sia-siakanlah pintu itu atau jagalah ia.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Dalam hadits lain beliau juga bersabda, “Celaka, celaka, celaka!” Ada yang bertanya,”Siapa wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Orang yang mendapati salah satu atau kedua orangtuanya telah berusia lanjut, tetapi tidak membuatnya masuk ke dalam surga.” (HR. Muslim)

Berikuti ini kisah tentang anak shaleh yang berbakti kepada kedua orangtuanya.

Kisah ini terjadi di daerah Unaizah, Arab Saudi. Saat itu, di tepi batas kota akan dibangun benteng batas wilayah Unaizah. Kebetulan lokasi itu dulunya merupakan kuburan warga setempat yang lama tak dipakai lagi. Berdasarkan persetujuan raja setempat, lokasi kuburan itu akhirnya dibongkar.

Maka mulailah para pekerja memindahkan satu persatu jenazah di kuburan itu ke lokasi lain yang sudah disediakan. Namun, hingga pada giliran makam yang ada di sebelah pojok, penggali kuburan mengalami kesulitan. Tanah di makam itu terasa keras untuk digali. Butuh sekitar satu jam untuk membongkar kuburan tua itu.
“Tanahnya lebih keras dari tanah yang lain di kuburan ini, kenapa bisa demikian ya,” kata salah seorang penggali.

Meskipun demikian, mereka tetap sabar hingga tergalilah makam tersebut. Ternyata di dalam liang lahat itu terdapat jenazah yang masih utuh meski tampak kering. Bahkan jenggot jenazah itu masih tampak jelas dan utuh. Padahal beberapa kafan sudah hancur dimakan tanah.

“Subhanallah… jenazah siapa ini,” ujar seorang penggali kubur.
“Baunya harum sekali, aneh… padahal kuburan ini usianya sudah lama,” ujar yang lain.

Para penggali makam itu juga bingung karena seketika saja aroma harum menyerbak ke segala arah. Mereka yakin, jika bau harum itu berasal dari jenazah utuh itu. Salah satu dari mereka kemudian memanggil salah seorang Syaikh di Unaizah untuk melihat keanehan itu.

“Subhanallah…, biarkan dalam posisi sebagaimana adanya. Hindarilah ia dan galilah sebelah kanan atau sebelah kiri,” ucap syaikh tersebut.

Para pekerja itu menuruti perintah sang syaikh. Akhirnya, dengan terpaksa mereka mengurangi luas area untuk pembangunan benteng tersebut. Sang Syaikh kemudian berusaha mencari informasi tentang jenazah siapakah yang mendapatkan nikmat kubur itu.

Ia bertanya ke seluruh penduduk desa itu, hingga sampailah ia di sebuah rumah kecil dan tua. Penghuni rumah itu hanya seorang nenek tua. Ia hanya terbaring di ranjang sambil berdzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

“Apa yang membuat Anda singgah di rumah ini? Bukankah masih banyak rumah lain yang lebih bagus untuk kau singgahi?” tanya nenek itu.

“Aku sedang mencari ahli keluarga dari makam yang jenazahnya utuh itu,” jawab syeikh.

“Ketahuilah, ia adalah Hasan bin Abdullah. Dia saudaraku yang meninggal dua puluh tahun yang lalu,” kata nenek dengan nada sedih.

Mendengar pernyataan itu, syaikh lebih mendekat lagi menuju pembaringan nenek.

“Sudikah engkau menceritakan apa yang sebenarnya dilakukan saudaramu itu ketika masih hidup?” tanya syaikh.

“Ia adalah seorang yang ahli ibadah, tiap malamnya selalu bermunajat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala” kata nenek itu dengan suara yang terputus-putus sambil meneteskan air mata karena teringat akan saudaranya.

“Saudaraku itu tidak pernah menolak setiap perintah orangtuaku. Ia anak yang berbakti. Saudaraku itu sering menggendong ibuku ke pasar untuk berdagang,” jelas nenek itu lagi.

Syeikh itu sangat terkesima dengan amalan yang dilakukan oleh saudara nenek itu. Ia kemudian berpamitan sambil memberikan beberapa dinar untuk sedekah. Sesampainya di rumah, syaikh itu langsung bersimpuh di kaki ibunya. Ia menangis memohon maaf atas semua kesalahannya yang tidak begitu memperhatikan ibunya karena terlalu sibuk bekerja.

Nah, saudaraku apakah kita sudah termasuk orang yang berbakti kepada kedua orangtua kita?[]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *