MULIA DENGAN BEKERJA
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda,
“Sungguh jika salah seorang di antaramu mengambil talinya, lalu dia datang membawa seikat kayu bakar di atas punggungnya untuk dijualnya, sehingga dengan itu Allah melindungi mukanya, maka hal itu lebih baik dari pada meminta-minta kepada orang lain, sama saja apakah mereka memberi ataukah tidak.” (Riwayat al-Bukhari).
“Tidaklah seseorang makan suatu makanan yang lebih baik dari hasil usahanya sendiri. Dan sesungguhnya Nabi Daud ‘Alaihissalam makan dari hasil usahanya sendiri.” (Riwayat al-Bukhari)
Dua hadits di atas dan hadits lain yang semakna dengannya, menunjukkan akan kemuliaan seorang yang bekerja dan hinanya orang yang meminta-minta (baca: mengemis).
Dan ini sekaligus sebagai dalil bahwa mengemis tidak bisa dikatakan sebagai sebuah pekerjaan. Bahkan dalam beberapa hadits yang lain ada ancaman bagi orang-orang yang suka meminta-minta padahal dia tidak berhak meminta-minta dan dia memiliki kemapuan untuk berusaha.
Al-Hafizh Ibnu Hajar menjelaskan beberapa kejelekan dari meminta-minta yang menyebabkan hal itu termasuk perkara yang terlarang, “Seandainya bukan karena keburukan meminta-minta dipandangan syariat, tentunya pekerjaan yang berat tidak akan lebih diutamakan dari padanya. Hal itu disebabkan karena orang yang meminta-minta akan mendapatkan kerendahan dan kehinaan dari sikap meminta-minta. Ditambah lagi, kehinaan jika ditolak permintaannya. Disamping itu juga karena akan menyebabkan kesempitan bagi orang yang diminta dalam hartanya jika dia memberi setiap orang yang meminta.” (Fathul Bari)
Oleh karena itu, kita dapati para teladan umat manusia, yaitu para Nabi dan Rasul, pun mereka bekerja dan tidak meminta-minta. Nabi Daud adalah seorang pandai besi, sedangkan Nabi Sulaiman adalah seorang tukang kayu. Maka bekerja, dengan pekerjaan apa pun yang halal, adalah sebuah kemuliaan. Adapun mengemis adalah kehinaan. Wallahu a’lam.
@wahdahinspirasizakat | www.wiz.or.id | www.sedekahplus.com