Ilustrasi keteguhan iman

Dalam menghadapi fitnah dan tantangan di akhir zaman, kita perlu meneguhkan hati dan keteguhan iman.

Al-Qur’an menjadi petunjuk yang paling sempurna, memandu kita untuk membedakan antara yang benar dan yang salah. Namun, hanya membaca dan memahami Al-Qur’an tidaklah cukup.

Kita perlu mentadabburi dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, membaca kisah-kisah para Nabi menjadi penting, karena kisah mereka adalah ibrah, pelajaran yang memperkaya pemahaman kita.

Kisah Para Nabi Menghadapi Musibah dan Fitnah

Nikmat hidayah akan membuat seseorang lupa betapa sakitnya menghadapi musibah. Jadilah bersyukur pertamakali didentumkan meskipun sedang bersabar menghadapi ujian. Nabi Yusuf berkata ketika di penjara, “Yang demikian itu adalah dari karunia Allah kepada kami dan kepada manusia ; tetapi kebanyakan manusia tidak mensyukuri” (QS. Yusuf: 38).

Setiap kita bisa menampilkan kebenaran iman dan keteguhan hati, ujianlah yang akan menjadi pembeda. Ada begitu banyak ujian yang menjadi pembeda. Mana kawan mana lawan. Mana yang setia mana yang mementingkan dirinya. Mana yang benar-benar ingin berjuang bersama mana yang hanya mencari peluang. Mana hati yang murni tanpa manipulasi.

Sejak kapan pendukung kebathilan memakai pakaian ‘penasehat’. Kali pertama Iblis memberi saran, “Hai Adam, maukah saya tunjukkan kepada kamu pohon khuldi dan kerajaan yang tidak akan binasa?” (QS. Thahā: 120).

Senada yang dikatakan saudara Yusuf kepada Bapaknya, “Wahai ayah kami, apa sebabnya kamu tidak mempercayai kami terhadap Yusuf, padahal sesungguhnya kami adalah orang-orang yang menginginkan kebaikan baginya” (QS. Yusuf: 11).

“…dan sesungguhnya kami pasti menjaganya” (QS. Yusuf: 12). Ayahnya menjawab, “Allah sebaik-baik menjaga”. Mereka meninggalkan Nabi Yusuf dan Allah menjaganya. 

Sebaliknya, Pembawa kebenaran akan senantiasa menjadi korban fitnah tuduhan keji. Pembuat makar, dalang kerusakan, dan anti lainnya. 

Ada hal-hal yang dinarasikan oleh para kaum elite Fir‘aun, “Apakah engkau akan membiarkan Musa dan kaumnya untuk berbuat kerusakan di negeri ini (Mesir) dan meninggalkanmu dan tuhan-tuhanmu?” (QS. Al-A’raf: 127). Nabi Musa yang tertuduh melakukan kerusakan, membuat makar.  

Padahal “… Sungguh, dia (Fir‘aun) termasuk orang yang berbuat kerusakan” (QS. Al-Qashahsh: 4). Semua jadi terbalik, membuat opini miring. Kebathilan yang terus diulang disangka telah menjadi pembenaran.

Bahkan Jika dikatakan kepada mereka, “Janganlah berbuat kerusakan di bumi!” 

Alasannya sama, “Sesungguhnya kami justru orang-orang yang melakukan perbaikan” (QS. Al-Baqarah: 11). Kerusakan itu bukanlah sifatnya fisik materi. Akan tetapi kezaliman, kesyirikan, ketidakadilan, menyebar dosa kemaksiatan.

Ingatlah, sesungguhnya merekalah yang berbuat kerusakan, tetapi mereka tidak menyadari” (QS. Al-Baqarah: 12).

Kebaikan dan keburukan tidak serta merta terletak pada segala sesuatu, namun bisa jadi dari cara kita menggunakannya untuk apa.

Baju pakaian Nabi Yusuf menjadi barang bukti palsu yang digunakan saudara-saudaranya. Mengelabui Ayahnya, Nabi Yusuf dimakan serigala. Di lain waktu menjadi barang bukti kebenaran tatkala gamisnya koyak dari belakang. Terbebas dari tuduhan makar istri pembesar Mesir. Dan di kesempatan lain baju gamis Nabi Yusuf menjadi obat penawar kerinduan Nabi Ya’kub.

Ketika di dalam penjara Nabi Yusuf mendapat testimoni dari dua napi, “… Sesungguhnya kami memandangmu termasuk dari orang muhsin (berbuat baik)” (QS. Yusuf: 36). Sampai masuk istana, saudara-saudaranya menyebutnya, “… Sesungguhnya kami memandangmu termasuk dari orang muhsin (berbuat baik)” (QS. Yusuf: 78). Tidak ada yang berubah baik di penjara maupun istana. Menunjukkan konsistensi dalam memegang teguh kebenaran. Dimanapun tetap kokoh, bukan sebaliknya.

Cara Meneguhkan Hati Menghadapi Fitnah

Ada empat hal menjadi instrumen guna meneguhkan hati kita, menghadapi fitnah dan tantangan di akhir zaman.

Memahami Al-Qur’an

Ilustrasi memahami Al-Quran
Ilustrasi memahami Al-Qur’an. Sumber: istockphoto.com

Al-Qur’an adalah petunjuk yang paling sempurna. Menuntun kita membedakan antara haq dan bathil. “… Demikianlah Al-Qur’an itu Kami jadikan untuk meneguhkan hatimu dan Kami membacanya secara tartil” (QS. Al-Furqon: 32). 

Tidak mencukupkan hanya membaca, memahami, mentadabburi, mengamalkan dan mendakwahkan. Al-Qur’an adalah solusi terhindar dari syubhat maupun syahwat.

Membaca Kisah-Kisah para Nabi

Kisah para Nabi lebih abadi daripada cerita raja-raja. Kisah mereka adalah ibrah, pelajaran mematangkan pemahaman kita yang utuh. Jembatan penghubung peristiwa hari ini dengan masa lalu.

“Dan semua kisah dari Rasul-Rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; …” (QS. Hud: 120). Kita butuh refrensi alur kisah para Nabi dan perjuangannya. Perjuangan yang berlangsung dalam jarak waktu yang lama. Waktu akan turut menguji siapa sesungguhnya yang memperjuangkan kebenaran.

Mengamalkan Ilmu yang Lurus

Sekolah, kampus, buku dan sebagainya hanyalah sebab wasilah. Dereten gelar bukan pula pertanda orang itu berilmu. Akan tetapi pemilik ilmu, Yang Mengajarkan ilmu sesungguhnya adalah Allah. Bertaqwalah, Allah akan mengajarkan ilmu yang tidak diketahui.

“Dan sesungguhnya kalau mereka melaksanakan pelajaran yang diberikan kepada mereka, tentulah hal yang demikian itu lebih baik bagi mereka dan lebih menguatkan (iman mereka),..” (QS. An-Nisā: 66). Kenikmatan ilmu tidak akan kita pahami kecuali dengan merasakan nikmatnya beramal berdasarkan ilmu. Berkahnya ilmu pada amalan.

Kekuatan Do’a

Rasulullah senantiasa berdo’a keteguhan hati. “Wahai Dzat yang Maha membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas dien-Mu”. Kemudian Ummu Salamah bertanya kepada Nabi perihal dibalik do’a ini. 

“Wahai Ummu Salamah, yang namanya hati manusia selalu berada diantara jari-jemari Allah. siapa saja yang Allah kehendaki, maka Allah akan berikan keteguhan dalam iman. Namun siapa saja yang dikehendaki, Allah pun bisa menyesatkannya”. Inilah maksud ayat 80 Surah Ali Imran.

Perseturuan antara haq dan kebathilan akan terus berlanjut hingga kiamat. Hanya tokoh yang berganti. Alur jalan cerita adalah sama. Kisah Nabi Musa melawan Fir’aun adalah perjuangan kaum lemah melawan angkara murka. Perlawanan Nabi Yusuf dan Zulaikha adalah perlawanan ‘iffah (menjaga kesucian diri) melawan syahwat disetiap masa. Dan perseturuan Nabi Yusuf dan saudaranya adalah perlawanan antara cinta dan benci di setiap zaman.

Demikianlah artikel tentang keteguhan iman ini. Anda juga dapat membaca artikel menarik lainnya tentang fadhillah.