Radikalisme memang berbahaya! Sejarah merekam banyak jejak terkait berbagai tragedi gerakan radikal nasional hingga global. Namun, apakah memang hal ini sudah sangat besar dan mengancam kedaulatan negara Kita? Dan apakah kita paham apa dan siapa yang dimaksud radikalis?
Singkatnya, radikal merupakan istilah yang diadopsi dari bahasa latin. Asal katanya radix yang bermakna akar. Makna dari kata inilah yang diserap menjadi kata radikal dalam bahasa Indonesia dan diafiks dengan imbuhan ‘isme’. Radikalisme dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia juga telah diuraikan dengan gamblang – bahwa “paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis”.
Pertanyaan yang mesti kita jawab bersama adalah apakah memang radikalisme ada dan mengancam negara kita? Jawabannya, memang mengancam! Terkait jumlahnya, pihak-pihak yang fokus dan berwenang tentu memiliki data yang lebih banyak. Namun, jika dikatakan; apakah ada orang-orang radikal yang ingin mengubah sesuatu dengan cara kekerasan sebagaimana definisi KBBI? Jawabannya, juga ada! Sebab, sungguh naif jika kita mengatakan tidak ada; sementara sejarah mengabadikan hal ini dengan sangat detail.
Dalam sejarah peradaban umat Islam, setidaknya ada 3 gerakan radikal yang pernah dan selalu ingin mengubah sesuatu (akar) dengan cara kekerasan. Mereka adalah: Khawarij, Syiah dan Muktazilah. Ketiga gerakan ini sudah ada di awal-awal dakwah islamiah, sehingga gerakan dan rekam jejaknya tidak sulit untuk kita temukan.
Gerakan radikal pertama adalah Khawarij. Khawarij merupakan istilah yang berasal dari bahasa Arab, yakni kata kerja (fi’il) kha-ra-ja (خرج) yang berarti keluar. Dikatakan sebagai Khawarij karena mereka keluar dan melepaskan diri dari ketaatan kepada khalifah (pemerintah) yang sah. Mereka memberontak karena tidak meridai kebijakan Khalifah Ali Bin Abi Thalib radiallahu ‘anhu dalam menerima tahkim dari pihak Mu’awiyah untuk menghentikan perang. Puncak dari sejarah gerakan radikal Khawarij ini adalah pembunuhan Khalifah pada tanggal 17 ramadan oleh Abdurrahman Bin Muljam atau yang lebih mahsyur dikenal dengan Ibn Muljam. Ustaz Rapung Samuddin dalam buku Api Fitnah-nya menyebutkan bahwa anggapan dari gerakan mereka merupakan bentuk taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah.
Gerakan radikal yang kedua adalah Syiah. Gerakan syiah adalah gerakan yang muncul setelah gagalnya perundingan antara pihak pasukan khalifah Ali dengan pihak Mu’awiyah bin Abu Sufyan radiallahu ‘anhu di Siffin. Istilah Syiah pada era kekhalifaan Ali hanyalah bermakna pembelaan dan dukungan politik. Berbeda dengan Syiah yang ada hari ini; mereka cenderung menyimpang dan mengafirkan para sahabat dan tidak meyakini sahnya kepemimpinan Khulafa’ ar-Rasyidin selain Sayyidina Ali radiallahu ‘anhu. Parahnya, bahkan ada di antara kelompok dari mereka yang sampai menuhankan Ali radiallahu ‘anhu.
Puncak dari gerakan-gerakan radikal Syiah adalah provokasi pecah belah kaum muslimin sebagaimana yang terjadi pada tragedi terbunuhnya Khalifah Ustman Bin Affan radiallahu ‘anhu yang didalangi oleh Abdullah Bin Saba’. Ia berhasil membuat kerusuhan hingga Ustman diminta untuk makzul dari jabatan ke-Khalifaannya meski selanjutnya Ustman tetap menolak tuntutan tersebut. Ada banyak lagi pengkhianatan-pengkhianatan yang dilakukan, namun penulis tidak menguraikan panjang lebar dalam tulisan ini. Akan tetapi, salah satu kejadian pengkhianatan gerakan radikal Syiah yang tak kalah pentingnya adalah sejarah pembantaian 20.000 jamaah haji dan pencurian Hajar Aswad yang pernah dilakukan oleh orang-orang Syiah. Sungguh, gerakan radikal yang sangat berbahaya dan perlu untuk kita antisipasi baik-baik! Jangan sampai mereka masuk ke negeri yang kita cintai ini tanpa kita sadari.
Gerakan radikal berikutnya adalah gerakan radikal Muktazilah. Gerakan ini adalah gerakan yang awalnya dibawa oleh seorang bernama Wasil Ibn Atho’ yang merupakan murid dari Hasan Al-Bashri. Kronologinya berawal dari pertanyaan Wasil kepada gurunya, Hasan Al-Basri tentang pelaku dosa besar. Ketika Hasan Al-Bashri menjawab; Wasil tidak setuju hingga akhirnya ia memisahkan diri. Dari sini muncul istilah ‘mu’tazilah’. Karena mu’tazilah berasal dari kata i’-ta-za-la (اعتزل) yang artinya berpisah.
Salah satu dari jejak sejarah termahsyur dari gerakan radikal Muktazilah ini adalah — ketika Ia menjadi mazhab resmi negara di bawah kepemimpinan Khalifah Al-Ma’mun Bin Ar-Rasyid pada ke-Khalifaan Abbasiyah. Dalam sejarahnya, Al-Ma’mun pernah mengeluarkan statemen yang kontroversial “bahwa Alquran adalah makluk”. Pernyataan ini awalnya banyak ditentang oleh para Ulama di zaman itu, namun, karena mereka diancam; mereka dengan sangat terpaksa untuk mengakui hal tersebut.
Dalam perjalanan kisah ini, hanya ada 2 orang ulama yang bertahan untuk tetap menolak: yakni, Ahmad Bin Hambal dan Muhammad Bin Nuh. Di tengah perjalanan saat mereka ingin diasingkan ke daerah Tharsus – Muh Bin Nuh meninggal, hingga tersisa Ahmad Bin Hanbal. Kisah dari fitnah Khalqul Quran ini sejatinya masih sangat panjang dan berlanjut hingga ke Khalifah berikutnya. Namun, penulis hanya ingin menitikberatkan bahwa dulu, gerakan radikal Muktazilah ini pernah berkuasa dan menjadi satu ideologi resmi negara. Selama mereka berkuasa, mereka memaksa ulama untuk sepaham dengan mereka. Jika tidak, mereka bakal menyiksa! Tak ada ruang ijtihad lain, selain harus mengikuti keinginan Khalifah yang terpapar ideologi Muktazilah.
Ketiga gerakan radikal inilah yang mesti kita antisipasi bersama! Jika saja satu di antara fokus dari Menkopolhukam, Mahfud MD adalah deradikalisasi dan salah satu di antara amanah presiden ke Menag, Fachrul Razi adalah untuk memberantas radikalisme, maka kita harus selalu mendukung — jika yang dimaksudkan adalah ketiga ideologi radikal yang sedikit penulis uraikan dalam tulisan ini. Dan, jika saja kita menemukan framing kata ‘radikal’ ini justru dialamatkan kepada orang Islam atau ahlussunnah, maka kita perlu untuk menggemakan — bahwa gerakan radikal yang sesungguhnya adalah Khawarij, Syiah dan Muktazilah, bukan ahlussunnah. Apalagi hanya sekadar simbol cadar dan celana cingkrang.
Mari manfaatkan momen maraknya gerakan radikal dengan meluruskan pemahaman masyarakat terhadap gerakan radikal yang sebenarnya. Karena sungguh aneh menurut penulis, dari berkali-kali isu radikalisme ramai diperbincangkan, Khawarij, Muktazilah apalagi Syiah; sama sekali tak pernah disebutkan! Aneh![]
Oleh: Abdul Kahar, S.H
Sumber:
[1] Rapung Samuddin, Api Fitnah; Fakta-fakta Penting Di Balik Tragedi Berdarah Generasi Sahabat, Cet. I (Makassar: Ginan Press, 2019 M), h.223.
[2] Ibid, h.247.
[3] Tim Penulis MUI Pusat, Mengenal Dan Mewaspadai Penyimpangan Syi’ah Di Indonesia, (Depok: Gema Insani), h.16.
[4] Ibid, h.17.
Yuk gabung di grup WhatsApp Sahabat Inspirasi