Oleh: Ustadz Marzuki Umar, Lc.
LAZISWahdah.com – Setiap kita adalah orang-orang yang memendam rindu kepada surga-Nya. Namun kita tahu bersama surga tidak didapat dengan percuma, tetapi ia mesti ‘dibeli’ dengan harga yang tinggi dan komitmen membaja untuk berjuang meraihnya. Salah satu kisah dalam buku Mausu’atul Qashash al-Muatstsiroh karya Syaikh Ahmad Salim Baduwailan cukup menggambarkan indahnya pesona dari komitmen keimanan tersebut.
Kisah tersebut berawal ketika Syaikh Ahmad Ash-Shuyan dan tim dokter mengadakan wisata dakwah ke Bangladesh.
Tatkala mereka mendirikan kemah sebagai tempat pelayanan pengobatan bagi orang yang sakit mata. Suatu hari seorang lelaki tua bersama istrinya datang untuk mendapatkan pengobatan. Mendekatlah sang dokter, namun tiba-tiba istri lelaki tersebut menangis dan ketakutan. Dokter itu mengira bahwa wanita tersebut kesakitan akibat penyakit yang dideritanya. Bertanyalah dokter kepada sang suami mengenai perihal istrinya, kenapa ia sampai menangis. Sang suami menjawab “Dia menangis bukan karena sakit. Dia menangis karena dia terpaksa akan membuka wajahnya kepada laki-laki lain.”
Tadi malam dia tidak bisa tidur karena gelisah dan bingung. Dia menegur saya, “Apakah kamu rela bila aku membuka wajahku?” tanyanya pada sang suami.
Dia baru luluh untuk datang berobat setelah sang suami bersumpah bahwa Allah memperbolehkan hal itu dalam kondisi darurat. Karena Allah telah berfirman dalam kitab-Nya yang mulia.
… فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (173)
“Tapi barangsiapa yang terpaksa, tidak menginginkannya dan tidak melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya.Sungguh Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS. Al-Baqarah: 173).
Mendekatlah sang dokter,namun wanita itu menjauh dan bertanya “Anda Muslim? “
“Ya” jawab dokter.”Jika anda muslim,maka saya minta kepada anda untuk tidak membuka hijab saya. Kecuali jika anda yakin bahwa Allah memperbolehkan hal itu bagi anda!”
Operasi terhadap wanita itu berjalan lancar dan ia pun bisa melihat kembali berkat karunia Allah.
Dia pernah berkata bahwa sekiranya bukan untuk membaca al-Qur’an dan melayani suami beserta anaknya niscaya ia lebih bersabar menerima kondisi matanya agar tidak ada laki-laki lain yang menyentuhnya.
Duhai, mulianya pancaran sinar keimanan yang dibangun di atas komitmen dan jauh dari sikap yang dibuat-buat. Bandingkan sendiri dengan para wanita penyeru kesetaraan sambil merusak rasa malunya, menerobos batas nilai-nilai islam yang telah ditetapkan oleh-Nya. Ya, bandingkanlah mereka dengan para Muslimah yang istiqamah dengan ikrar keimanan serta keteguhan mereka dalam menetapi jalannya, meskipun hal tersebut kadang tidak mudah.
Istiqamah dengan satu prinsip yaitu prinsip taqwa kepada Allah dalam segala kondisi, yang dengannya akan lahir sebuah kebahagiaan. Karena sejatinya untuk itu kita ada di dunia ini, untuk menghamba kepadaNya!
Allahu A’lam
***
Sumber : Majalah Sedekah Plus