usamah-bin-zaid
wiz.or.id – Pada edisi lalu telah ditampilan kisah tentang panglima kesayangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Zaid bin Haritsah  radhiyallahu anhu, maka pada edisi kali ini kami akan mengangkat sosok panglima hebat yang juga kesayangan Rasulullah sekaligus panglima termuda dalam sejarah Islam. Dialah Usamah bin Zaid, tak lain anak dari Zaid bin Haritsah radhiyallahu ‘anhu.

Rasa cinta dan sayang Rasulullah kepada Zaid juga menurun kepada anaknyaUsamah bin Zaid.Demikian sayangnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepadanya, sehingga Usamah diberi gelar, Al-Hibb wa Ibnil Hibb “Kesayangan dari Anak Kesayangan” dan Hibb Rasulillah, Jantung Hati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam karena beliau mencintainya sebagaimana mencintai cucunya, Hasan bin Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhuma.

Usamah lahir tahun ke 7 sebelum hijrah ke Madinah. Kondisi dakwah yang begitu sulit saat itu membuat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam senantiasa bersabar. Ketika berita kelahiran Usamah sampai ke Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka wajah beliau langsung berseri-seri.

Usamah tumbuh sebagai pribadi yang besar, cerdik dan pintar, berani luar biasa, bijaksana, pandai meletakkan sesuatu pada tempatnya, tahu menjaga kehormatan, senantiasa menjauhkan diri dari perbuatan tercela, pengasih dan sebaliknya dikasihi banyak orang, taqwa, wara’ (berhati-hati), dan mencintai Allah Ta’ala.

Baca juga: Dihyah Al-Kalbi, Pria Tampan dari Madinah

Panglima Termuda

Menjelang wafatnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kekuatan Islam sempat mendapatkan tekanan dan ancaman. Pihak musuh sengaja memanfaatkan kesempatan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sedang sakit untuk membuat gejolak di perbayasan syam. Begitupun dari arah Yaman muncul Aswad Al-Ansi yang mengaku sebagai Nabi.

Di tengah sakitnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap memerintahkan penyerangan ke arah perbatasan Syam. Beliau mengirim surat perintah pembunuhan Nabi palsu untuk pasukan yang berada di Yaman, lebih khusus kepada Muadz bin Jabal yang ditugaskan sebagai ulama’nya.

Tidak genap 40 hari sejak mendeklarasikan sebagai Nabi, Aswad Al-Ansi pun berhasil dibunuh oleh pasukan kaum muslimin di sana.

Sementara untuk perbatasan Syam, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan Usamah bin Zaid sebagai panglima perang, membawahi para sahabat lainnya, termasuk diantaranya Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu.

Ilustrasi Usamah Bin Zaid sebagai panglima perang
Ilustrasi Usamah Bin Zaid sebagai panglima perang. Sumber: iStock

Namun, sebelum pasukan diberangkatkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terlebih dahulu wafat sehingga pemberangkatan tertunda.

Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu pun dibaiat menjadi khalifah menggantikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan dua hari setelah meninggalnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam hal pertama yang dilakukan Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu adalah memberangkatkan pasukan ke perbatasan Syam.

Program ini pun menuai kritik dari sahabat lainnya, kondisi keamanan ummat islam di Madinah memang kurang stabil. Rawan digempur oleh pasukan kafir dari arah manapun.

Umar bin Khattab pun termasuk diantara yang banyak memberi masukan Abu Bakar untuk menunda pemberangkatan pasukan agar stabilitas keamanan Madinah lebih terjaga. Namun Abu Bakar menolaknya, mengingat pemberangkatan pasukan ini adalah wasiat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Umar bin Khattab tetap berusaha memberi masukan, hingga kemudian menyarankan agar panglima perang diganti dari Usamah bin Zaid ke sahabat lainnya yang lebih berpengalaman, mengingat ketika itu Usamah bin Zaid masih berusia 17 tahun. Abu Bakar mendengar itu langsung melompat dari tempat duduknya dan menarik jenggot Umar bin Khattab, beliau mengingatkan Umar agar jangan pernah meragukan pilihan Rasul sekecil apapun (termasuk pengangkatan Usamah sebagai panglima perang).

Pasukan pun diberangkatkan dengan ummat Islam di Madinah diliputi perasaan sedikit waswas. Namun Usamah bin Zaid benar-benar menunjukkan kehebatannya.

Ia mampu membawa pasukan dalam peperangan, meredam gejolak, menumpas para pengkhianat, menyalurkan logistik, membagi ghanimah hanya dalam waktu 40 hari. Dan ingat! Dalam peperangan itu tidak ada satupun pasukan muslim yang gugur.

Ketika menjadi panglima perang, usianya saat itu baru menginjak 17 tahun, wajar jika sebelumnya para sahabat agak meragukan kepemimpinannya. Namun ia membuktikan, dialah panglima besar di usianya yang sangat muda.

Kemenangan Usamah

Meski dilabeli sebagai panglima termuda di masa Rasulullah, Usamah dan pasukannya terus bergerak dengan cepat meninggalkan Madinah menuju perbatasan Syam, setelah melewati beberapa daearah yang masih tetap memeluk Islam, akhirnya mereka tiba di Wadilqura. Usamah mengutus seorang mata-mata dari suku Hani Adzrah bernama Huraits.

Ia maju meninggalkan pasukan hingga tiba di Ubna, tempat yang mereka tuju. Setelah berhasil mendapatkan berita tentang keadaan daerah itu, dengan cepat ia kembali menemui Usamah. Huraits menyampaikan informasi bahwa penduduk Ubna belum mengetahui kedatangan mereka dan tidak bersiap-siap.

Ia mengusulkan agar pasukan secepatnya bergerak untuk melancarkan serangan sebelum mereka mempersiapkan diri. Usamah setuju. Dengan cepat mereka bergerak. Seperti yang direncanakan, pasukan Usamah berhasil mengalahkan lawannya. Hanya selama empat puluh hari, kemudian mereka kembali ke Madinah dengan sejumlah harta rampasan perang yang besar, dan tanpa jatuh korban seorang pun.

Usamah berhasil kembali dari medan perang dengan kemenangan gemilang. Mereka membawa harta rampasan yang banyak, melebihi perkiraan yang diduga orang. Sehingga, orang mengatakan, “Belum pernah terjadi suatu pasukan bertempur kembali dari medan tempur dengan selamat dan utuh dan berhasil membawa harta rampasan sebanyak yang dibawa pasukan Usamah bin Zaid.”

Kecintaan Kaum Muslimin Kepada Usamah

Usamah bin Zaid sepanjang hidupnya berada di tempat terhormat dan dicintai kaum muslimin. Karena, dia senantiasa mengikuti sunah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan sempurna dan memuliakan pribadi Rasul.

Khalifah Umar bin Khattab pernah diprotes oleh putranya, Abdullah bin Umar, karena melebihkan jatah Usamah dari jatah Abdullah sebagai putra Khalifah. Kata Abdullah bin Umar, “Wahai Bapak! Bapak menjatahkan untuk Usamah empat ribu dinar, sedangkan kepada saya hanya tiga ribu dinar.

Padahal, jasa bapaknya agaknya tidak akan lebih banyak daripada jasa Bapak sendiri. Begitu pula pribadi Usamah, agaknya tidak ada keistimewaannya daripada saya. Jawab Khalifah Umar, “Bapaknya lebih disayangi Rasulullah daripada bapak kamu. Dan, pribadi Usamah lebih disayangi Rasulullah daripada dirimu.” Mendengar keterangan ayahnya, Abdullah bin Umar rela jatah Usamah lebih banyak daripada jatah yang diterimanya.

Apabila bertemu dengan Usamah, Umar menyapa dengan ucapan, “Marhaban bi amiri!” (Selamat, wahai komandanku?!). Jika ada orang yang heran dengan sapaan tersebut, Umar menjelaskan, “Rasulullah pernah mengangkat Usamah menjadi komandan saya.”

Setelah menjalani hidupnya bersama para sahabat, Usamah bin Zaid wafat tahun 53 H / 673 M pada masa pemerintahan khalifah Mu’awiyah bin Abi Sufyan radhiyallahu ‘anhu.[]


Sumber : Majalah Sedekah Plus

Tinggalkan Balasan