Ilustrasi adab menerima tamu

Artikel ini akan membahas adab menerima tamu. Sebagaimana adab dalam bertamu, kita sebagai tuan rumah juga harus memiliki adab sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah shallahu’alaihi wasallam.

Berikut adalah adab adab selaku tuan rumah ketika menerima tamu menurut pandangan islam:

Membuka Pintu dengan Sambutan Hangat dan Senyuman

Allah ta’ala menjelaskan bahwa orang-orang ketika masuk ke dalam surga, mereka akan disambut dengan pintu yang terbuka, dalam Firman-Nya,

‎وَسِيقَ الَّذِينَ اتَّقَوْا رَبَّهُمْ إِلَى الْجَنَّةِ زُمَرًا حَتَّىٰ إِذَا جَاءُوهَا وَفُتِحَتْ أَبْوَابُهَا وَقَالَ لَهُمْ خَزَنَتُهَا سَلَامٌ عَلَيْكُمْ طِبْتُمْ فَادْخُلُوهَا خَالِدِينَ

Artinya:

Dan orang-orang yang bertakwa kepada Tuhan dibawa ke dalam surga berombong-rombongan (pula). Sehingga apabila mereka sampai ke surga itu sedang pintu-pintunya telah terbuka dan berkatalah kepada mereka penjaga-penjaganya: “Kesejahteraan (dilimpahkan) atasmu. Berbahagialah kamu! maka masukilah surga ini, sedang kamu kekal di dalamnya”. (QS. Al-Zumar: 73)

Dalam ayat yang lain

‎جَنَّاتِ عَدْنٍ مُّفَتَّحَةً لَّهُمُ الْأَبْوَابُ

Artinya:

(yaitu) surga ‘Adn yang pintu-pintunya terbuka bagi mereka, (QS. Shad: 50)

Jadi diantara bentuk memuliakan tamu adalah membuka pintu dengan sambutan hangat, tidak bersikap dingin atau bermuka masam.

Mengucapkan Selamat Datang

Selain itu, hendaknya mengucapkan selamat datang kepada para tamu sebagaimana hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya tatkala utusan Abi Qais datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Beliau bersabda,

مَرْحَبًا بِالْوَفْدِ الَّذِينَ جَاءُوا غَيْرَ خَزَايَا وَلاَ نَدَامَى

“Selamat datang kepada para utusan yang datang tanpa merasa terhina dan menyesal.” (HR. Bukhari)

Menjawab Salam dari Tamu

Saat tamu mengucapkan salam maka tuan rumah hendaknya menjawab karena hal ini termasuk salah satu kewajiban sesama muslim. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, 

حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ خَمْسٌ رَدُّ السَّلَامِ وَعِيَادَةُ الْمَرِيضِ وَاتِّبَاعُ الْجَنَائِزِ وَإِجَابَةُ الدَّعْوَةِ وَتَشْمِيتُ الْعَاطِسِ

“Hak seorang muslim atas muslim lainnya ada lima: (1) Menjawab salam, (2) menjenguk orang sakit, (3) mengantar jenazah, (4) memenuhi undangan, dan (5) mendoakan yang bersin.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Menyambut Tamu dengan Berjabat Tangan

Dari sahabat Salman Alfarisyi, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, bersabda, “Sesungguhnya seorang muslim ketika bertemu dengan saudaranya sesama muslim lalu keduanya berjabat tangan, maka rontoklah dosa-dosa keduanya seperti rontoknya daun-daun kering di hari dimana angin bertiup kencang (musim gugur). Atau apabila tidak berjabat tangan, maka dosa-dosa keduanya akan diampuni meskipun gambarannya- sebanyak buih di lautan (dosa takterhitung).” (HR. Turmudzi, Abu Daud, dan Ibnu Majah).

Namun bila dengan tamu lawan jenis dan bukan mahram maka tak perlu berjabat tangan, karena Rasulullah tidak pernah berjabat tangan dengan orang yang bukan mahramnya. Aisyah berkata, “Rasulullah tidak pernah menyentuh wanita sama sekali sebagaimana yang Allah perintahkan. Tangan beliau tidak pernah menyentuh tangan mereka (wanita yang bukan mahromnya). Di saat baiat, beliau hanya membaiat melalui ucapan dengan berkata, “Aku telah membaiat kalian.” Alias Nabi hanya memberikan isyarat. (HR. Muslim)

Bahkan ada peringatan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Kepala orang yang ditusuk dengan pasak panas, jauh lebih baik dibandingkan dengan orang yang menyentuh wanita yang bukan mahramnya. (HR. Thabrani)

Tidak Membeda-bedakan Tamu

Sebagian orang hanya mengkhususkan menjamu orang kaya saja dan menolak orang miskin, padahal Nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam- telah mengingatkan dalam riwayat Muslim,

بِئْسَ الطَّعَامُ طَعَامُ الْوَلِيمَةِ يُدْعَى إِلَيْهِ الْأَغْنِيَاءُ وَيُتْرَكُ الْمَسَاكِينُ

Terjemahannya:

“Seburuk-buruk jamuan adalah jamuan pesta pernikahan, apabila yang diundang ke pesta tersebut hanya orang-orang kaya saja dengan mengabaikan orang-orang miskin.”

Bersikap Itsar kepada Tamu, yaitu Mengutamakan Mereka dari Diri Sendiri

Allah ta’ala memuji hamba-Nya yang memiliki sifat itsar padahal mereka juga membutuhkan, dalam Firman-Nya,

وَالَّذِينَ تَبَوَّءُوا الدَّارَ وَالْإِيمَانَ مِن قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ وَلَا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِّمَّا أُوتُوا وَيُؤْثِرُونَ عَلَىٰ أَنفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ وَمَن يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

“Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshor) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshor) ‘mencintai’ orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka (Anshor) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin);

dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung.” (QS. Al-Hasyr: 9)

Dalam hadis Abu Hurairah -radhiyallahu’anhu- yang Muttafaqun ‘alaih dikisahkan, seorang laki-laki datang kepada Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- lalu dia berkata: “Aku berada dalam kesulitan (hidup susah dan lapar).”

Maka beliau bawa orang itu ke rumah sebagian istri-istri beliau, menanyakan kalau-kalau mereka memiliki makanan. Para isteri beliau menjawab; “Demi Allah yang mengutus Anda dengan kebenaran, Aku tidak punya apa-apa selain air.”

Begitulah jawaban mereka masing-masing hingga seluruh istri beliau mengatakan dengan jawaban yang sama. Lalu beliau bersabda kepada para sahabat: “Siapa bersedia menjamu tamu malam ini niscaya dia diberi rahmat oleh Allah Ta’ala.”

Maka berdirilah seorang laki-laki Anshar seraya berkata; “Aku, ya Rasulullah!” kemudian dibawalah orang itu ke rumahnya. Dia bertanya kepada isterinya; “Adakah makanan?” Jawab isterinya; “Tidak ada, kecuali makanan anak-anak.”

Katanya; “Alihkan perhatian mereka dengan apa saja. Dan bila tamu kita telah datang, matikanlah lampu dan tunjukkan kepadanya bahwa kita seolah-olah ikut makan bersamanya. Caranya bila dia telah mulai makan, berdirilah ke dekat lampu lalu padamkan.

Maka duduklah mereka, dan sang tamu pun makan. Setelah Subuh, sahabat tersebut bertemu dengan Nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam-. Lalu kata beliau: “Sungguh Allah kagum dengan cara kamu berdua melayani tamu kalian tadi malam.”

Mendahulukan Tamu yang Lebih Tua

Mendahulukan tamu yang lebih tua daripada tamu yang lebih muda, sebagaimana sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam:

مَنْ لَمْ يَرْحَمْ صَغِيْرَنَا وَيُجِلَّ كَبِيْرَنَا فَلَيْسَ مِنَّا

“Barang siapa yang tidak mengasihi yang lebih kecil dari kami serta tidak menghormati yang lebih tua dari kami bukanlah golongan kami.” (HR Bukhari). Hadits ini menunjukkan perintah untuk menghormati orang yang lebih tua.

Mendekatkan Makanan kepada Tamu

Mendekatkan makanan kepada tamu tatkala menghidangkan makanan tersebut kepadanya sebagaimana Allah ceritakan tentang Ibrahim ‘alaihis salam,

“Kemudian Ibrahim mendekatkan hidangan tersebut pada mereka.” (Terjemahan QS. Adz-Dzariyat: 27)

Memuliakan Tamu

Dalam hadis Abu Hurairah riwayat Muslim, Nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,

‎مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ

Terjemahannya:

“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah dia mengucapkan perkataan yang baik atau diam. Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah dia memuliakan tetangganya. Dan barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah dia memuliakan tamunya.” 

Diantara sikap memuliakan tamu adalah senantiasa mengucapkan perkataan baik, menyiapkan kebutuhannya, tidak memperhatikan ketika ia makan, memakai pakaian yang sopan di hadapannya, dan lain-lain.

Pembaca yang dirahmati Allah, pada edisi yang lalu kami membahas tentang hal-hal yang harus diperhatikan saat berkunjung atau bertamu ke rumah saudara kita. Dalam edisi ini kami melanjutkan pembahasan tersebut dengan adab dalam memuliakan tamu.

Memuliakan tamu adalah salah satu pembuktian keimanan kepada Allah dan hari akhir. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاْليَوْمِ اْلأخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ

“Barang siapa yang beriman pada Allah dan hari akhir maka hendaklah dia memuliakan tamunya.” (HR. Bukhari)

Berikut ini adalah adab-adab yang sesuai sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam memuliakan tamu.

Mengantar Tamu Keluar Ketika Ia Pulang

Sebagaimana ketika tamu datang dan disambut dengan hangat, maka begitu juga ketika ia pulang, diantar ke pintu dan tidak berpisah kecuali dengan kesan yang baik.

Wallahu a’lam.

Demikianlah artikel tentang adab menerima tamu. Anda juga dapat membaca artikel lainnya terkait adab dan akhlak.