17 Adab Penuntut Ilmu

Artikel ini akan membahas secara lengkap 17 adab penuntut ilmu yang diperlu diketahui bagi mereka yang sedang atau akan menuntut ilmu. Baca selengkapnya pada artikel berikut.

Saudaraku yang dimuliakan Allah Ta’ala, menuntut ilmu agama adalah sebuah tugas yang sangat mulia. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ

“Barangsiapa yang dikehendaki kebaikan oleh Allah maka Allah akan pahamkan dia dalam hal agamanya.” (HR. Bukhari)

Oleh sebab itu sudah semestinya kita berupaya sebaik-baiknya dalam menimba ilmu yang mulia ini, kita memperhatikan adab-adabnya agar ilmu yang kita peroleh berberkah. Berikut adab-adab penuntut ilmu:

Mengikhlaskan Niat untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala

Yaitu dengan menunjukkan aktivitas menuntut ilmu yang dilakukannya untuk mengharapkan wajah Allah dan negeri akhirat, bukan obsesi dunia. Apabila dalam menuntut ilmu seseorang mengharapkan untuk memperoleh pujian, kedudukan dunia, jabatan dll, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda,

“Barang siapa yang menuntut ilmu yang seharusnya hanya ditujukan untuk mencari wajah Allah Subhanahu wa Ta’ala tetapi dia justru berniat untuk meraih bagian kehidupan dunia maka dia tidak akan mencium bau surga pada hari kiamat.”

Tidak bisa mencium aroma surga, ini adalah ancaman yang sangat keras.

Akan tetapi apabila seseorang yang menuntut ilmu memiliki niat memperoleh persaksian/ijazah/gelar sebagai sarana agar bisa memberikan manfaat kepada orang-orang dengan mengajarkan ilmu, pengajian dan sebagainya, maka niatnya bagus dan tidak bermasalah, karena ini adalah niat yang benar.

Mengangkat Kebodohan Diri Sendiri dan Orang Lain

Kita berniat dalam menuntut ilmu demi mengangkat kebodohan dari dirinya sendiri dan dari orang lain. Sebab pada asalnya manusia itu bodoh. Demikian pula niatkanlah untuk mengangkat kebodohan dari umat, hal itu bisa dilakukan dengan pengajaran melalui berbagai macam sarana, supaya orang-orang bisa memetik manfaat dari ilmu yang kita miliki.

Bermaksud Membela Syariat

Salah satu hal yang harus senantiasa dipelihara di dalam hati oleh penuntut ilmu adalah niat untuk membela syariat. Manusia kini sangat membutuhkan keberadaan para ulama, supaya mereka bisa membantah tipu daya para musuh Allah Subhanahu wa Ta’ala. yang mau merusak syariat ini.

Berlapang Dada Dalam Masalah Khilaf

Hendaknya dia berlapang dada ketika menghadapi masalah-masalah khilaf yang bersumber dari hasil ijtihad. Sebab perselisihan yang ada di antara para ulama itu bisa jadi terjadi dalam perkara yang tidak boleh untuk berijtihad, maka kalau seperti ini maka perkaranya jelas.

Yang demikian itu tidak ada seorang pun yang menyelisihinya diberikan uzur. Dan bisa juga perselisihan terjadi dalam permasalahan yang boleh berijtihad di dalamnya, maka yang seperti ini orang yang menyelisihi kebenaran diberikan uzur.

Dan perkataan anda tidak bisa menjadi argumen untuk menjatuhkan orang yang berbeda pendapat dengan anda dalam masalah itu, seandainya kita berpendapat demikian niscaya kita pun akan katakan bahwa perkataannya adalah argumen yang bisa menjatuhkan anda.

Yang saya maksud di sini adalah perselisihan yang terjadi pada perkara-perkara yang diperbolehkan bagi akal untuk berijtihad di dalamnya dan manusia boleh berselisih tentangnya. Adapun orang yang menyelisihi jalan salaf seperti dalam permasalahan akidah maka dalam hal ini tidak ada seorang pun yang diperbolehkan untuk menyelisihi salafush shalih.

Akan tetapi pada permasalahan lain yang termasuk medan pikiran, tidaklah pantas menjadikan khilaf semacam ini sebagai alasan untuk mencela orang lain atau menjadikannya sebagai penyebab permusuhan dan kebencian.

Maka menjadi kewajiban para penuntut ilmu untuk tetap memelihara persaudaraan meskipun mereka berselisih dalam sebagian permasalahan furu’iyyah (cabang), hendaknya yang satu mengajak saudaranya untuk berdiskusi dengan baik dengan didasari kehendak untuk mencari wajah Allah dan demi memperoleh ilmu, dengan cara inilah akan tercapai hubungan baik dan sikap keras dan kasar yang ada pada sebagian orang akan bisa lenyap.

Bahkan terkadang terjadi pertengkaran dan permusuhan di antara mereka. Keadaan seperti ini tentu saja membuat gembira musuh-musuh Islam, sedangkan perselisihan yang ada di antara umat ini merupakan penyebab bahaya yang sangat besar, Allah Subhanahu wa Ta’ala. berfirman yang artinya,

Dan taatilah Allah dan Rasul-Nya, dan janganlah kalian berselisih yang akan menceraiberaikan dan membuat kekuatan kalian melemah. Dan bersabarlah sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar.” (Terjemahan QS. al-Anfaal: 46)

Baca juga: 7 Adab Bermajelis yang Penting Untuk Diketahui

Beramal Dengan Ilmu

Yaitu hendaknya penuntut ilmu mengamalkan ilmu yang dimilikinya, baik itu akidah, ibadah, akhlaq, adab, maupun muamalah. Sebab amal inilah buah ilmu dan hasil yang dipetik dari ilmu, seorang yang mengemban ilmu adalah ibarat orang yang membawa senjatanya, bisa jadi senjatanya itu dipakai untuk membela dirinya atau justru untuk membinasakannya. Oleh karenanya dalam sebuah hadits, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “al-Qur’an adalah hujjah untukmu atau untuk menjatuhkanmu.”

Berdakwah di Jalan Allah

Yaitu dengan menjadi seorang yang menyeru kepada agama Allah Subhanahu wa Ta’ala., dia berdakwah pada setiap kesempatan, di masjid, di pertemuan-pertemuan, di pasar-pasar, serta dalam segala kesempatan. Perhatikanlah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau setelah diangkat menjadi Nabi dan Rasul tidaklah hanya duduk-duduk saja di rumahnya, akan tetapi beliau mendakwahi manusia dan bergerak ke sana kemari. Tidak layak bagi seorang penuntut ilmu hanya menjadi penikmat ilmu saja tanpa mendakwahkannya kepada orang lain.

Bersikap Bijaksana (Hikmah)

Adab penuntu ilmu selanjutnya yaitu dengan menghiasi dirinya dengan kebijaksanaan, dan yang dimaksud hikmah ialah seorang penuntut ilmu menjadi pembimbing orang lain dengan akhlaknya dan dengan dakwahnya mengajak orang mengikuti ajaran agama Allah Subhanahu Wa Ta’ala hendaknya dia berbicara dengan setiap orang sesuai dengan keadaannya.

Apabila kita tempuh cara ini niscaya akan tercapai kebaikan yang banyak. Seorang yang bijak (Hakiim) adalah yang dapat menempatkan segala sesuatu sesuai kedudukannya masing-masing. Maka sudah selayaknya, bahkan menjadi kewajiban bagi para penuntut ilmu untuk bersikap hikmah di dalam dakwahnya agar dakwahnya lebih mudah diterima oleh pemahaman orang.

Harus Bersabar Dalam Menuntut Ilmu

Yaitu hendaknya dia sabar dalam belajar, tidak terputus di tengah jalan dan merasa bosan, tetapi hendaknya di terus konsisten belajar sesuai kemampuannya dan bersabar dalam meraih ilmu, tidak cepat jemu karena apabila seseorang telah merasa jemu maka dia akan putus asa dan meninggalkan belajar. Akan tetapi apabila dia sanggup menahan diri untuk tetap belajar ilmu niscaya dia akan meraih pahala orang-orang yang sabar dan juga akan mendapatkan hasil yang baik.

Menghormati Guru/Ulama dan Memposisikan Mereka Sesuai Kedudukannya

Sudah menjadi kewajiban bagi para penuntut ilmu untuk menghormati para ulama dan memposisikan mereka sesuai kedudukannya, dan melapangkan dada-dada mereka dalam menghadapi perselisihan yang ada di antara para ulama dan selain mereka. Hendaknya hal itu dihadapinya dengan penuh toleransi di dalam keyakinan mereka.

Bagi orang yang telah berusaha menempuh jalan (kebenaran) tapi keliru, ini catatan yang penting sekali, sebab ada sebagian orang yang sengaja mencari-cari kesalahan orang lain dalam rangka melontarkan tuduhan yang tak pantas kepada mereka, dan demi menebarkan keraguan di hati orang-orang dengan cela yang telah mereka dengar, ini termasuk kesalahan yang terbesar.

Apabila menggunjing orang awam saja termasuk dosa besar maka menggunjing orang berilmu lebih besar dan lebih berat dosanya, karena dengan menggunjing orang yang berilmu akan menimbulkan bahaya yang tidak hanya mengenai diri orang alim itu sendiri, akan tetapi mengenai dirinya dan juga ilmu syar’i yang dibawanya.

Sedangkan apabila orang-orang telah menjauh dari orang alim itu atau harga diri mereka telah jatuh di mata mereka maka ucapannya pun ikut gugur. Apabila dia menyampaikan kebenaran dan menunjukkan kepadanya maka akibat gunjingan orang ini terhadap orang alim itu akan menjadi penghalang orang-orang untuk bisa menerima ilmu syar’i yang disampaikannya, dan hal ini bahayanya sangat besar dan mengerikan.

Hendaknya para pemuda memahami perselisihan-perselisihan yang ada di antara para ulama itu dengan anggapan mereka berniat baik dan disebabkan ijtihad mereka dan memberikan toleransi bagi mereka atas kekeliruan yang mereka lakukan, dan hal itu tidaklah menghalanginya untuk berdiskusi dengan mereka dalam masalah yang mereka yakini bahwa para ulama itu telah keliru, supaya mereka menjelaskan apakah kekeliruan itu bersumber dari mereka ataukah dari orang yang menganggap mereka salah.

Karena terkadang tergambar dalam pikiran seseorang bahwa perkataan orang alim itu telah keliru, kemudian setelah diskusi ternyata tampak jelas baginya bahwa dia benar. Dan demikianlah sifat manusia, “Semua anak Adam pasti pernah salah dan sebaik-baik orang yang salah adalah yang senantiasa bertaubat”. Adapun merasa senang dengan ketergelinciran seorang ulama dan justru menyebarkannya di tengah-tengah manusia sehingga menimbulkan perpecah belahan maka hal ini bukanlah termasuk jalan Salaf.

Berpegang Teguh Dengan Al-Kitab dan As-Sunnah

Oleh sebab itu wajib bagi penuntut ilmu untuk bersemangat dalam membacanya, menghafalkannya, memahaminya serta mengamalkannya karena al-Qur’an itulah tali Allah yang kuat, dan ia adalah landasan seluruh ilmu. Para salaf dahulu sangat bersemangat dalam mempelajarinya. Begitu juga dengan As-Sunnah, ia merupakan sumber kedua dari sumber syariat Islam, dialah penjelas al-Qur’an al Karim, maka menjadi kewajiban penuntut ilmu untuk menggabungkan antara keduanya dan bersemangat dalam mendalami keduanya.

Gambar Al-Qur'an
Gambar Al-Qur’an (Sumber iStock)

Penuntut ilmu sudah semestinya menghafalkan as-Sunnah, baik dengan cara menghafal nash-nash hadits atau dengan mempelajari sanad-sanad dan matan-matannya, membedakan yang shahih dengan yang lemah, menjaga as-Sunnah juga dengan membelanya serta membantah syubhat-syubhat yang dilontarkan Ahlu bid’ah guna menentang as-Sunnah.

Meneliti Kebenaran Berita yang Tersebar

Salah satu adab terpenting yang harus dimiliki oleh penuntut ilmu adalah tatsabbut (meneliti kebenaran berita), dia harus meneliti kebenaran berita-berita yang disampaikan kepadanya serta mengecek efek hukum yang muncul karena berita tersebut. Baik itu sifatnya informasi biasa, nukilan dari buku atau perkataan ulama, maka hendaknya menyandarkan setiap perkataan/tulisan berdasarkan sumbernya. 

Memperbanyak Do’a Memohon Ilmu yang Bermanfaat

Hendaknya setiap penuntut ilmu senantiasa memohon ilmu yang bermanfaat kepada Allah Ta’ala dan memohon pertolongan kepadaNya dalam mencari ilmu serta selalu merasa butuh kepadaNya.

Rasulallah Shallallahu Alaihi wa Sallam menganjurkan kita untuk selalu memohon ilmu yang bermanfaat kepada Allah Ta’ala dan berlindung kepadaNya dari ilmu yang tidak bermanfaat, karena banyak kaum Muslimin yang justru mempelajari ilmu yang tidak bermanfaat, seperti mempelajari ilmu filsafat, ilmu kalam, ilmu hukum sekuler, dan lainnya.

Bersungguh-sungguh Dalam Belajar dan Selalu Merasa Haus Ilmu

Dalam menuntut ilmu syar’i diperlukan kesungguhan. Tidak layak para penuntut ilmu bermalas-malasan dalam mencarinya. Kita akan mendapatkan ilmu yang bermanfaat dengan izin Allah apabila kita bersungguh-sungguh dalam menuntutnya.

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam barsabda, “Dua orang yang rakus yang tidak pernah kenyang: yaitu orang yang rakus terhadap ilmu dan tidak pernah kenyang dengannya dan orang yang rakus terhadap dunia dan tidak pernah kenyang dengannya.” (HR. Al-Baihaqi)

Menjauhkan diri dari dosa dan maksiat

Di antara adab penuntut ilmu adalah menjauhkan diri dari dosa dan maksiat. Seseorang terhalang dari ilmu yang bermanfaat disebabkan banyak melakukan dosa dan maksiat. Sesungguhnya dosa dan maksiat dapat menghalangi ilmu yang bermanfaat, bahkan dapat mematikan hati, merusak kehidupan dan mendatangkan siksa Allah Ta’ala.

Tidak Boleh Sombong dan Tidak Boleh Malu dalam Menuntut Ilmu

Sombong dan malu menyebabkan pelakunya tidak akan mendapatkan ilmu selama kedua sifat itu masih ada dalam dirinya.

Imam Mujahid mengatakan

‎لاَ يَتَعَلَّمُ الْعِلْمَ مُسْتَحْىٍ وَلاَ مُسْتَكْبِرٌ

“Dua orang yang tidak belajar ilmu: orang pemalu dan orang yang sombong” (HR. Al-Bukhari)

Menghafalkan Ilmu Syar’i yang Disampaikan

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Semoga Allah memberikan cahaya kepada wajah orang yang mendengar perkataanku, kemudian ia memahaminya, menghafalkannya, dan menyampaikannya. Banyak orang yang membawa fiqih kepada orang yang lebih faham daripadanya…” (HR. At-Tirmidzi).

Dalam hadits tersebut Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berdoa kepada Allah Ta’ala agar Dia memberikan cahaya pada wajah orang-orang yang mendengar, memahami, menghafal, dan mengamalkan sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka kita pun diperintahkan untuk menghafal pelajaran-pelajaran yang bersumber dari Al-Quran dan hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Mengikat Ilmu atau Pelajaran dengan Tulisan

Adab penuntut ilmu yang terakhir adalah ketika belajar, seorang penuntut ilmu harus mencatat pelajaran, poin-poin penting, faedah dari ayat, hadits dan perkataan para sahabat serta ulama, atau berbagai dalil bagi suatu permasalahan yang dibawa mkan oleh gurunya. Agar ilmu yang disampaikannya tidak hilang dan terus tertancap dalam ingatannya setiap kali ia mengulangi pelajarannya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ikatlah ilmu dengan tulisan” (HR. Ibnu Abdil Barr).

Demikianlah artikel tentang adab penuntut ilmu ini. Anda juga dapat membaca artikel lainnya di sini. Semoga bermanfaat!

Sumber: Majalah Sedekah Plus

Tinggalkan komentar

Home
Donasi
Hitung Zakat
Rekening