Artikel ini akan membahas salah satu sahabiyah yang ketegaran hati dan keimanannya patut dicontoh. Dia adalah Hamnah binti Jahsy. Bagaimana kisahnya? Baca artikel berikut selengkapnya!
Di masa awal hijrah dari Makkah ke Madinah, kaum Muslimin menghadapi dua perang besar, yaitu Perang Badar dan Perang Uhud.
Perang Badar berhasil dimenangkan oleh kaum Muslimin, tetapi kekalahan menyayat hati terjadi dalam Perang Uhud karena sejumlah pasukan Muslim tidak menaati perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dalam peristiwa pahit itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengalami luka parah dan sejumlah sahabatnya gugur sebagai syahid.
Di antara mereka, terdapat seorang sahabiyah bernama Hamnah binti Jahsy yang harus merelakan kepergian suami, saudara laki-laki, dan paman dalam pertempuran di Bukit Uhud tersebut.
Namun, di balik duka yang mendalam, Hamnah memperlihatkan keimanan dan keteguhan hati yang menginspirasi banyak orang. Ia menerima cobaan tersebut dengan ikhlas demi menegakkan panji-panji Islam.
Hamnah adalah salah satu wanita yang masuk Islam pada masa awal dakwah di Makkah. Bersama saudaranya, Zainab dan Abdullah, ia berbaiat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menerima risalah Islam yang dibawa olehnya.
Hamnah binti Jahsy memiliki garis keturunan yang mulia. Ia berasal dari Bani Asad bin Khuzaimah dan merupakan saudara perempuan dari istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu Zainah binti Jahsy.
Selain itu, Hamnah juga merupakan sepupu dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam melalui ibunya, Umaimah binti Abdil Muththalib, yang merupakan bibi dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dalam perjalanan hidupnya, Hamnah menikah dengan Mushab bin Umair bin Hasyim bin Abdi Manaf bin Abdid Dar, yang dikenal sebagai duta pertama Islam. Dari pernikahan ini, Allah karuniakan seorang putri untuk mereka.
Keimanan Hamnah semakin teruji saat ikut hijrah ke Madinah. Ketika panggilan perang untuk membela Islam, termasuk dalam Perang Uhud, datang, Hamnah tidak ragu untuk terjun langsung ke medan pertempuran bersama sang suami.
Dalam pertempuran itu, Hamnah bersama 13 sahabiyah lainnya mengemban tugas mulia untuk memberikan minum dan mengobati para tentara Muslim yang terluka.
Dalam sebuah kesaksian, Muawiyah bin Ubaidullah bin Abi Ahmad bin Jahsy menyaksikan sendiri keteguhan Hamnah di medan perang. Ia menyatakan bahwa Hamnah dengan penuh kasih sayang memberikan air minum bagi yang kehausan dan mengobati orang-orang yang terluka.
Namun, setelah Perang Uhud berakhir, kesedihan mendalam melanda hati Hamnah. Banyak keluarga Muslim yang bertanya tentang nasib saudara-saudaranya yang berperang, dan tidak terkecuali Hamnah.
Dalam momen itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi Hamnah pesan, “Wahai Hamnah, harapkanlah pahala bagi saudaramu, Abdullah bin Jahsy.” Hamnah menjawab dengan penuh kesabaran, “Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raajiun (sesungguhnya kami berasal dari Allah dan hanya kepada-Nya kami akan kembali). Semoga Allah merahmatinya dan mengampuni dosanya.” Saat itu, Hamnah melihat kondisi jenazah Abdullah yang sudah tidak utuh lagi.
Rasulullah kemudian berbicara lagi kepada Hamnah, “Wahai Hamnah, harapkanlah pahala bagi pamanmu, Hamzah bin Abdil Muththalib.” Hatinya teriris lagi saat melihat kondisi jenazah pamannya yang telah tercabik-cabik.
Dan, ketika Rasulullah bersabda, “Wahai Hamnah, harapkanlah pahala bagi suamimu, Mushab bin Umair,” Hamnah sudah tak dapat menahan kesedihan di hatinya. Ia teringat putrinya yang kini menjadi yatim karena sang suami telah syahid di medan perang. Terlebih dengan melihat kondisi jenazah Mushab yang sangat mengerikan.
Pada saat itu, kedua tangan Mushab telah terpotong. Dalam peperangan, Mushab memang ditugaskan sebagai pembawa bendera perang.
Kehilangan tiga orang yang sangat dicintainya pada saat bersamaan merupakan cobaan yang begitu besar. Namun, Hamnah tetap tegar, ikhlas, dan menerima semua cobaan dengan sabar.
Dalam kekuatan kesabaran dan rida ini, Hamnah menyadari bahwa cobaan itu justru akan menaikkan derajatnya di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Setelah kepergian sang suami, Hamnah hidup bersama putri satu-satunya. Suatu saat, salah satu sahabat, Thalhah bin Ubaidillah, meminangnya. Hamnah pun menikah kembali dengan Thalhah dan dikaruniai dua putra, Muhammad dan Imran.
Kisah Hamnah binti Jahsy menjadi cerminan teladan bagi setiap muslimah. Kesabaran, ketegaran hati, dan keimanan yang teguh di hadapan cobaan adalah pelajaran berharga yang dapat diambil dari perjalanan hidupnya.
Semoga kisah perjuangan Hamnah menginspirasi generasi wanita masa kini untuk menjadi pribadi yang tegar, ikhlas, dan berbakti kepada Allah dan sesama. Aamiin.
Demikianlah artikel tentang Hamnah binti Jahsy ini. Anda juga dapat membaca artikel lainnya tentang sahabiyah.