Artikel ini akan membahas terkair istihadhah mulai dari maknanya, keadaan yang dianggap istihadhah, sampai keadaan yang mirip istihadhah.
Makna Istihadhah
Istihadhah ialah keluarnya darah terus-menerus pada seorang wanita tanpa henti sama sekali atau berhenti sebentar seperti sehari atau dua hari dalam sebulan. Hal ini disebabkan oleh penyakit atau darah yang rusak. Darah ini berasal dari pembuluh darah yang ada di mulut rahim, bukan dari bagian dalam rahim.
Dalil kondisi pertama, yakni keluamya darah terus-menerus tanpa henti sama sekali, hadits riwayat al- Bukhari dari Aisyah Radhiyallahu ‘anha bahwa Fatimah binti Abu Hubaisy berkata kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam :
يَا رَسُوْلَ اللهِ إِني لَا أَطْهُرُ. وَفِي رِوَايَةٍ : أُسْتَحَاضُ فَلَا أَطْهُرُ
“Ya Rasulullah, sungguh aku ini tak pernah suci ” Dalam riwayat lain· “Aku mengalami istihadhah maka tak pernah suci. ”
Dalil kondisi kedua, yakni darah tidak berhenti kecuali sebentar, hadits dari Hamnah binti Jahsy ketika datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan berkata:
يَا رَسُوْلَ اللهِ إِني أسْتَحَاضُ حيْضَةً كَبِيْرَةً شَدِيْدَةً
“Ya Rasulullah, sungguh aku sedang mengalami Istihadhah yang deras sekali. “ (Hadits riwayat Ahmad, Abu Dawud dan al-Tirmidzi dengan menyatakan shahih. Disebutkan pula bahwa hadis ini menurut Imam Ahmad shahih, sedang menurut al-Bukhari hasan.)
Beberapa Keadaan yang Dianggap Istihadhah
- Masa haid dan nifas yang lebih dari biasanya, setelah diyakini bahwa kelebihan tersebut bukan darah haid atau nifas, karena sifat-sifatnya tidak seperti darah haid, juga telah melampaui kebiasaan haid kaum wanita pada umumnya. Perlu diperhatikan bahwa tidak semua kelebihan itu dihukumi istihadhah karena sangat mungkin wanita mengalami perubahan masa haid sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya.
- Darah keluar terus menerus dan tidak berhenti sebagaimana yang dialami oleh Ummu Habibah binti Jahsy radhiyallahu ‘anha dimana beliau istihadhah selama tujuh tahun. Atau darah berhenti hanya sebentar dan setelah itu keluar lagi.
- Keluarnya darah di luar waktu kebiasaan dengan syarat sifat-sifatnya tidak seperti darah haid, atau tidak terjadi kondisi yang biasanya menyertai haid seperti nyeri pada punggung dan perut dan yang lainnya. Apabila sifat-sifatnya seperti darah haid maka itu adalah haid, karena boleh jadi si wanita mengalami perubahan siklus haid atau dia mengalami haid dua kali dalam sebulan. Dan ini mungkin terjadi karena faktor keletihan fisik dan psikis, atau ada ketidakseimbangan dan sebagainya.
- Darah yang keluar dari anak kecil jika diragukan apakah itu haid atau istihadhah khususnya jika darah itu tidak seperti darah haid.
- Darah yang keluar dari wanita menopause jika darah itu tidak seperti darah haid.
- Darah yang keluar dari seorang wanita setelah pemasangan atau pelepasan alat kontrasepsi, seperti spiral.
- Darah yang keluar dari wanita yang mengalami aborsi dimana janinnya masih berupa segumpal darah atau segumpal daging, belum terlihat bentuk manusia, biasanya terjadi pada usia kandungan kurang dari 81 hari.
Kondisi Wanita Mustahadhah
Ada tiga kondisi bagi wanita mustahadhah (yang mengalami istihadhah) :
Pertama, sebelum mengalami istihadhah, ia mempunyai haid yang jelas waktunya. Dalam kondisi ini, hendaklah ia berpedoman kepada jadwal haidnya yang telah diketahui sebelumnya. Maka pada masa itu dihitung sebagai haid dan berlaku baginya hukum-hukum haid. Adapun selain masa tersebut merupakan istihadhah yang berlaku baginya hukum-hukum istihadhah.
Misalnya, seorang wanita biasanya haid selama enam hari pada setiap awal bulan, kemudian dia mengalami istihadhah dan darahnya keluar terus-menerus. Maka masa haidnya dihitung enam hari pada setiap awal bulan, sedang selainnya merupakan istihadhah.
Berdasarkan hadits Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwa Fatimah binti Abi Hubaisy bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam : “Ya Rasulullah, sungguh aku mengalami istihadhah maka tidak pernah suci, apakah aku meninggalkan shalat? Nabi menjawab: Tidak, itu adalah darah yang berasal dari pembuluh darah. Namun tinggalkan shalat sebanyak hari yang biasanya kamu haid sebelum itu, kemudian mandilah dan lakukan shalat. “ (HR al-Bukhari).
Diriwayatkan dalam Shahih Muslim bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada Ummu Habibah binti Jahsy: “Diamlah selama masa haid yang biasa menghalangimu, lalu mandilah dan lakukan shalat. “ Dengan demikian, wanita mustahadhah yang haidnya sudah jelas waktunya menunggu selama masa haidnya itu. Setelah itu mandi dan shalat, walaupun darah masih keluar.
Kedua, tidak mempunyai haid yang jelas waktunya sebelum mengalami istihadhah, karena istihadhah tersebut terus-menerus terjadi padanya mulai dari saat pertama kali ia mendapati darah. Dalam kondisi ini, hendaklah ia melakukan tamyiz (pembedaan). Perbedaan darah haid dan darah istihadhah dapat dilihat dari empat hal :
- Warna : darah haid berwarna hitam, sedangkan darah istihadhah berwarna merah
- Kekentalan : darah haid kental, sedangkan darah istihadhah lebih encer.
- Bau : darah haid berbau khas yang menyengat, sedangkan darah istihadhah tidak berbau.
- Kebekuan : darah haid tidak membeku, sedangkan darah istihadhah bisa membeku
Misalnya, seorang wanita pada saat pertama kali mendapati darah dan darah itu keluar terus menerus; akan tetapi ia dapati selama sepuluh hari dalam sebulan darahnya berwama hitam kemudian setelah itu berwama merah, atau ia dapati selama sepuluh hari dalam sebulan darahnya kental kemudian setelah itu encer.
Selain itu, bisa juga ia dapati selama sepuluh hari dalam sebulan berbau darah haid tetapi setelah itu tidak berbau maka haidnya yaitu darah yang berwama hitam (pada kasus pertama), darah kental (pada kasus kedua) dan darah yang berbau (pada kasus ketiga). Sedangkan selain hal tersebut, dianggap sebagai darah istihadhah.
Ketiga, tidak mempunyai haid yang jelas waktunya dan tidak bisa dibedakan secara tepat darahnya. Seperti: jika istihadhah yang dialaminya terjadi terus-menerus mulai dari saat pertama kali melihat darah sementara darahnya menurut satu sifat saja atau berubah-ubah dan tidak mungkin dianggap sebagai darah haid. Dalam kondisi ini, hendaklah ia mengambil kebiasaan kaum wanita pada umumnya.
Maka masa haidnya adalah enam atau tujuh hari pada setiap bulan dihitung mulai dari saat pertama kali mendapati darah, selebihnya merupakan istihadhah.
Misalnya, seorang wanita saat pertama kali melihat darah pada tanggal 5 dan darah itu keluar terus-menerus tanpa dapat dibedakan secara tepat mana yang darah haid, baik melalui warna ataupun dengan cara lain. Maka haidnya pada setiap bulan dihitung selama enam atau tujuh hari dimulai dari tanggal tersebut.
Hal ini berdasarkan hadis Hamnah binti Jahsy radhiyallahu ‘anha bahwa ia berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam : “Ya Rasulullah, sungguh aku sedang mengalami istihadhah yang deras sekali. Lalu bagaimana pendapatmu tentangnya karena ia telah menghalangiku shalat dan berpuasa? Beliau bersabda: “Aku beritahukan kepadamu (untuk menggunakan) kapas dengan melekatkannya pada farji, karena hal itu dapat menyerap darah”.
Hamnah berkata: “Darahnya lebih banyak dari itu”. Nabipun bersabda: “Ini hanyalah salah satu gangguan syetan. Maka hitunglah haidmu 6 atau 7 hari menurut ilmu Allah Ta’ala lalu mandilah sampai kamu merasa telah bersih dan suci, kemudian shalatlah selama 24 atau 23 hari, dan puasalah.” (Hadits riwayat Ahmad, Abu Dawud dan al-Tirmidzi. Menurut Ahmad dan al-Tirmidzi hadits ini shahih, sedang menurut al-Bukhari hasan).
Berkata Syekh al-‘Utsaimin rahimahullah : “Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam : 6 atau 7 hari tersebut bukan untuk memberikan pilihan, tapi agar si wanita berijtihad dengan cara memperhatikan mana yang lebih mendekati kondisinya dari wanita lain yang lebih mirip kondisi fisiknya, lebih dekat usia dan hubungan kekeluargaannya serta memperhatikan mana yang lebih mendekati haid dari keadaan darahnya dan pertimbangan-pertimbangan lainnya.
Jika kondisi yang lebih mendekati selama 6 hari, maka dia hitung masa haidnya 6 hari; tetapi jika kondisi yang lebih mendekati selama 7 hari, maka dia hitung masa haidnya 7 hari.” (Risalah fi al-Dima’ al-Thabi’iyyah li al-Nisa).
(Bersambung ke halaman selanjutnya)
Oleh Ummu Hafsah, Lc. (Dosen STIBA Makassar)