Dalam Surah Yusuf, kita menemukan pelajaran berharga tentang meluruskan niat, kasih ar-Rahman, bijaksana di usia dewasa, dan menyebar ketenangan. Yuk, mari kita telaah bersama pelajaran dari Surah Yusuf berikut.
Meluruskan Niat
وَاسْتَبَقَا الْبَابَ وَقَدَّتْ قَمِيصَهُ مِنْ دُبُرٍ وَأَلْفَيَا سَيِّدَهَا لَدَى الْبَابِ قَالَتْ مَا جَزَاءُ مَنْ أَرَادَ بِأَهْلِكَ سُوءًا إِلا أَنْ يُسْجَنَ أَوْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Dan keduanya berlomba-lomba menuju pintu dan wanita itu menarik baju gamis Yusuf dari belakang hingga koyak dan kedua-duanya mendapati suami wanita itu di muka pintu. Wanita itu berkata: “Apakah pembalasan terhadap orang yang bermaksud berbuat serong dengan isterimu, selain dipenjarakan atau dengan azab yang pedih?” (QS. Yusuf: 25).
Nabi Yusuf dan istri pembesar Mesir sama-sama berlari. Satu yang berlari menjauhi dosa dan lainnya menuju dosa. Boleh jadi kita melakukan hal yang sama-menurut penampakan manusia- akan tetapi niatlah yang membedakan kita. Tujuan dari sebuah perbuatan, kualitas amalan ditentukan oleh niatnya. Maka senantiasa meluruskan niat adalah hal yang tidak boleh dipisahkan dari rangkaian setiap amalan.
Kasih sayang ar-Rahman
Pasca peristiwa makar yang diperbuat oleh saudara Nabi Yusuf. Memasukkan ke dalam sumur sehingga harus berpisah dengan ayahnya. Adalah kecintaan Nabi Ya’kub terhadap anaknya tidak pudar. Ia tetap memanggil dengan penuh perhatian, rasa khawatir terhadap keselamatannya. Nabi Ya’qub berkata,
يَا بَنِيَّ لا تَدْخُلُوا مِنْ بَابٍ وَاحِدٍ
“Hai anak-anakku janganlah kamu masuk dari satu pintu gerbang,” (QS. Yusuf: 67).
Seorang ayah tetap memberi nasehat kepada anaknya. Sekalipun kesalahan itu pernah berakibat fatal. Hadiah yang terbaik dari seseorang adalah nasehat. Sebab nasehat terkandung kebaikan, niat baik untuk orang lain. Sebabnya Rasulullah menyimpulkan sabdanya, bahwa ad-dien adalah nasehat.
Kesalahan orang lain bukan alasan untuk menolak orangnya. Yang kita ingkari perbuatannya (kesalahannya) bukan membenci orangnya.
Inilah kasih sayang seorang Ayah kepada anak-anaknya meskpun telah berbuat salah. Maka bagaimana lagi dengan kasih sayang Dzat Yang Maha Penyayang?
Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. Az-Zumar: 53).
Kadangkala kita bukannya sukar berdamai dengan orang lain sebab kekurangannya, kita hanya lebih sulit menerima masa lalunya.
“Hai manusia, apakah yang telah memperdayakan kamu (berbuat durhaka) terhadap Tuhanmu Yang Maha Pemurah” (QS. Al-Infithār: 6).
Siratan-siratan lembut dari ayat ini adalah bahwa Allah tidak menyatakan terlebih dahulu kesalahan manusia. Tetapi langsung mengatakan kenapa manusia bisa ingkar terhadap Rabbnya. Bukan dengan memarahi orang lain sambil menvonis kesalahan atau aibnya terlebih dahulu.
Bijaksana di usia dewasa
وَلَمَّا بَلَغَ أَشُدَّهُ آتَيْنَاهُ حُكْمًا وَعِلْمًا وَكَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ
“Dan tatkala dia cukup dewasa Kami berikan kepadanya hikmah dan ilmu. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik” (QS. Yusuf: 22).
Hikmah dan ilmu adalah dua hal yang menentukan sikap bijak seseorang di usia dewasa. “Dia memberikan hikmah kepada siapa yang Dia kehendaki. Barang siapa diberi hikmah, sesungguhnya dia telah diberi kebaikan yang banyak. Dan tidak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang yang mempunyai akal sehat”
(QS. Al-Baqarah: 269).
“Barangsiapa yang memperbaiki ibadahnya di masa muda,” kata Hasan al-Bashri. “Niscaya Allah akan meng-anugrahkan padanya hikmah kebijaksanaan di usia dewasa dan di masa tua”.
Menebar ketenangan dan kedamaian
Ketika saudara mereka masuk menemui Nabi Yusuf. Nabi Yusuf kemudian membawa saudaranya (Benyamin) ke tempatnya, lalu Nabi Yusuf berkata,
فَلا تَبْتَئِسْ بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Sesungguhnya aku adalah saudaramu, maka janganlah kamu berduka cita terhadap apa yang telah mereka kerjakan” (QS. Yusuf: 69).
Begitupun kisah dua wanita meminta Nabi Musa bertemu bapaknya, memberikan balasan sebab telah membantu memberi minum gembalanya. Ketika Nabi Musa mendatangi dan menceritakan akan masalahnya, Nabi Syu’aib berkata,
لا تَخَفْ نَجَوْتَ مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ
“Janganlah kamu takut. Kamu telah selamat dari orang-orang yang zalim itu” (QS. Al-Qhashash: 25).
Ketika Rasulullah bersama Abu Bakar di dalam gua, beliau menenangkan dan berkata,
لا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنَا
“Janganlah kamu bersedih, sesungguhnya Allah beserta kita” (QS. At-Taubah: 40).
Kata Syekh Dr. Muhammad ar-Robiah, menebar ketenangan dan kedamaian pada jiwa-jiwa yang gelisah dan takut adalah manhaj para Nabi. “Mudahkanlah setiap urusan dan janganlah kamu mempersulit, berilah kabar gembira dan jangan kamu membuatnya lari,” (HR. Bukhari).
Mencium aroma rahmat
Nabi Yusuf berkata kepada saudaranya, Pergilah kalian dengan membawa baju gamisku ini, lalu letakkanlah baju ini ke wajah ayahku nanti ia akan melihat kembali; dan bawalah keluarga kalian semuanya kepadaku. Tatkala kafilah itu telah ke luar dari negeri Mesir, Nabi Ya’kub berkata,
إِنِّي لأجِدُ رِيحَ يُوسُفَ
“Sesungguhnya aku mencium bau Yusuf,…” (QS. Yusuf: 94). Dari gamis tersebut tercium bau Nabi Yusuf sehingga terobati kesedihan Nabi Ya’kub. Kembali penglihatannya. Aroma atau bau punya nilai tersendiri, mungkin juga ketika kita mencium aroma tertentu akan mengingatkan akan suatu momen.
Ketika seseorang senantiasa kepada Allah dekat, maka ia akan mencium bau rahmat sekalipun dalam cobaan yang berat. Orang yang senantiasa berprasangka baik kepadaNya, akan mencium aroma solusi sekalipun dalam jarak yang lama.
Demikianlah artikel tentang pelajaran yang dapat diambil dari Surah Yusuf. Semoga bermanfaat![]
Oleh: Muhammad Scilta Riska, SH.
Yuk gabung di grup WhatsApp Sahabat Inspirasi