Dalam proses penentuan berhentinya haid, dua tanda penting perlu diperhatikan oleh wanita Muslim, yaitu keluarnya al-qashshah al-baidha’ (cairan putih seperti kapur) dan keringnya darah.
Setelah masa haid berakhir, langkah selanjutnya adalah menjalani mandi besar sesuai dengan tata cara yang diajarkan dalam agama Islam. Mandi tersebut mencakup langkah-langkah seperti mencuci tangan, membersihkan kemaluan, berwudhu seperti wudhu untuk shalat, dan disunnahkan untuk menggunakan wewangian pada tempat keluarnya darah.
Meskipun terdapat perbedaan pendapat di antara ulama tentang mengurai rambut saat mandi haid, mayoritas sepakat bahwa langkah ini hanya diperlukan jika ada penghalang seperti jalinan rambut yang mencegah air mencapai seluruh rambut.
Dengan memahami tanda-tanda berhentinya haid dan tata cara mandi yang benar, seorang wanita dapat menjalankan ibadah dengan penuh keyakinan dan kebersihan setelah masa haid berakhir.
Tanda Berhentinya Darah Haid
Berhentinya darah haid dapat diketahui dari dua hal:
Pertama : Keluarnya al-qashshah al-baidha’ yaitu cairan putih seperti kapur, berdasarkan hadits Aisyah Radhiyallahu ‘anha mengatakan:
“Jangan kalian tergesa-gesa sampai kalian melihat cairan yang putih, yang dimaksud adalah suci dari haid” (Diriwayatkan oleh Malik dalam al-Muwaththa’ dan al-Bukhari secara mu’allaq)
Kedua : Keringnya darah. Hal ini dapat diketahui dengan memasukkan kapas atau kain pada jalan keluar darah, dan tidak ada sesuatupun yang menempel pada kapas atau kain tersebut baik darah, cairan kekuningan (shufrah) atau keruh (kudrah).
Hal yang Harus Dilakukan Setelah Haid
Wanita yang sudah melihat tanda berhentinya darah haid wajib mandi berdasarkan firman Allah Ta’ala:
“Dan mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang haid, katakanlah, itu adalah sesuatu yang kotor”. Karena itu jauhilah istri-istri pada waktu haid, dan jangan kamu dekati mereka sebelum mereka suci. Apabila mereka telah seci, campurilah mereka sesuai dengan (ketentuan) yang diperintahkan Allah kepadamu. Sungguh Allah menyukai orang yang taubat dan menyukai orang yang menyucikan diri.” (Terjemahan QS. al-Baqarah : 222)
Hendaklah seorang muslimah tidak menunda-nunda mandi setelah yakin berhentinya haid karena kemalasan atau yang lainnya. Karena saat itu dia wajib melakukan shalat lima waktu atau puasa jika berada di bulan ramadhan.
Baca juga: 11 Larangan Saat Haid dalam Islam
Tata Cara Mandi
Disebutkan dalam hadits dari Aisyah radhiyallahu ‘anha:
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha dia berkata: ”Adalah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam apabila beliau mandi janabah beliau mulai dengan mencuci kedua tangannya, kemudian menuang air dengan tangan kanannya ke tangan kirinya dan mencuci kemaluannya, lalu beliau berwudhu seperti wudhunya untuk shalat, kemudian beliau mengambil air lalu memasukkan jari-jari beliau ke akar rambutnya, hingga ketika beliau merasa cukup beliau menyiram kepalanya tiga kali cidukan, kemudian beliau menyiram seluruh tubuhnya, lalu mencuci kedua kakinya” (HR Muslim)
Dalam riwayat Muslim yang lain : tidak disebutkan mencuci kedua kaki.
Juga hadits dari Ibnu Abbas berkata: bibiku Maimunah menyampaikan kepadaku :
“Saya membawa untuk Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam meletakkan air untuk mandi janabah, maka beliau mencuci telapak tangannya dua atau tiga kali, lalu beliau memasukkan tangannya ke dalam bejana, menuang air ke kemaluannya dan mencucinya, kemudian menepukkan tangannya ke tanah dan menggosoknya dengan keras, lalu beliau berwudhu seperti wudhunya untuk shalat, beliau menyiramkan air ke atas kepalanya tiga kali sepenuh kedua telapak tangannya, kemudian beliau menyiramkan seluruh tubuhnya, lalu kemudian beliau minggir dan mencuci kedua kakinya, Lalu aku membawakan beliau handuk namun beliau menolaknya. (HR al-Bukhari dan Muslim)
Dan lafal al-Bukhari: “kemudian beliau berkumur-kumur dan menghirup air, mencuci wajah dan kedua lengan beliau kemudian beliau menyiramkan air ke atas kepala beliau lalu menyiramkan air ke tubuh beliau, kemudian beliau minggir lalu beliau mencuci kedua kaki beliau”
Disunnahkan memakai wewangian pada tempat keluarnya darah berdasarkan hadits dari Aisyah radhiyallahu ‘anha :
“Seorang wanita bertanya kepada Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bagaimana cara mandi dari haidnya? Beliau berkata : Maka Aisyah menyebutkan bahwa beliau mengajarkannya bagaimana cara mandi, lalu mengambil sepotong kain atau kapas yang diberi misk (wewangian) lalu bersuci dengannya. Wanita itu bertanya : Bagaimana aku bersuci dengannya? Beliau berkata : Bersucilah dengannya, Subhanallah! Lalu beliau berlindung –Sufyan bin Uyainah memberi isyarat kepada kami dengan tangan di wajahnya-. Aisyah berkata : lalu aku menariknya, aku tahu apa yang diinginkan Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam, maka aku berkata : usapkan kain itu pada bekas darah” (HR al-Bukhari dan Muslim)
Wajibkah Mengurai Rambut?
Imam al-Nawawi rahimahullah berkata : “Madzhab kami dan madzhab jumhur bahwa jalinan rambut wanita yang mandi jika air sampai ke seluruh rambut bagian luar dan dalam tanpa diurai maka tidak wajib diurai, dan jika air tidak sampai kecuali dengan mengurainya maka wajib diurai. Dan hadits Ummu Salamah dimaksudkan jika air sampai ke seluruh rambut tanpa diurai, karena sampainya air itu wajib. Dan diriwayatkan dari al-Nakhai wajibnya mengurai rambut dalam keadaan apapun, dari al-Hasan dan Thawus wajibnya mengurai rambut pada mandi haid dan tidak pada janabah.”
Dalil yang dipakai jumhur adalah hadits dari Abdullah bin Rafi’ Maula Ummu Salamah dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha berkata :
“Saya berkata, wahai Rasulullah, sesungguhnya saya wanita yang menjalin rambutku, apakah saya harus mengurainya untuk mandi janabah? Beliau berkata : Tidak, sesungguhnya cukup bagimu menciduk tiga cidukan untuk kepalamu, kemudian menyiram air ke badanmu, maka demikian kamu bersuci” (HR Muslim, Abu Dawud dan al-Turmidzi). Dalam salah satu riwayat Muslim : apakah saya harus mengurainya untuk haid dan janabah? Beliau berkata : Tidak.”
Dalil lain adalah pengingkaran Aisyah kepada Abdullah bin ‘Amr yang menyuruh para wanita mengurai rambut mereka pada saat mandi. Dari Ubaid bin Umair berkata :
“Telah sampai kepada Aisyah bahwa Abdullah bin ‘Amr menyuruh para wanita mengurai rambut mereka pada saat mandi, maka beliau berkata : Sungguh aneh Ibnu ‘Amr ini, menyuruh para wanita mengurai rambut mereka pada saat mandi, tidakkah dia menyuruh mereka mencukur rambut? Sungguh saya dan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam mandi dari satu bejana dan saya tidak menambah lebih dari menyiram kepala saya tiga kali” (HR Muslim, al-Nasai dan Ibnu Majah)
Dipahami dari hadits di atas bahwa tidak perbedaan antara mandi haid dan mandi janabah dalam masalah mengurai rambut, walapun sebagian ulama membedakannya seperti al-Hasan, Thawus dan pendapat ini yang dipilih oleh Ibnu Qayyim al-Jauziyyah – rahimallahul jami’-. Wallahu a’lam .[]