Semua perkara yang haram dikerjakan karena junub, juga haram dikerjakan oleh wanita yang haid atau nifas. Larangan saat haid mencakup 8 perkara, atau bahkan menjadi 12 perkara yaitu: salat, puasa, membaca al-Qur’an, menyentuh mushaf, membawa mushaf, memasuki masjid dan diam di dalamnya walaupun hanya berdiri, melewati masjid jika dikhawatirkan akan mengotori masjid, tawaf mengelilingi Ka’bah, bersetubuh, istimta’ (bercumbu) di daerah antara pusar dan lutut, talak (diceraikan), dan bersuci dengan niat menghilangkan hadas.
Bila darah telah berhenti keluar, maka puasa, talak, bersuci, dan melintas di masjid tidak diharamkan lagi. Adapun semua larangan saat haid yang selain itu, maka tetap diharamkan sampai wanita yang bersangkutan mandi besar. Jika seorang istri mengaku bahwa dirinya haid, tetapi suami tidak yakin dengan pengakuannya, maka dibolehkan bagi suami untuk menyetubuhi istrinya itu.
Baca juga: Definisi Haid, Nifas, dan Istihadhah
Adapun larangan saat haid atau nifas dan dalil-dalilnya adalah sebagai berikut:
Larangan saat Haid menurut Islam
Salat, Tawaf, Sujud Tilawah dan Sujud Syukur

Dalil diharamkan shalat, tawaf, sujud tilawah, dan sujud syukur bagi mereka adalah sabda Nabi Muhammad -shallallahu’alaihi wa sallam-,
إِذَا أقْبَلَتِ الحَيْضَةُ، فَدَعِي الصَّلَاةَ، وإذَا أدْبَرَتْ، فَاغْسِلِي عَنْكِ الدَّمَ وصَلِّي
“Apabila datang haidmu, maka tinggalkanlah salat.” (HR. Abu Dawud dan al-Nasa’i).
Dan menurut ijma’ ulama, mengerjakan salat pada waktu haid, maka hukumnya haram.
Salat yang ditinggalkan itu juga tidak wajib diqada’ berlandaskan hadis Aisyah -radhiyallahu’anha-,
كنَّا نحيضُ علَى عَهْدِ رسولِ اللَّهِ ثمَّ نَطهرُ فيأمرُنا بقَضاءِ الصَّومِ، ولا يأمرُنا بقضاءِ الصَّلاةِ
“Kami pernah haid dengan sepengetahuan Rasulullah -shallallahu’alaihi wa sallam- lalu kami suci. Maka kami pun diperintahkan untuk mengqada’ puasa dan tidak diperintahkan untuk mengqada’ salat.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim dari Abu Said al-Khudri -radhiallahu ‘anhu-,
أَليسَ إذَا حَاضَتْ لَمْ تُصَلِّ ولَمْ تَصُمْ، فَذلكَ نُقْصَانُ دِينِهَا
“Bukankah jika seorang perempuan haid, maka dia tidak melakukan salat dan tidak berpuasa? Hal itulah yang termasuk kekurangan mereka dalam hal agama.”
Membaca Al-Qur’an
Larangan saat haid selanjutnya adalah membaca Al-Qur’an. Dalil diharamkannya membaca al Qur’an bagi perempuan yang haid atau nifas adalah sabda Nabi Muhammad -shallallahu’alaihi wa sallam- yang berbunyi,
لا يقرأُ الجنبُ ولا الحائضُ شيئًا منَ القرآنِ
“Orang junub atau orang yang haid tidak boleh membaca sesuatu (ayat) dari al-Qur’an.” (HR. )Maksudnya dengan niat tilawah al-Qur`an.
Baca juga: Penyebab Mandi Wajib
Menyentuh Al-Qur’an
Menyentuh Al-Qur’an merupakan salah satu larangan saat haid. Dalil diharamkannya menyentuh mushaf al-Qur’an bagi perempuan yang haid atau nifas adalah firman Allah yang berbunyi,
(لَّا يَمَسُّهُۥٓ إِلَّا ٱلۡمُطَهَّرُونَ ٧٩)
“Tidak ada yang menyentuhnya selain hamba-bamba yang disucikan” (QS. al-Waqi’ah [56]: 79),
dan sabda Nabi Muhammad -shallallahu’alaihi wa sallam-,
لا يمَسُّ القرآنَ إلا طاهرٌ
“Tidak boleh menyentuh al Qur’an kerkecuali orang yang suci.” (HR. al-Daruquthni)
Jadi, jika menyentuh mushaf saja diharamkan, maka apalagi jika membawanya. Kecuali jika mushaf yang disentuh itu terbawa dengan barang-barang lain dan tidak ada niat dari orang yang bersangkutan untuk hanya membawa mushaf tersebut. Jika dia memiliki niat untuk membawanya, maka hukumnya adalah haram.
Memasuki Masjid
Dalil diharamkannya memasuki masjid bagi perempuan yang haid atau nifas adalah sabda Nabi Muhammad -shallallahu’alaihi wa sallam-,
لا أُحِلُّ المسجِدَ لِجُنُبٍ ولا حائِضٍ
“Aku tidak menghalalkan masjid bagi orang yang haid dan junub.”
Berlalu-lalang di dalam masjid hukumnya adalah sama dengan berdiam diri di dalam masjid. Sementara dalil diharamkannya melewati masjid bagi perempuan yang haid atau nifas telah diriwayatkan oleh para ulama hadis, kecuali al-Bukhari. Yaitu sebuah riwayat dari ‘Aisyah -radhiyallahu’anha- yang berkata,
قالَ لي رَسولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ: ناوِلِينِي الخُمْرَةَ مِنَ المَسْجِدِ، قالَتْ فَقُلتُ: إنِّي حائِضٌ، فقالَ: إنَّ حَيْضَتَكِ ليسَتْ في يَدِكِ
“Nabi Muhamad berkata kepadaku, ‘Tolong ambilkan tikar dalam masjid!’ Aku lalu menjawab, ‘Aku sedang haid wahai Rasulullah!’ lalu Nabi berkata, ‘Sesungguhnya haidmu tidak berada di tanganmu.’”
Baca juga: Tanda Berhentinya Haid
Tawaf
Dalil diharamkannya tawaf bagi perempuan yang haid atau nifas adalah hadis Muttafaq ‘alaih. Nabi Muhammad -shallallahu’alaihi wa sallam- berkata kepada ‘Aisyah -radhiyallahu’anha- ketika dia dalam keadaan haid sedang berhaji,
افْعَلِي ما يَفْعَلُ الحَاجُّ غيرَ أَنْ لا تَطُوفي بالبَيْتِ حتَّى تَطْهُرِي
“Kerjakanlah seperti apa yang dikerjakan oleh para jamaah haji, terkecuali tawaf di Baitullah lakukanlah setelah kau suci dari haid.”
Al-Hakim meriwayatkan bahwa tawaf di Baitullah sama dengan shalat dan dia menyatakan bahwa hadis tersebut sanadnya sahih.
Bersetubuh
Bersetubuh adalah salah satu larangan saat haid. Dalil diharamkan bersetubuh bagi perempuan yang haid atau nifas adalah firman Allah Azza Wa Jalla,
(فَٱعۡتَزِلُواْ ٱلنِّسَآءَ فِي ٱلۡمَحِيضِ٢٢٢)
“Karena itu jauhilah istri pada waktu haid,” (QS. al-Baqarah [2]: 222).
Dan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud -berupa hadis hasan- bahwa Abdullah bin Mas’ud -radhiyallahu’anhu- bertanya kepada Rasulullah -shallallahu’alaihi wa sallam- tentang hal yang diperbolehkan baginya terhadap sang istri. Nabi Muhammad -shallallahu’alaihi wa sallam- menjawab,
لك ما فوقَ الإزارِ
“Halal bagimu semua anggota tubuh di atas kain.”
Dan diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim bahwa ‘Aisyah berkata,
وَكانَ يَأْمُرُنِي، فأتَّزِرُ، فيُبَاشِرُنِي وأَنَا حَائِضٌ
“Nabi Muhammad -shallallahu’alaihi wa sallam- memerintahkan aku (meminta bersetubuh), maka aku segera mengenakan kain, lalu menyentuhku (memelukku) sementara aku dalam keadaan haid.”
Imam Muslim juga meriwayatkan hadis yang sama dari Maimunah -radhiyallahu’anha-.
Jika seorang suami sengaja menyetubuhi istrinya dalam keadaan haid, dan dia mengetahui bahwa itu haram, maka dia telah melakukan dosa besar. Dia wajib meminta ampunan kepada Allah dan bertaubat atas perbuatannya itu. Akan tetapi, jika orang yang bersangkutan menyetubuhi istrinya ketika istri baru pertama kali keluar darah haid, maka disunahkan baginya untuk mengeluarkan uang satu dinar.
Bila dia menyetubuhi istri setelah keluarnya darah dan darah yang keluar berkurang, maka disunahkan baginya untuk bersedekah dengan setengah dinar. Diriwayatkan oleh Imam yang lima dan disahihkan oleh al-Hakim dan Ibnu Qahthan dari Ibnu Abbas -radhiyallahu’anhu- dari Rasulullah -shallallahu’alaihi wa sallam- mengenai seseorang yang menyetubuhi istri dalam keadaan haid. Rasulullah -shallallahu’alaihi wa sallam- bersabda,
يَتصَدَّقُ بِدينارٍ أو نِصفِ دِينارٍ
“Hendaklah dia bersedekah dengan satu atau setengah dinar.”
Baca juga: Tata Cara Mandi Wajib (Lengkap)
Talak (Diceraikan)
Bercerai ketika haid atau nifas merupakan perbuatan bid’ah. Allah Azza Wa Jalla berfirman,
(فَطَلِّقُوهُنَّ لِعِدَّتِهِنَّ)
“Hendaklah kalian ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) ‘iddahnya (yang wajar),” (QS. ath- Thalâq [65]: 1).
Dan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh para Imam hadis selain al-Bukhari bahwa ketika Ibnu Umar menceraikan istrinya yang sedang haid, hal itu diadukan kepada Rasulullah -shallallahu’alaihi wa sallam-, Beliau lalu mengatakan,
مُرْهُ فَلْيُرَاجِعْهَا، ثُمَّ لِيُطَلِّقْهَا طَاهِرًا، أَوْ حَامِلًا
“Perintahkanlah dia untuk rujuk dengan istri itu, atau hendaklah dia ceraikan istri pada saat suci atau hamil.”
Dan dalam riwayat dari al-Daruqutni dikatakan,
مُرْ عبدَ اللهِ فليراجعها ، فإذا اغتسلت فليتركها حتى تحيضَ ، فإذا اغتسلت من حيضتها فلا يَمَسَّها حتى يُطلِّقها ، فإن شاء أن يُمسكها فليُمسكها فإنَّها العِدَّةُ التي أمر اللهُ أن تُطلَّقَ لها النساءُ
“Perintahkanlah Abdullah (Ibnu Umar) untuk rujuk dengan istrinya. Jika istrinya suci, hendaklah dia meninggalkan istrinya hingga datang masa haid. Ketika istrinya suci dari haid yang lain (yang kedua) itu, maka dibolehkan baginya untuk berhubungan dengan istrinya itu sampai dia menceraikannya. Jika dia berkehendak untuk mencoba talaknya, maka tidak tahanlah (jangan ceraikan) istrinya itu masa itu adalah masa ‘iddah (penantian) yang Allah perintahkan jika akan menceraikan istrinya.”
Bersuci dengan Niat Menghilangkan Hadas
Keadaan suci tentu tidak bisa terjadi di tengah masa haid hanya dengan niat menghilangkan hadas.
Larangan saat Haid Menurut Kesehatan
Hindari Penggunaan Produk Perawatan yang Berlebihan
Pilihlah produk perawatan intim yang lembut dan bebas bahan kimia berlebihan. Pewangi dan pewarna dapat menyebabkan iritasi, terutama selama masa menstruasi.
Hindari Makanan yang Dapat Memperburuk Gejala Menstruasi
Tinggalkan makanan tinggi gula, garam, dan kafein. Sebaliknya, konsumsilah makanan yang kaya zat besi, serat, dan nutrisi esensial.
Kurangi Konsumsi Kafein
Kafein dapat meningkatkan rasa gelisah dan kram perut. Kurangi konsumsi kopi, teh, dan minuman berkafein untuk membantu mengurangi gejala yang tidak nyaman.
Hindari Aktivitas Fisik yang Terlalu Intens
Olahraga memiliki manfaat, tetapi hindari aktivitas fisik yang terlalu intens selama menstruasi. Pilihlah olahraga yang lebih ringan seperti yoga atau berjalan kaki.
Hindari Makanan Pedas atau Berlemak
Makanan pedas dan berlemak dapat memicu peradangan dan merugikan kesehatan pada saat menstruasi. Pilihlah makanan yang mudah dicerna dan tidak menyebabkan iritasi.
Demikianlah artikel tentang larangan saat haid ini. Semoga bermanfaat!
Yuk gabung di grup WhatsApp Sahabat Inspirasi