ibu madrasah peradaban

Pengemban Tugas Mulia

Peran wanita dalam masyarakat adalah sesuatu yang tidak bisa dipungkiri akan urgensinya. Ada ungkapan yang mengatakan “Wanita adalah tiang negara, hancur atau majunya suatu negara tergantung bagaimana kondisi wanita yang ada di dalamnya”. Apabila baik akhlak para wanitanya, maka baik pulalah negara itu. Dan apabila buruk perangainya, maka buruk dan hancurlah negara tersebut. Seorang penyair bahkan mengatakan bahwa seorang ibu ibarat sekolah, apabila seorang ibu menyiapkan dengan baik. Berarti ia menyiapkan satu bangsa yang harum namanya.

Ibu adalah madrasah yang pertama dan utama, tidak saja sejak kita dilahirkan ke dunia ini, akan tetapi pendidikan itu sudah dimulai sejak kita masih berada dalam kandungan. Ibu adalah madrasah pertama bagi putra-putrinya yang akan meneruskan tongkat estafet peradaban ini.

Ibu yang membangun karakter seorang anak dari awal, karakter yang akan menjadi arahan perkembangan kepribadian seorang anak. Ibu yang akan memulai melatih pola pikir anak. Dari lingkungan rumahnya sang anak diajarkan untuk jadi seorang pemimpin, dilatih untuk berfikir kreatif, diajarkan untuk disiplin. Dari bimbingan seorang ibu sang anak akan rajin membaca al-Qur’an, dari sentuhan nasihat ibu-lah sang anak akan rajin beribadah, dari binaan seorang ibulah sang anak belajar menghafal al-Qur’an.

Maka wajarlah jika muslimah mempunyai kedudukan yang sangat tinggi di dalam Islam dan pengaruh yang begitu besar di dalam kehidupan setiap Muslim. Dialah sekolah pertama di dalam membangun masyarakat yang shalih jika ia berjalan sesuai dengan petunjuk Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena berpegang teguh kepada kedua sumber itu dapat menjauhkan setiap Muslim laki-laki dan wanita dari kesesatan di dalam segala sesuatu.

Kesesatan bangsa-bangsa dan penyimpangannya tidak akan terjadi kecuali karena mereka menjauh dari ajaran Allah Subhanahu wa Ta’ala dan ajaran yang diajarkan oleh para nabi dan rasul-Nya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Aku tinggalkan pada kamu dua perkara, kamu tidak akan tersesat selama kamu berpegang teguh kepadanya, yaitu Kitabullah (Al-Qur’an) dan Sunnah Nabi-Nya (Hadits)” (HR. Imam Malik di dalam Kitab Al-Muwaththa’)

Persiapkan Diri dan Terus Belajar
Menjadi sosok mulia penuh cinta, seorang ibu menjadi tumpuan utama dalam mencetak generasi tangguh, cerdas dan berakhlak mulia yang akan memunculkan sebuah harapan untuk memimpin umat ini di masa yang akan datang. Ibu seharusnya menjadi ‘gudang ilmu’, ‘pusat peradaban’ dan ‘wadah’ yang menghimpun sifat-sifat akhlak mulia. Peran yang sangat penting ini, menuntut seorang ibu untuk membekali dirinya dengan ilmu yang memadai. Maka seorang ibu harus terus bergerak meningkatkan kualitas dirinya. Karena untuk mencetak generasi yang berkualitas, diperlukan pendidik yang berkualitas pula. Hal itu berarti seorang ibu tidak boleh berhenti belajar.

Sebagai madrasah yang tentunya akan banyak ilmu yang disampaikan dan diajarkan, seorang ibu haruslah memiliki wawasan keilmuan yang luas. Di sanalah seorang anak pertama kali belajar bersikap, belajar mengenal Tuhan-nya, belajar mengenal apa yang ada di sekitarnya, semuanya berawal di madrasah itu. Ibu sebagai ‘lembaga pendidikan’ tentunya harus dipersiapkan dengan baik. Maka seorang wanita haruslah berbekal dengan Ilmu. Ilmu yang meluruskan akidah, menshahihkan ibadah, membaguskan akhlak, meluaskan tsaqofah, membuat mandiri, tidak bergantung pada orang lain sekaligus bermanfaat bagi orang lain. Tanpa ilmu dan pemahaman yang benar mungkin generasi tangguh, cerdas, dan berakhlak mulia tidak akan pernah terwujud selama-lamanya.
Setiap muslimah hendaknya meneladani wanita Anshar yang tidak malu bertanya tentang masalah agama. Teladanilah para shahabiyah (sahabat nabi yang wanita) yang bahkan meminta kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk diberikan kesempatan di hari tertentu khusus untuk mengajari mereka.

Pada kenyataannya masih banyak para wanita yang tidak menganggap penting sebuah pendidikan bagi dirinya. Mereka berpendapat, ”buat apa sekolah tinggi-tinggi toh kalo nantinya cuma jadi ibu rumah tangga?” Atau ada juga mereka yang bersemangat mengejar gelar pendidikan setinggi-tingginya namun dengan tujuan hanya untuk kepentingan karirnya saja. Sehingga ketika punya anak dia dengan sangat mudah mengalihkan fungsi ibu yang seharusnya diperankan olehnya kepada pembantu. Oleh karena itu waktu untuk anak pun sangatlah terbatas bahkan mungkin tidak ada. Tidak aneh jadinya ketika melihat seorang anak yang sangat sulit untuk diarahkan atau bahkan terjerumus dalam pergaulan bebas yang menghancurkan masa depannya. Hal itu menjadi salah satu akibat kurangnya kasih sayang yang diberikan kedua orangtua khususnya dari seorang ibu.

Menjadi ibu rumah tangga bukanlah pekerjaan rendahan bahkan hina. Sungguh itulah pekerjaan mulia yang membuka peluang bagi kita untuk mendulang pahala sebagai tabungan akhirat. Dengannya kita dapat memberikan kontribusi nyata dalam mencetak generasi tangguh, cerdas, dan berakhlak mulia bagi bangsa juga agama. Betapa mulianya peran seorang ibu. Siapkah kita mengambil peran ini wahai Madrasah Peradaban?[*]

Sumber: Majalah SEDEKAH PLUS, rubrik Muslimah, edisi 8 Tahun I 1435 H

Tinggalkan Balasan