Ilustrasi Ja’far bin Abu Thalib

Ja’far bin Abi Thalib adalah putera dari paman Rasulullah, Abu Thalib. Beliau saudara kandung dari Ali bin Abu Thalib. Ja’far dibesarkan oleh pamannya, Abbas bin ‘Abdul Muththalib, karena ayahnya yang miskin dan harus menghidupi keluarga besar. Terdapat kemiripan antara Ja’far dan Muhammad, baik dalam rupa maupun sifat yang dimiliki.

Dia dikenal sebagai orang yang sangat lemah lembut, penuh kasih sayang, sopan santun, rendah hati dan sangat pemurah. Di samping itu, ia juga dikenal sangat pemberani, tidak mengenal rasa takut. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memanggilnya dengan gelar “Bapak orang-orang Miskin”, karena ia selalu menolong dan membantu orang miskin dengan semua uang yang dimiliki.

Ja’far bin Abi Thalib termasuk golongan awal memeluk Islam, di masuk Islam berkat ajakan Abu Bakar Ash-Shiddiq.

Ketika orang Quraisy mendengar berita tentang masuk Islamnya, mulailah mereka membuat makar dan gangguan-gangguan dalam rangka melemahkan iman kaum muslimin. Mereka tidak ingin melihat kaum muslimin bisa tenang beribadah.

Tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi izin untuk hijrah ke Habasyah, tanpa pikir panjang beliau bersama istrinya, Asma binti Umays ikut serta dalam rombongan tersebut. Sungguh hal ini sangat berat bagi Ja’far, karena harus meninggalkan tempat kelahirannya yang ia cintai. Biar pun demikian, berangkatlah rombongan itu yang terdiri dari 83 laki-laki dan 19 wanita menuju Habasyah.

Penguasa Habasyah adalah Najasyi. Seorang raja yang terkenal adil dan bijaksana, serta suka melindungi orang-orang yang lemah. Sesampainya di Habasyah, mereka mendapatkan perlindungan dari Najasyi, sehingga bisa leluasa dan lebih tenang dalam beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Raja negeri Habasyah, An-Najasyi yaitu Ashhamad bin Al-Abjar masuk Islam setelah menerima surat dari Nabi Muhammad yang dikirim melalui Amr bin Ummayyah Adh-Dhamary.

Pada tahun ketujuh hijriah, pergilah Ja’far bin Abi Thalib meninggalkan Habasyah untuk menuju ke Yatsrib. Sesampainya di Yatsrib, ia disambut hangat oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Pada waktu itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam baru saja kembali dari perang Khaibar. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menemui Ja’far dan bersabda, “Sungguh aku tidak tahu, dengan yang mana aku merasa bahagia. Apakah dengan kemenangan Khaibar ataukah dengan kadatanganmu?!”

Selang beberapa lama, ia tinggal di Madinah. Ketika pada awal-awal tahun ke delapan hijriah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkehendak ingin mengirim pasukan untuk memerangi Romawi, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menunjuk Zaid bin Haritsah sebagai komandan.

Beliau bersabda, “Kalau Zaid terbunuh, maka yang menggantikannya ialah Ja’far bin Abi Thalib. Jika ia terbunuh, maka yang menggantikannya ialah Abdullah bin Rawahah. Dan jika Abdullah terbunuh, maka biarlah kaum muslimin memilih bagi mereka sendiri.”

Kemudian beliau memberikan bendera berwarna putih kepada Zaid bin Haritsah.

Berangkatlah pasukan pasukan ini. Ketika telah sampai di daerah Mu’tah, kaum muslimin mendapatkan orang-orang Romawi telah siap dengan jumlah yang sangat banyak. Yaitu dua ratus ribu tentara. Merupakan jumlah yang sangat besar. Jumlah sebegitu besar tidak pernah ditemui oleh kaum muslimin sebelumnya. Sementara jumlah kaum muslimin hanya tiga ribu orang.

Ketika dua pasukan ini telah berhadapan, peperanganpun mulai berkecamuk, hingga Zaid bin Haritsah gugur sebagai sahid. Begitu melihat Zaid jatuh tersungkur, bergegas Ja’far melompat dan mengambil bendera, dan menyusup ke barisan musuh sambil melantunkan syair:

Wahai… alangkah dekatnya surga

Yang sangat lezat dan dingin minumannya

Romawi yang telah dekat kehancurannya

Wajib bagiku menghancurkannya apabila menemuinya.

Mulailah ia berputar-putar memporak-porandakan barisan musuh sehingga terputus tangan kanannya. Segera ia ambil bendera itu dengan tangan kriinya, kemudian terputus pula tangan kirinya sehingga ia gugur sebagai syahid. Setelah itu, bendera diambil oleh Abdullah bin Rawahah dan terus mempertahankannya dan akhirnya gugur juga sebagai syahid.

Ketika sampai kabar kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, tentang kematian tiga pahlawannya, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat sedih. Diriwayatkan bahwa pada tubuh Ja’far terdapat sembilan puluh sekian luka yang semuanya terdapat di bagian depan tubuhnya.

Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pergi menuju rumah Ja’far bin Abi Thalib. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mendapatkan Asma sudah membuat roti dan memandikan anaknya untuk menyambut kepulangan sang ayah.

Asma menuturkan:

Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menemui kami, aku mendapatkan wajah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat sedih. Maka timbullah perasaan takut pada diriku, akan tetapi aku tidak berani untuk menanyakannya. Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Suruhlah anak-anak Ja’far kemari. Aku akan mendoakannya,” maka bergegaslah mereka mendekat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan bercengkerama dengan beliau. 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam merangkul mereka, mencium, serta berlinang air matanya. Maka aku berkata, “Wahai Rasulullah, apa yang menjadikan engkau menangis? Apakah ada sesuatu yang menimpa Ja’far?”

Beliau menjawab, “Ya, dia telah gugur sebagai syahid pada hari ini.” Sesaat hilanglah keceriaan yang terdapat pada wajah-wajah mereka, tatkala mendengar tangisan ibunya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku melihat Ja’far sebagai Malaikat di surga dan bahunya bercucuran darah dan ia terbang di surga.”[]